Apa yang dijalankan Sasa sebenarnya amat melelahkan jiwa dan raganya. Hari ini hari sabtu, dimana ia harus Bangun pagi tepat pukul 3 dini hari. Sasa menggeluti profesi sebagai tukang parkir disalah satu pasar Tradisional. Keadaaan pasar cukup ramai di hari sabtu dan minggu. Apalagi pasar ini merupakan salah satu pasar Tradisional yang banyak dikunjungi pembeli pada pagi hari.
Sasa mencium puncak kepala Vano yang Masih terlelap. "Doakan Mbak punya banyak uang, agar kamu bisa sekolah yang tinggi nantinya Dek!" Ucap Sasa sambil mengelus puncak kepala Vano.
Sasa menitipkan Vano kepada salah satu tetangga barunya. Sasa terpaksa pindah dari kos-kosan lamanya karena gosip yang mengatakan dirinya simpanan Om-Om. Sasa ingin Vano tumbuh dilingkungan yang baik. Ibu pemilik kos bersikap sama seperti yang lainya menggosipkan Sasa menjual tubuhnya demi cari uang. Tidakah mereka tahu, apa yang dikerjakan Sasa selama ini? mencari uang dengan cara yang halal.
Sasa bukan wanita sholeha yang rajin sholat, ia hanya mengerjakan sholat subuh dan magrib saja. ia sangat menyadari jika ia telah melalaikan kewajibannya sebagai muslim. Keinginannya untuk berhijab dan berubah ada didalam dirinya, hanya saja ia Masih menunggu waktu yang tepat dan membutuhkan seseorang yang bisa membimbingnya.
Awalnya, Sasa mencoba mengabaikan mereka yang menghujat dirinya. Namun saat mendengar tangisan Vano yang memilukan membuatnya harus segera memutuskan pindah. Ia tidak ingin Vano bersedih karena ucapan para tetangganya yang mengatakan Vano anak haram.
Vano selalu bertanya dimana ayahnya. Sasa ingin sekali mengatakan jika ayah mereka sudah tiada. Tapi percuma saja Sasa menjelaskan yang sebenarnya karena Vano Masih terlalu kecil dan tidak akan mengerti apa yang terjadi.
Sasa sangat beruntung, setelah dua hari mencari rumah kontrakkan, akhirnya Sasa mendapat rumah kontrakan dengan satu kamar dan memiliki ruangan cukup luas untuk Vano bermain. Sasa juga mendapatkan seorang teman yang sangat baik yang bersedia menjaga Vano. Sesil seorang mahasiswa tingkat dua jurusan ekonomi yang ternyata satu kampus dengan Sasa.
"Sil...titip Vano ya! Entar kalau jam 10 Mbak pulang, sebelum kamu berangkat ke kampus!" Ucap Sasa sambil memakai topinya.
"Sip...Kak gampang, atau biar aku nanti yang bawa Vano ke TKnya kak!" Ucap Sesil
"Wa...makasi banyak Sil!" Ucap Sasa dan segera menuju motornya.
Sasa melajukan motor bebeknya dengan kecepatan sedang. Ia harus segera bergegas ke pasar tradisional tempat dimana ia sering mangkal. Sasa bekerja sebagai tukang parkir dan sekaligus ojek. Ia bergantian dengan Suparman temannya yang merupakan salah satu pereman pasar yang insaf tapi Parman bukan salah satu pemain di sinetron itu hehehe.
Awalnya Sasa ingin memanggil Suparman dengan panggilan s**u tapi Parman mengancam akan segera mendepak Sasa jika berani memanggilnya s**u. Susana pasar yang becek, lecek tapi ada ojek tidak membuat Sasa wanita cantik ini jijik. Ia bahkan sangat akrab dengan beberapa pedagang yang memanggilnya cantik.
Si tukang parkir ini beraksi, ia tersenyum puas melihat lahan parkirannya yang telah dipenuhi beberapa motor. Sambil menunggu motor di lahannya, Sasa membeli beberapa jajanan pasar kesukaanya, kue lapis dan bakpao isi kelapa. Sasa mengunyah bakpao dengan cuek, tanpa menghiraukan beberapa orang yang menatapnya penuh minat. Siapapun akan tergoda dengan kulit Sasa yang tetap putih bersih, walaupun berada diterik matahari sekalipun tidak membuat kulitnya menjadi gelap.
"E...Bang Man..! Gue cariin Abang dari tadi!" Ucap Sasa sumringah.
"Hehehe...gue semalam mabok jadi kesiangan nih!" Jelas Parman sambil menggaruk kepalanya.
"Kasihan Banget Mbak Tuti Bang, Abang mabuk semalaman hu!" kesal Sasa.
"Mbakmu itu orang yang sabar Sa, ia terlalu cinta sama Abang dan sekarang lagi bunting anak ke lima Abang!" Jelas Parman sambil menggigit lidi dan duduk dengan menaikan satu kakinya diatas meja.
"Hahahaha...Abang harus banyak cari uang buat anak-anak Abang, tapi ingat Bang...yang halal!" Jelas Sasa sambil melipat kedua tangannya.
Keributan di tengah pasar membuat Sasa bergedik ngeri karena ia melihat tukang ayam membawa pisaunya dan mengejar seorang lelaki yang berlarian dengan luka yang cukup besar diperutnya "Sa lo menyingkir sekarang! Abang peringatkan kau, jangan ikut campur!" Pinta Parman.
Sasa segera mengambil tali dan mengikat tangan Parman. "Lo apa-apaan Sa!!!" Teriak Parman
"Abang bukan jagoan tunggu dan lihat itu...ada polisi Abang mau ketangkep? Ingat Bang! Abang bukan preman lagi, tapi tukang parkir!" ucap Sasa sambil mengikat Parman di tiang dengan kuat. Parman tidak bisa menolak didikat Sasa karena Sasa mengancam akan mengadukan Parman kepada Tuti istri Parman.
Beberapa polisi segera memisahkan perkelahian dan membawa kedua lelaki yang sama-sama terluka. Sasa meihat darah yang berceceran membuat perutnya bergejolak. Ia memuntahkan isi perutnya. "Dasar cemen lo lihat darah aja muntah! Apa lagi lihat yang lain hehehe!" Menyerahkan sampul tangannya
"Lo...si Gay!" Teriak Sasa terkejut
"Apa Gay??? Cobain aja burung gue, masih normal kok! Ckckckc.....lo waktu itu jadi tukang taksi dan sekarang lo jadi pereman pasar juga? Ho..ho...Sama dong kayak gue! Tapi gue preman ganteng!" Ucap Bram Bangga.
"Pede Banget lo ih... sok kecakepan!" Kesal Sasa dan menarik sapu tangan dari tangan Bram.
Bram berada dipasar Tradisional karena mencari keberadaan Hendra atas kasus yang sedang ia tangani. Ia menyamar menjadi preman saat ini. Bram seorang pekerja keras, ia sangat menyukai pekerjaannya sebagai polisi tapi sebagai anak tertua, ia juga harus mengikuti keiinginan Omanya menjadi seorang dokter.
"Hey gay mau kemana lo!" Teriak Sasa melihat Bram meningalkannya.
Bram membalikan tubuhnya saat mendengar ucapan Sasa yang mengatakannya gay. "Lo mau lihat o***g gue berdiri ya?"
"What? Lo...gila ya... gue hanya ingin mengembalikan jam lo dan meminta hak gue!" Kesal Sasa
"Hak?...hak ingin b******a sama gue ya? Maaf ya gue nggak ngejual burung hehehe!" Bram tersenyum jahil.
"Burung lo jelek gue nggak suka! dan mulut lo ini harus digosok biar rata dan nggak m***m!" Jelas Sasa.
"Boleh kok, asal yang bibir gue ngegosok bibir lo hahahaha...!" Ucap Bram tertawa penuh kemenangan.
"Lo....gue minta hak gue! Mana uang gue!" Kesal Sasa
"Hey, jual aja jam itu, lo bisa libur satu bulan buat kerja dan utang gue hanya seribu lima ratus doang! Dasar pelit!" Jelas Bram.
"Gue nggak mau, kalau lo nggak ikhlas nanti gmana? dosa gue, apalagi kalau jam itu jam curian. Kasihan anak gue!" Sasa memandang Bram tajam.
Beberapa orang yang memperhatikan mereka tertawa geli melihat keduanya yang kesal dan saling menilai dengan tatapan Masing-Masing. Seorang ibu mendekati mereka " kalau istrinya nggak mau pulang jangan dipaksa Mas!" Nasehatnya.
Bram menyipitkan matanya dan memandang Sasa dari atas sampai kebawah. Ia tersenyum kepada ibu-ibu yang berada disebelahnya. "Malam tadi saya sibuk kerja Bu! Cari uang untuk menghidupi mereka, saya yang salah Bu!" Bram menundukan kepalanya seolah-olah merasa sangat sedih.
Mendengar ucapan Bram membuat Sasa membuka mulutnya dan terkejut. "Neng harus mengerti keadaan suami Neng, kalian pasangan serasi sama-sama menarik. Satunya tampan dan satunya lagi cantik!" Ibu itu memandangi Bram dan Sasa dengan pandangan takjubnya.
"Makasi Bu, saya juga bingung dengan istri saya ini. Masa mintah jatah jam 4 pagi! tanggung Bu udah mau subuh hehehe!" Jelas Bram.
"Ibu salah paham saya bukan istrinya Bu!" kesal Sasa.
Ibu itu memegang pundak Sasa "Wah punya suami hot gini kamu minta main terus ya? Hehehe..." Goda ibu itu. Wajah Sasa memerah karena malu dan marah sekaligus.
Dasar anjrittt nih cowok mulutnya pengen Banget gue tinju!
"Kenapa sayang pengen di cium ya? Cup..cup...jangan cengeng gitu dong! Entar malam Mas janji kok!" Bram mengangkat kedua jarinya tanda berjanji.
"Dasar gila!!" Kesal Sasa sambil menatap Bram penuh kesal.
Sasa meninggalkan Bram yang mulai mengarang cerita kepada beberapa temannya termasuk Suparman mengenai kedekatanya dengan Sasa. Sasa geram melihat Bram dan beberapa kali Suparman menatapnya penuh senyuman dari kejahuan sambil berbicang dengan Bram.