Lubang Petaka

2808 Kata
Sasa sedang membantu seorang ibu-ibu yang parkir dilapaknya. Ia mengusap keringatnya dengan handuk yang ada dilehernya dan melangkahkan kakinya mendekati Parman."Kenapa Bang?" Tanya Sasa dan duduk disamping Parman yang sedang meminum kopi pahitnya di warung Bu warni. "Abang mau bicara sama kamu, ini mengenai Gaga!" "Gaga?" Tanya Sasa bingung "Iya Gaga!" Ucap Parman menyunggingkan senyumannya. "Siapa Gaga?" tanya Sasa semakin bingung. "Pacar kamu!...katanya Gaga panggilan sayang kamu namanya Dirga!" Ucap Parman "Aku nggak kenal sama Gaga atau siapa namanya hmmm Dirga! Teman kuliahku juga nggak ada yang namanya Gaga!" "Jadi gitu sama Abang?...main rahasia-rahasiaan ya? Katanya dia ayah dari anakmu!" Ucap Parman serius. Hah? Ayah Vano ya...Ayahku juga. "Udah nggak usah bohong sama Abang. Kasihan dia hidup terlunta-lunta mikirin kamu, katanya kalian korban pergaulan bebas di Masa muda" Ucap Parman Kurang ajar Banget!!! Siapa yang sudah mengarang cerita begini...kalau ketemu gue pites tu kepala "Sa, kalian Masih muda. Masa depan kalian Masih panjang, kayaknya Gaga cinta mati sama kamu, Abang ingin kamu bahagia. Pekerjaan jadi tukang parkir disini banyak bahayanya, dia mau kok tanggung jawab!" Jelas Parman "Bang! aku bener-bener nggak kenal sama tu orang... Nih...emosi ku udah diubun-ubun Bang!" Kesal Sasa. Parman menghela napasnya "benar ternyata ucapan Gaga, pasti kamu menyangkal hubungan kalian," "Emang Gaga yang mana si Bang?" Kesal Sasa. "Kemaren yang ribut sama kamu itu loh," "Ya ampun Bang, Abang dikadalin sama tu orang Bang!" "Masa sih? dia ganteng begitu dan dia bukan preman sembarang!" Jelas Parman. Hahahahahahah....tawa Parman pecah. "Terserah Abang mau percaya sama aku, atau lelaki sinting itu," Kesal Sasa menghentakkan kakinya meninggalkan parman yang terbahak-bahak. *** Sasa mengendarai motor maticnya dengan kecepatan sedang. Motornya berhenti di lampu merah. Daerah ini merupakan daerah simpang lima. "Uhuk...uhuk," Mendengar suara yang sepertinya berada tepat disebelahnya, membuat Sasa segera menoleh kesamping. Seorang laki-laki memakai vespa dengan gaya nyentriknya. Baju kaos bertuliskan saya tampan dan celana jeans yang lututnya robek. "Neng ikut Abang dangdutan yuk!" Ucapnya sambil membuka kaca helemnya. "Sinting..." Teriak Sasa saat melihat Bram tersenyum Bangga sambil mengedipkan matanya. "Hai...tukang parkir supir taksi, sepertinya sebentar lagi jadi tukang cukur kali ye?"ejek Bram. "Lo jangan pernah deket-dekat sama gue! Dan hentikan gosip lo yang nggak bermutu itu!" Kesal Sasa. Tittttttttttt Bunyi Klakson kendaraan lainnya, membuat Sasa segera melajukan kendaraannya. Namun Bram mengegas vespa bututnya yang sangat ia banggakan agar dapat mengejar Sasa. "Neng, Abang serius nih pengen deket sama Neng!" Goda Bram saat vespanya berhasil menyamakan jaraknya dengan motor matic Sasa. "Lo ngikutin gue?" kesal Sasa. "Hahahaha grrrr banget si Neng, kalau dadamu sebesar batok kelapa dan pantatmu sebahenol helem...pastinya Abang akan jatuh cinta Neng!" Goda Bram. "Huh...pergi sana!" Teriak Sasa. "Neng kalau ketemu dijalan panggil aku Abang Gaga ya! Kalau di pasar Mas Gaga biar kelihatan kaya didepan para pedagang!" Goda Bram "Drama banget hidup lo! Gue sibuk dan hentikan kelakuan lo yang sinting ini! Kalau ketemu lagi jangan pernah sok mengenal gue ngerti!" Sasa melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Bram berhasil menyamakan kendaraannya lagi. Nih....Vespa tua kuat juga ternyata, bisa nyusul motor matic gue. Batin Sasa "Neng panas banget cuaca hari ini, mampir minum es yuk! sambil Abang belai!" Ucap Bram menaik turunkan alisnya. Sasa tidak menghiraukan Bram yang terus menggodanya. Ia tersenyum jahil saat melihat polisi lalulintas yang sedang melakukan razia kendaraan. Mapus lo....gue yakin preman kayak lo mana ada surat menyurat hahahahahaha.... Sasa segera menunjukan STNK dan SIM miliknya dan ia lolos dari pemeriksaan. Ia mencari sosok Bram yang tidak terlihat dan Sasa tersenyum penuh kemenangan. Mapus lo hahahahah...gue yakin laki-laki b**o itu sudah dibawa ke kantor polisi...kasihan deh lo! Hahaha gue nggak tahu nama laki-aki b**o bin songong sok kecakepan...tapi memang cakep sih jika dia tidak 'gila' "Aduh, Neng cari Ayah Gaga ya?" Mendengar suara berat itu, membuat Sasa segera melihat kesampingnya. Bram mengenggas vespanya seperti seorang pembalap. Laki-laki itu tertib lengkap dan ihhhh nggak nyaka gue! "Terpesona sama Babang Neng?" Goda Bram. Dengan kesal Sasa melajukan motornya dengan kecepatan tinggi namun dia tidak melihat lubang besar yang ada di tengah jalan. Ia berusaha mengindari lubang namun motornya oleng dan.... Brakkk... Dia terjatuh... Darah mengalir dilututnya dan telapak tangannya berlubang akibat kerikil yang menancap ditangannya, saat ia menahan motornya. Sasa lebih mementingkan kendaraanya dari pada keselamatan tubuhnya. Karena hanya kendaraan ini yang ia miliki agar ia, bisa segera sampai tepat waktu ke tempat kerjanya yang cukup banyak dengan jaraknya yang lumayan jauh. Bram menghentikan vespanya dan segera mendekati kerumunan orang yang membantu Sasa berdiri. Sasa meringis saat tangannya berdarah. "Terimakasih Pak saya tidak apa-apa!" Ucap Sasa. Bram segera mendekati Sasa dan melihat keadaan Sasa dari atas sampai kebawah. "Kamu tidak apa-apa?" Tanya Bram khawatir. Sasa menggelengkan kepalanya. Namun ia terkejut saat darah menetes d tangannya. Bram memegang dagu Sasa. "Ini harus dijahit!" Bram menujuk dagu Sasa yang ternyata robek. Sasa baru menyadari jika ia terluka cukup parah dan ia meringis kesakitan. "Aduh..hiks...sakit....!" Isak Sasa. Bram segera menarik Sasa agar mendekat, ia memegang tangan Sasa. "Pak saya titip motor pacar saya Pak!" Ucap Bram sambil merangkul Sasa yang tertatih. Namun Sasa merasakan sakit yang luar biasa membuatnya memejamkan mata dan dalam sekejap ia merasakan kegelapan. Bram melihat tubuh Sasa oleng membuat pasokan udaranya menipis. Ia tidak tahu kenapa ia merasa panik. Pada hal, ia sudah biasa melihat orang meninggal di rumah sakit, membedah tubuh orang dan yang paling ekstrim dia pernah menembak orang tanpa ragu. Bram menghentikan mobil yang lewat. Seorang esksekutif muda membuka Kaca mobilnya. "Tolong bantu saya membawa wanita ini, ke rumah sakit terdekat!" Pinta Bram dengan wajah memohon. "Maaf saya sibuk!" Tolak lelaki itu kasar. Bram menggenggam tangganya, ia menatap laki-laki yang ada dihadapannya dingin. "Cepat antar saya sekarang juga atau mobilmu akan saya hancurkan!" teriak Bram. "Maaf...saya tidak mau ketiban s**l jika mobil saya membawa mayat!" Ucap lelaki itu sinis. Bram mendudukkan Sasa kemudian membuka pintu mobil lelaki itu. Bram melayangkan tinjunya. Bugh...bugh... "Aku bisa mengganti sepuluh mobil Avanza milikmu ini!" Ucap Bram sombong. "Kau..!!!" Laki-laki itu terkejut saat Bram menariknya dengan kasar dan mengeluarkannya dari mobil. Bram melempar kartu nama Kenzo. "Hubungi dia, minta apa yang kamu mau! Atau..."Bram kembali melempar kartu namanya. "Hubungi aku jika kau kesulitan bertemu pemilik Alexander cop!"ucap Bram dan segera menggendong Sasa Masuk ke dalam mobil, ia membawa Sasa menuju rumah sakit milik keluarganya. Bram tadinya ingin menuju rumah sakit karena ia ada jadwal praktek hari ini menggantikan Dokter Azka yang sedang berada di Singapura memenuhi undangan seminar di salah satu rumah sakit yang ada disana. Bram tidak menyangka bertemu wanita preman ini, dipertemuan ketiganya di jalan raya. Ia sengaja menggoda Sasa karena Bram menyukai ekspresi Sasa yang sedang kesal. Entah mengapa Bram merasa bahagia mendengar ucapan ketus Sasa yang jijik dan kesal terhadapnya. Bram hidup di lingkungan yang serba memujanya. Tampan, kaya dan pintar membuatnya terbiasa menerima pujian dari semua wanita yang mengenalnya. Bertemu dengan Sasa membuat hidupnya normal dan tanpa pujian. Membuat kemarahan Sasa adalah hal yang sangat meyenangkan baginya. Bram mengemudikan mobil yang dibajaknya, dengan kecepatan tinggi. Ada perasaan sedih saat melihat wanita yang ada disebelahnya saat ini tidak sadarkan diri. Tadinya Sasa sempat sadar namun, saat melihat wajah Bram yang sedang mengemudi di sebelahnya tiba-tiba Sasa pingsan lagi. Bram geram, ia tidak menyangka wajah setampan dirinya membuat wanita ini pingsan. Bram melangkahkan kakinya menuju UGD, ia terihat panik ketika dagu Sasa tidak berhenti mengeluarkan darah. Dasar b**o gue Dokter kan? Luka seperti ini kecil kenapa mesti panik! Batin Bram. "Siapa Dok?" Tanya suster yang sepertinya menyukai sosok Bram, ia terlihat seperti cemburu melihat Bram yang sangat khawatir melihat keadaan Sasa. Bram tidak ingin menjawab pertanyaan suster itu, baginya hanya akan membuang waktu. "Siapkan ruangan karena aku mau memeriksa keadaan wanita ini!" Ucap Bram dingin. Suster itu masih menatap Bram dengan tatapan kagumnya. "Hey...kamu dengar atau tidak? Kalau semua suster seperti kamu pasien pada mati!!" teriak Bram penuh amarah. Suster itu segera memanggil suster kepala agar ikut membantunya. Sosok Bram akan sangat berbeda jika ia sedang bekerja sebagai seorang Dokter. Bram menjahit luka didagu Sasa dan mengobati beberapa luka lainya termasuk kening Sasa yang memar. Bram juga meminta Dokter Erwin untuk melakukan pemeriksaan keseluruhan pada tubuh Sasa. Semua Dokter sangat hormat dengan Bram. Sosok Bram akan berubah 180 derajat dari tengil menjadi sosok tegas seperti Ayahnya. Sebagai cucu pemilik rumah sakit, seharusnya ia ikut bertanggung jawab akan keberlangsungan rumah sakit milik Omanya, sang mantan menteri kesehatan. Namun Bram sebenarnya tidak terlalu berminat mengelola rumah sakit, karena ia lebih suka menjadi seorang polisi. Bram meminta para suster menjaga Sasa dan memberikan ruangan perawatan VIP. Bram juga memberikan beberapa Vitamin untuk Sasa karena melihat tubuh Sasa sepertinya sangat kelahan. Bram mengambil ponselnya dari saku celananya dan menghubungi Arjuna adik ipar Popynya, suami dari Carra. "Halo Pa!" "Mana salam mu?" "Assalamualaikum, Papa baik!" "Kenapa Bram? Pasti kamu ada maunya?” Ucap Juna "Bukan begitu Pa Jun, aku mau minta motor matic keluaran terbaru, Masa keponakan ganteng yang miskin ini nggak dikasih sih!" Bram melancarkan rayuan mautnya. "Untuk siapa Bram?" "Buat temanku Pa, kasihan dia baru kecelakaan motornya rusak dan dia anak yatim piatu Pa!" "Kamu memang tidak pernah berubah Bram Papa bangga sama kamu! Tapi...jangan pernah menerima suap dari adikmu Kezia!" "Hehehe oke Pa, sekarang nggak lagi...kemaren terakhir Pa!" Kekeh Bram. Bram membantu sepupunya Kezia berpura-pura menjadi pacar Kezia, jika Papa dan Mama Kezia mulai menjodohkanya dengan anak dari rekan bisnis Papanya. Kezia merupakan anak bungsu Arjuna dan Carra. Perjodohan pun Gagal jika Bram sudah ikut campur. Bram dengan akal liciknya datang membantu Kezia menggagalkan perjodohan dengan imbalan uang lima juta. "Janji Bram!!!" "Janji Papa Jun tapi, setiap Kezia minta bantuan Papa harus bayar lebih. Kalau Kezia mau bayar aku lima juta, Papa harus bayar gantinya enam juta oke!" "Dasar mata duitan!" "Namanya juga usaha Pa hehehe..." "Nanti kamu temui pak Sunario pimpinan di kantor pusat Utama Angkasa" "Oke papa...I love you mmuah..Asalamualaikum" "Jijik Bram dasar anak durhaka.." Klik... Bram mematikan secara sepihak karena tidak mau mendengar omelan Arjuna. *** Sasa mengerjapkan matanya. Ia membuka matanya dan terkejut saat melihat ruangan serba putih dan infus ditangannya. Seorang suster mendekati Sasa dan tersenyum. "Anda di rumah sakit Mbak" ucap suster menjawab pertanyaan yang belum sempat ditanyakan Sasa. Sasa mengingat apa yang terjadi, kenapa ia bisa berada dirumah sakit. Ia kesal mengingat Gaga yang membuatnya menambah kecepatannya sehingga ia tak mampu menghidari lubang yang cukup besar dijalan yang ia lewati. Dasar laki-laki b******k awas kalau aku ketemu dia lagi! Batin Sasa. "Siapa yang membawa saya kesini Sus dan berapa biyayanya?" Tanya Sasa, ia takut perawatanya akan menguras tabunganya. "Anda dibawa oleh Dokter Bram Mbak dan Masalah biyaya nggak usah khawatir Dokter Bram menggunakan fasilitas keluarganya dan ini semua gratis!" Jelas suster yang umurnya tidak jauh dari Sasa. Tapi bukanya si preman yang ngantarin gue ke rumah sakit. Ternyata dia yang pelit bukan gue, buktinya bukan dia yang nolongin gue bayar biyaya rumah sakit. Lagian preman miskin kayak dia mana ada uang. Sasa merasakan perih didagunya karena pengaruh obat bius sudah habis. "Sus, kenapa rahang saya dan dagu saya perih?" Tanya Sasa sambil memegang dagunya yang ditertutup kassa. "Dagu Mbak dijahit, semua luka Mbak, Dokter Bram yang menanganinya sendiri!" Jelas Suster. "Bisakah saya bertemu dokter Bram?" Pinta Sasa. "Dokter Bram sibuk Mbak...katanya nanti ia yang akan menemui Mbak dan ia meminta Mbak untuk beristirahat disini. Hmmm...saya tidak menyangka jika anda adalah pacar Dokter Bram!" Suster itu tersenyum kecut. Mendengar ucapan suster itu, membuat Sasa melototkan matanya. Ia ingin menyangkal, namun ia merasakan perih saat ia membuka mulutnya. "Aduh....!" Ringis Sasa. "Mbak nggak boleh banyak menggerakan dagu Mbak!" Suster meminta Sasa segera berbaring. "Hmmm saya mau pulang Sus!" Ucap Sasa. "Tidak bisa anda besok baru bisa pulang!" Bagaimana dengan Vano... batin Sasa. Ponsel Sasa berbunyi menampakan nama Sesil. "Assalamualaikum...Halo Mbak, Mbak nggak kenapa-napakan? Tadi ayah Vano bilang kalau Mbak kecelakaan dan aku diminta jagain Vano!" "Mbak nggak kenapa-napa Sil, makasi Sil tolong jagain Vano ya!" Ucap Sasa pelan. "Cepat sembuh Mbak...assalamualaikum!" "Waalaikumsalam" Gaga!!!!.. brengsek...dia yang menemui Sesil dan mengaku ayahnya Vano dasar cowok gila!!! *** Keesokkan harinya, Sasa memutuskan untuk pulang, ia sebenarnya ingin sekali bertemu dengan dokter yang menyelamatkanya dan membayar seluruh biyaya rumah sakit. Namun, ia sudah berjanji untuk bertemu dosennya Pak Arkhan karena ia terpilih menjadi Asdos. Dengan menjadi Asdos ia bisa menambah penghasilannya, dan bisa memperbaiki motornya sebulan kemudian, jika ia telah mendapatkan gajinya. Sasa bisa saja memakai uang simpanannya, tapi ia ingat jika ia belum membayar uang sekolah Vano yang cukup besar. Sasa memang menyekolahkan Vano di TK internasional, ia ingin Vano menjadi anak yng cerdas. Dulunya Sasa selalu disekolahkan di sekolah internasional karena Papanya memberikan fasilitas pendidikan yang terbaik untuk Sasa. Oleh karena itu Sasa ingin Vano, mendapatkan fasilitas yang sama dan ia akan mewujudkan semua itu, walau harus membanting tulang sekalipun. *** Bram dan Kenzi sedang berada di Mabes. Mereka sibuk dengan berbagai penyelidikan beberapa kasus. Bram membuka beberapa berkas yang ada dihadapanya. "Bram...gimana kasus p*********n di g**g Manggis?" Tanya Kenzi. "Belum menemukan titik terang" jelas Bram sambil menghela napasnya. Bram baru ingat, jika rumah kontrakkan Sasa melewati daerah itu. Ada kekewatiran di pikiran Bram mengingat sosok cantik yang mulai menarik perhatiaanya. Apa wanita itu sudah pulang dari rumah sakit? Bagaimana jika ia melewati daerah rawan itu. Dia gadis ceroboh yang bodoh untung saja punya anak yang sangat tampan. Asyik juga ternyata dipanggil Papa. Batin Bram. Flashback. Bram mengambil dompet Sasa yang berada ditasnya. Tapi ia melihat domisili Sasa yang berada di Bandung dan itu pastinya bukan alamat Sasa yang sekarang. Bram membuka ponsel Sasa dan untungnya tidak dikunci dan ia bisa langsung membukanya. Ia mencari kontak dan menemukan panggilan terakhir yang tertera nama Sesil. Bram segera menghubungi Sesil lewat ponsel miliknya, karena ia melihat ponsel Sasa yang tidak memiliki pulsa. Sepertinya Papa yang akan selalu menelpon Mama hehehe. Kekeh Bram. Bram tersenyum sambil menatap Sasa yang Masih terbaring diranjang dengan keadaan belum sadar di ruang perawatan. "Halo...ini Sesil temannya hmmmm!" Bram segera membuka dompet Sasa dan menemukan KTP karena ia lupa nama panjang Sasa."Ana...e...maksud saya Sasa Tasya, maksud saya nama teman kamu Anatasya Himawan?" "Iya.. itu nama Mbak Saya, anda siapa dan Saya Sesil?" "Saya Gaga kekasih Sasa, bisakah anda memberikan alamat rumah Sasa?" "Oke saya kirim lewat Sms!" "Oke!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN