Sasa mengetuk pintu rumahnya dan melihat wajah Sesil yang tersenyum hangat. "Pagi Mbak...maaf nggak bisa jenguk, kasihan Vano kalau tahu Mbak sakit!" Ucap Sesil "Astaga!!! kamu kayak kuntilanank saja tiba-tiba buka pintu langsung teriak gitu!" Kesal Sasa.
Sesil melihat dagu Sasa yang ditutupi kassa. "Itu dijahit Mbak?"
"Hmmm iya, Vano mana?" Tanya Sasa mencari keberadaan Vano.
"Dibawa Bang Gaga, tadi pagi dia datang ke kontrakkan, katanya biar dia yang mengantar Vano sekolah!" Jelas Sesil dengan senyuman menggodanya.
"Ih...Mbak Mas Gaga ganteng banget lo Mbak!" Jujur Sesil
"Apaan Sil...jangan mau lo ditipu laki-laki stres kayak si Gaga! Dia itu penipu!" Kesal Sesil.
"Tapi dia udah tobat Mbak...masa Vano aja maafin Papanya Masa Mbak nggak?" Tanya Sesil heran.
"What....Papa Vano? Gaga itu sinting Sil, oke...sepertinya kamu harus tau semuanya, biar kamu nggak salah paham!" kesal Sasa.
"Iya Mbak...sekalian kisah cinta Mbak sama Bang Gaga hehehe!" kekeh Sesil.
Nyebelin Banget...nih anak kenapa salah paham gini tambah dijelasin tambah salah paham...
"Oke...dengerin baik-baik tu kuping sil!"
Sasa memakan sarapanya sambil menceritakan semua kisah hidupnya. Sasa membeberkan jati dirinya dan Vano. Vano adalah adiknya, anak dari Mama tirinya. Kisah hidup yang miris dari gadis kaya yang bisa membeli apapun menjadi, gadis yang hidupnya penuh perjuangan demi sang adik. Sasa menceritakan dengan santai seolah-olah tanpa beban sambil menghabiskan nasi goreng yang Sesil beli. Ia tidak menatap Sesil karena sibuk bercerita, mengunyah makanannya dan sambil membalas pesan dari pak Arkhan Rektor kampusnya yang merupakan dosen favoritnya. (Kalau Sasa tahu asli pak Rektor mungkin jijik lihat tingkah m***m Arkhan). Sasa menghentikan acara makannya dan terkejut saat melihat wajah Sesil yang bersimbah air mata.
"Loh...loh...kenapa sampe nangis gini Sil!" Ucap Sasa terkejut.
"Cerita Mbak miris...hiks...hiks...ternyata ada yang lebih menyedihkan di banding aku Mbak! Aku pikir hidupku yang paling menyedihkan!" Ujar Sesil sambil menghapus air matanya.
"Hmmm bisa kamu ceritakan sama Mbak, apa maksud ucapanmu?" Tanya Sasa penasaran.
Sesil menganggukan kepalanya dan mulai menceritakan jika ia merupakan hasil cinta telarang antara Gendis dan Aktor terkenal Absta Viktor. "Keluargaku membuangku, aku tidak mengerti kenapa kedua orangtuaku yang ternyata sama-sama memiliki pasangan tapi berselingkuh Mbak!".
Absta sudah memiliki istri, dan Gendis juga sudah memiliki suami dan anak. Perselingkuhan itulah menghasilkan Sesil sang anak terbuang. Gendis menyembunyikan kehamilanya dan membuang Sesil yang masih bayi ke panti asuhan. Absta memutuskan mengambil Sesil dan membawanya ke Keluarga besar Absta, namun istri Absta menolak Sesil. Sesil selalu dibenci dan disiksa oleh Ibu Absta dan istrinya. Hingga Absta mengambil Sesil yang saat itu telah berumur 10 tahun dan membawa Sesil ke sebuah rumah kontrakkan. Absta mengupah pembantu untuk mengurus Sesil sampai SMA.
Setelah menamatkan SMAnya Sesil memutuskan hidup mandiri dengan menyewa rumah yang lain karena ia berharap mendapatkan teman dan akhirnya keinginanya terwujud saat bertemu Sasa. Bersama Sasa, Sesil merasa memiliki sebuah keluarga. (Gendis: ibu tiri Ela dan ternyata ibu kandung Sesil. Baca: jodoh reladigta prameswari dan cinta Sesil).
"Jadi sekarang Mbak, bisakah Sesil jadi adiknya Mbak?" Tanya Sesil penuh harap.
"Tentu saja, kita akan sama-sama sampai kamu menikah dan meninggalkan Mbak hehehe!" Kekeh Sasa memeluk Sesil dengan erat.
"Tapi kalau Mbak menikah...aku.." ucapan Sesil segera di potong Sasa.
"Hehehe...siapa yang mau sama aku janda bukan tapi mama iya hehehe...kalau aku nikah sepaket dong dapat adik kayak kamu dan Vano!" Jelas Sasa.
"Mbak kenapa nggak cerita sama Vano kalau Mbak adalah saudara Vano?"
"Dia Masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya. Jika ia dewasa aku akan menjelaskan semuanya" Sasa menatap Sesil serius.
Tok...tok...
Percakapan mereka terhenti karena mendengar ketukkan di depan pintu kontrakan mereka. Seorang laki-laki memakai kemeja dan celana dasar yang di id Cardnya terulis. Rudi pemasaran PT utama angkasa.
"Maaf Mas ada perlu apa?" Tanya Sesil membuka pintu kontrakan mereka.
"Hmmm saya dari PT angksa mengantarkan motor matic untuk Mbak Anatasya Himawan?"
"Iya itu Mbak saya,...Mbak Sasaaaaa!" Teriak Sesil memanggil Sasa.
Sasa keluar dan segera bergabung didepan teras. "Iya...kenapa Sil?"
"Mas ini cari Mbak...Mbak beli motor matic, ya?" Tanya Sesil. Sasa menggelengkan kepalanya "Saya nggak beli motor matic Mas!"
"ini hadia Mbak dari Bank dan tugas saya hanya mengantarkan motor ini Mbak!" Ucapnya.
Sesil menatap Sasa dan keduanya terkejut "Tapi Mas kok tahu rumah saya? Domisili saya di KTP tidak sama dengan alamat rumah ini!" Ucap Sasa curiga.
"Kalau itu saya tidak tahu Mbak..ini kunci motor, STNK dan BPKB!" Sasa menerimanya dengan kebingungan.
"Saya permisi Mbak!" Laki-laki itu segera meninggalkan Sasa yang Masih menatap kunci dan surat menyurat yang ada di tangannya.
"Woy...Mas.. ini Bank yang mana ya?" Teriak Sasa namun terlambat laki-laki itu telah menjalankan mobilnya bersama temannya.
Sesil melihat motor baru Sasa dan mendudukinya "Wow...ini keluaran terbaru Mbak!!! Boleh nih pinjam ke kampus!" Goda Sesil. Sasa menatap motor yang dihadapannya dengan tatapan kosong.
Sebenarnya siapa yang kasih ini motor?.
Kalau hadia dari Bank bukannya ada biyaya administrasi?
"Udah Mbak, nggak usah bengong, rezeki jangan ditolak!" Jelas Sesil. Mendengar ucapan Sesil, Sasa menyipitkan matanya menatap Sesil.
"Ini bukan dari kamu kan Sil? Secara gini-gini kamu anak orang kaya!" Tanya Sasa curiga.
"Bukanlah Mbak, dari pada beli ini motor mendingan bagusin motor Mbak yang rusak!" Ucap Sesil.
"Mbak ada ide gmana kalau ni motor kita jual, uangnya kita bagi dua?" Sasa menatap Sesil dengan berbinar.
"Jangan Mbak ini pemberian orang! Enggak boleh dijual. Cukup Mbak bersyukur kepada Allah Mbak, sholat yang bener lagian Mbak itu semua Rezeki!" Ucap Sesil.
“Mbak pellit Banget ya? Soalnya nasi kemarin itu..” ucapan Sesil dipotong Sasa.
"Pelit aku?" Sasa menujuk dirinya sendiri.
"Yaiyalah siapa lagi noh....nasi basi Mbak jemur lagi, itu mau diMasak lagi?"tanya Sesil
"Itu mah mumbazir Sil, lagian itu cuma Mbak kok yang makan, kalau Vano Mbak kasih nasi barulah!" jelas Sasa.
"Itu namanya pelit bukan hemat. Mbak cari uang untuk beli makanan yang sehat Mbak, makan nasi kayak gitu yang ada nambah penyakit. sekarang aku akan memindahkan barang-barang dikontrakkanku, ke kontrakan Mbak! Kita tinggal disatu rumah! Urusan makan itu urusan aku Mbak, kita manfaatkan uang yang diberikan Papiku Mbak!"
“Memang kamu bisa masak?” tanya Sasa.
Sesil tersenyum kecut “Kita beli makanan di luar hehehe...Mbak tinggal cari uang untuk Vano sekolah dan kebutuhan Mbak yang lainya. Kalau satu kontrakan kita hemat!"
"Tapi Sil!" Sasa menatap Sesil ragu
"Kita saudarakan?" Sasa menganggukan kepalanya.
"kalau begitu Mbak nggak usah nggak enak sama aku, Vano juga adikku kita jalanin hidup kita penuh semangat!" Sesil tersenyum
***
Penyelidikan kasus tetap berlangsung dan sekarang si preman Gaga sedang beraksi di pasar tradisional. Bram memakai baju lusuh, jeans robek dan sandal jepit. Tidak lupa ia menyesap rokoknya dengan penuh nikmat. Ia melihat Parman mengangkat tanganya memanggilnya.
Bram mendekati Parman "Ga...tambah ganteng aja lo!"
Bram menyerahkan sebungkus rokoknya"Nih Bang!" Parman menyambutnya dengan senang hati. Ia mengambil satu batang rokok dan meminta api rokok dari rokok yang dihisap Bram.
"Ga...gimana penyelidikan lo?" Tanya Parman.
"Bentar lagi ketangkep Bang, aku juga menyelidiki kasus lain disini Bang! Kayaknya Jampang dan Hendra terlibat kasus penjualan organ tubuh!" jelas Bram sambil menghembuskan asap rokoknya.
Parman menyerahkan kertas kecil dan berbisik "Temui wanita penghibur ini...jaringan Jampang sangat luas, kalau lo menyelidiki dipasar saja, paling lo menemukan antek-antek kecil saja" bisik Parman.
Bram menganggukkan kepalanya "iya...Bang orang-orangku juga sudah menyebar!" Bisik Bram. Bram membulatkan matanya saat melihat Sasa kembali menjadi tukang parkir.
Nih cewek udah bosen hidup apa? Batin Bram.
Bram melihat Sasa yang sedang berbicara dengan Hendra membuatnya merasa khawatir, ia mendekatkan dirinya dan mencoba menguping pembicaraan Hendra dan Sasa.
"Aku dengar lo janda ya? Lo Masih cantik laku buat dijajakan! gimana kalau lo ikut gue ke Mami Evi" ucap Hendra.
Bram menggenggam tangannya kuat merasakan amarahnya telah sampai diubun-ubun. "Jangan ganggu gue...gue...bukan p*****r dan gue tidak butuh uang haram!" Kesal Sasa.
"Hahaha...lo ingat ya! gue nggak akan melepas cewek cantik kayak lo dengan begitu mudah. Gue berhenti gangguin lo, asal lo menghangatkan ranjang gue!" Tawar Hendra mencengkram erat tangan Sasa.
Bram tidak bisa menahan amarahnya, ia mendekati Hendra dan segera menarik tangan Sasa. "Maaf Bang, bini saya ada Masalah apa Bang? Ngutang ya?" Tanya Bram.
"Dia bini Lo?" Tanya Hendra.
"Iya Bang!" Bram menarik Sasa ke dalam pelukannya.
"Gue mau bini lo menghangatkan ranjang gue!" Ucap Hendra seenaknya.
"Maaf Bang gue nggak suka berbagi!" Bram menahan amarahnya. Mukanya saat ini sangat menyeramkan dengan wajah memerah, ia mengepalkan tangannya.
"Gue bayar tiga ratus ribu!...lagian Bini cantik begini dibiarkan jadi tukang parkir!" Seringai Hendra.
Bram memegang erat tangan Sasa karena kesal, lalu ia menatap Sasa. "Pulang sekarang! Jangan pernah kamu menginjakan kakimu di pasar ini, jika kakimu tidak mau ku patahkan!" Teriak Bram menatap Sasa.
Melihat kemarahan Bram, Sasa menundukkan kepalanya. Yang ia hadapi kali ini bukan sosok Bram seperti biasanya. "Berapapun uang yang akan kau berikan padaku, aku tetap tidak akan pernah menjual harga diriku! Istriku harga diriku! Jika kau mau? bunuh aku dulu!" Ucap Bram.
Hendra segera meninju Bram. Sasa terkejut dan menutup matanya, Bram menarik Sasa dan membawanya ke belakang tubuhnya. Bram mendekati Hendra dan mengahajarnya dengan pukulan dan tendangnya yang bertubi-tubi. Mereka saling baku hantam, Bram berhasil menghajar Hendra sampai babak belur. Bram menduduki Hendra dan berhasil mengunci tubuh hendra hingga tak bergerak.
"Kalau lo macam-macam lagi, sama Bini gue. Gue bunuh lo...ngerti!!" Bram melepaskan Hendra karena ia tidak ingin Hendra tertangkap untuk sementara ini.
Dua orang petugas kepolisian berusaha ingin mengejar Hendra dan satunya lagi membawa Bram ke kantor polisi sedangkan Hendra berhasil melarikan diri. Sasa menangis melihat Bram diborgol dan dibawa ke kantor polisi. Ia ingin sekali mendampingi Bram dan membantunya karena walaupun belum selesai kuliah tapi Sasa sangat mengerti hukum. Ia sadar jika apa yang dilakukan Bram adalah untuk melindunginya.
Parman yang melihat kejadian itu tersenyum dan mendekati Sasa yang sedang menangis. "Ikuti kemauannya! Ia tidak ingin melihatmu di pasar bukan?" ucap Parman. Sasa menganggukan kepalanya.
"Gaga tidak akan apa-apa Abang yakin itu!" Ucap Parman menenangkan Sasa.
"Gaga mengerikan Bang, tapi dia ternyata baik sama gue Bang hiks..hiks...!" isak Sasa.
"Sebaiknya kamu pulang dan cari pekerjaan lain! Abang dari dulu sudah menyarankan kepadamu. Kamu selalu digoda para preman dan pedagang disni!"
"Kamu cantik Sa, akan sulit untuk menutupinya walaupun penampilanmu seperti ini!"jujur Parman.
"Bang Sasa mau lihat Gaga, Bang!"
"Nggak usah! Sebentar lagi tu orang pasti nongol lagi dan sebelum dia berteriak melihatmu Masih disini, lebih baik kamu pulang!" Pinta Parman. Sasa mengambil motornya dan segera pulang menuju rumahnya dengan perasaan nano-nano.
Bram duduk di pos polisi dengan tangan diborgol. "Dasar preman tak tahu diri kamu! Menganggu ketertiban umum!" Salah satu polisi itu menepuk pipi Bram kasar.
"Apa yang kau dapat dari perkelahian hah!" Teriaknya dan Bram hanya menatap kedua polisi itu dengan tatapan datarnya.
"Maaf Pak, saya mengaku salah dan bisakah anda melepaskan borgol ini!" Pinta Bram.
"Saya tidak akan melepaskan borgol kamu sebelum wali kamu datang atau saya akan meMasukkanmu ke penjara!" Ancamnya.
"Kalau begitu ambil dompet saya, Pak! Disitu ada kartu nama keluarga saya!"
Polisi itu meronggoh saku celana Bram dan segera mengambil dompet milik Bram. Ia membuka dompet Bram dan mencari kartu yang dimaksud namun yang ditemukan adalah nama panjang Bram beserta kartu anggotanya.
Iptu dr. Bramantyo Dewala Dirgantara, S.Pb
Kedua polisi itu segera memberikan hormat. "Gimana saya mau menurunkan hormat kalian kalau tangan saya diborgol!" Ucap Bram. Keduanya tidak bergeming karena tidak boleh menurunkan tangannya sampai Bram mengangkat tangannya dan menurunkan tangannya.
"Ckckckckc seharusnya kalian segera membuka borgol ini tadi, baru hormat gitu!" Goda Bram.
Selang 10 menit kemudian polisi kedua Masuk dan ingin mengangkat tangannya mengikuti kedua temannya namun, suara Bram menghentikan gerakannya. "Hey...jangan-jangan, bebaskan dulu nih borgolnya!" Perintah Bram.
Polisi itu segera melepaskan borgol ditangan Bram. "Nah, untung saja kamu nggak langsung hormat, kalau enggak berabe kan..." Ucapnya sambil merenggangkan tanganya yang kebas.
"Gini ya, kalau jadi penjahat hehehe!"
Bram membalas penghormatan mereka dan segera menurunkan tangannya. "Lapor pak, kami minta maaf karena salah menangkap Bapak!" Ucap salah satu dari mereka yang bertubuh gemuk.
"Nggak apa-apa kalau kalian nggak datang tadi, mungkin aku sudah bunuh orang, Makasi ya!" Bram menepuk bahu polisi itu dan meninggalkan mereka dengan senyuman khasnya.