5. DRAMA KELUARGA

1761 Kata
Suasana rumah milik Kai nampak tegang karena Sapto, satpam rumah tersebut sedang kebingungan dalam menghadapi serangan wartawan yang tiba-tiba datang. Mereka meminta wawancara dengan Kai namun Sapto sudah menjelaskan kalau Kai tidak ada di rumah. Mereka tidak percaya dan masih yakin kalau Kai sengaja menghindar. “Jangan dibuka dan jangan pedulikan mereka. Kalian kan sudah biasa menghadapi wartawan jadi jangan panik.” “Tapi Mbok kepikiran sama Nona Zoe, Tuan Kai. Sejak tadi dia gelisah karena suara ribut di depan. Apa perlu Mbok panggilkan aparat keamanan.” “Jangan, mereka hanya ingin menggali informasi soal hubungan saya dengan lawan main di film saya jadi jangan melibatkan pihak keamanan. Takut kalau sampai wartawan mencium keberadaan Zoe, ini bisa jadi masalah besar bagi saya.” Mbok Rum menghela napas pelan. “Baik Tuan, semoga saja mereka segera pergi.” “Ingat, jangan sampai Zoe terlihat oleh wartawan atau pun orang luar.” “Baik Tuan Kai.” Mbok Rum meletakkan telepon yang digunakan untuk menghubungi majikannya. Ia kemudian melirik Sapto, yang sejak tadi bingung harus berbuat apa. “Ini bukan soal Nona Zoe jadi kamu nggak usah khawatir.” “Jadi dibiarkan saja?” “Iya, kamu balik tugas sana. Aku mau temenin Nona Zoe dulu.” “Mbak Xella belum pulang?” Tanya Sapto. “Sebentar lagi mungkin sampai.” *** Sementara itu, saat ini Xella sedang berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Rio. Gadis itu nampak tegang karena ini pertama kali ia berada dalam mobil yang sama dengan dosen yang sangat ia kagumi. Tapi jika sampai mahasiswi lain tahu, Xella akan menjadi bulan-bulanan mereka. “Ini adalah rezeki Xella jadi kalian jangan iri,” batin gadis itu. Sebelumnya Xella hampir saja lupa memberikan alamat rumahnya yang sekarang kepada Rio. Ia lupa kalau sudah tidak tinggal dengan orang tuanya akibat perselisihan. Tapi ia juga takut jika Rio bertanya-tanya mengenai tempat tinggalnya sekarang. “Kenapa diam saja Xel?” tanya Rio yang fokus mengemudi. Gadis itu menoleh canggung, “Maaf Pak, saya masih tidak enak sama Pak Rio.” “Sudah jangan begitu, lagi pula saya tumben kan antar kamu pulang.” “Bapak tidak takut kalau ada yang lihat satu mobil dengan saya?” “Kenapa takut? Memang saya melakukan apa.” “Nanti fans Bapak marah lho,” ucap Xella keceplosan. Rio menoleh, “Fans? Saya punya fans?” “Matilah kau Xella,” batin Xella. “Lupakan saja apa yang barusan saya omongin, Pak.” Xella tidak akan bicara lagi, takut jika apa yang keluar dari mulutnya bisa menimbulkan masalah. Keduanya akhirnya diam hingga mobil berwarna putih itu memasuki kompleks perumahan tempat Xella tinggal saat ini. “Pak, stop!” seru Xella kepada Rio. “Ada apa?” tanya Rio yang memberhentikan mobilnya mendadak. “Maaf Pak jadi berhenti mendadak.” Mata Xella terbelalak saat melihat kerumunan orang di depan pagar rumah tempatnya bekerja. Ia memperhatikan beberapa orang itu membawa kamera lalu mengambil gambar. “Pak saya turun di sini saja ya.” “Rumah kamu yang mana?” tanya Rio penasaran. Xella benar-benar tidak enak dengan Rio sekaligus bingung bagaimana menjelaskan apa yang terjadi kepada pria di sampingnya. “Pak, saya tinggal di rumah besar itu tapi saya tidak paham kenapa banyak ada banyak orang.” Jelas Xella pelan. Rio mengikuti arah telunjuk Xella. “Kenapa banyak orang di depan rumah kamu? Ada hajatan?” “Pak, kan saya sudah bilang tidak tahu kenapa bisa ramai.” “Tapi kan itu rumah kamu.” Xella menggeleng. “Itu bukan rumah saya tapi…” Alis Rio tertaut melihat ekspresi Xella yang nampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. “Tapi apa, Xella?” “Pak, saya tinggal di rumah itu karena saya bekerja sebagai pengasuh anak pemilik rumah. Jadi selama ini saya tinggal di sana.” “Kamu bekerja?” Xella mengangguk. “Iya untuk biaya kuliah.” Karena sudah terlanjur akhirnya Xella mengatakan masalah yang ia hadapi. Ia sudah siap dengan rekasi Rio dan menerima apapun penilaian pria itu. “Saya salut sama kamu.” ucap Rio sambil menatap Xella. “Kamu dari keluarga berada tapi masih mau bekerja. Sangat jarang saya menemukan perempuan pekerja keras seperti kamu.” Xella menoleh ke samping, mulutnya sedikit terbuka karena tidak menyangka dengan reaksi Rio. “Bapak tidak berpikir kalau saya ini anak yang tidak patuh sama orang tua?” “Saya tidak akan berkomentar soal itu karena itu adalah hak kamu. Saya hanya bisa berkomentar mengenai kegigihan kamu yang tetap bekerja padahal sedang sibuk mengerjakan skripsi.” Mendapat pujian secara tidak langsung dari pria yang dikagumi membuat Xella mengulum senyum. “Pak Rio bisa saja, yang lebih hebat dari saya banyak kok.” “Tapi saya hanya mengenal kamu,” sahut Rio. Xella kembali teringat dengan orang yang sedang berkerumun di depan rumah tempat Zoe tinggal. Ia segera mengambil ponsel untuk menghubungi Mbok Rumi, untuk menanyakan apa yang terjadi sebenarnya. “Pak saya coba telpon orang rumah dulu ya. Bapak tidak keberatan kalau saya numpang di mobil sebentar?” Rio tersenyum, “Santai saja, saya bisa menunggu kok.” Tanpa basa basi lagi, Xella segera menghubungi Mbok Rum. “Halo Mbok.” “Halo Mbak Xella, ada apa?” “Mbok, di depan kenapa banyak orang. Ada apa?” “Anu Mbak, nanti Mbok jelaskan di rumah saja. Mbak Xella ada di mana?” “Saya lagi di depan dan liat ada banyak orang jadi saya belum berani masuk.” “Mbak Xella masuk lewat pintu samping saja ya, nanti Mbok bukain pintu di sana.” “Iya sudah Mbok, saya tutup ya.” “Iya Mbak.” Xella kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. “Pak saya turun ya. Saya masuk lewat pintu samping.” “Kamu sudah tahu kenapa banyak orang?” Gadis itu menggeleng. “Belum, kata Mbok Rumi nanti saja diceritakan.” “Kamu yakin turun sendiri?” “Yakin kok Pak, memang kenapa?” “Saya takut kalau yang ditunggu sama mereka adalah kamu.” Xella tertawa mendengar ucapan Rio. “Memangnya saya siapa sampai ditungguin sama banyak orang.” “Mungkin saja mereka fans kamu.” “Pak Rio bisa saja,” jawab Xella. “Sekali lagi saya ucapkan terima kasih karena Pak Rio berbaik hati memberi saya tumpangan.” “Sama-sama, semangat revisi ya.” “Siap Pak, saya pasti semangat.” Setelah bersusah payah masuk melalui pintu samping, kini Xella sudah sampai di rumah mewah tersebut. Xella tidak sabar untuk mencari tahu apa yang terjadi. Tapi niatnya ia urungkan dulu karena harus melihat apa yang dilakukan oleh Zoe. “Mbok, Zoe mana?” Tanya Xella pada Mbok Rum yang tengah menyiapkan menu makan malam. “Ada di kamar, Mbak. Tadi Nona Zoe agak kaget karena mendengar ribut-ribut di depan.” “Nanti saja Mbok cerita, sekarang saya mau ketemu Zoe dulu.” “Iya Mbak Xella.” Xella melangkahkan kakinya ke lantai dua untuk menuju kamar Zoe. Setelah sampai, perlahan gadis itu membuka pintu kamar bocah manis dan mendapati Zoe sedang melihat-lihat buku dongeng yang Xella belikan. “Hai,” sapa Xella Seperti biasanya, bocah itu akan memberikan senyum termanis ketika Xella menyapa. “Kakak sudah pulang?” “Sudah, baru saja sampai. Maaf ya kalau kamu jadi belajar sendiri.” Zoe menggeleng. “Enggak apa-apa kok. Tapi aku takut Kak Xella, di depan ada banyak orang.” Xelle mendekatkan tubuhnya ke arah Zoe duduk. Perlahan gadis itu memeluk Zoe sambil tangannya mengusap lembut punggung anak itu. “Jangan takut, nggak terjadi apa-apa kok. Lagi pula, Zoe sudah ada di tempat aman jadi jangan merasa takut lagi ya.” Gadis kecil itu mengangguk dalam pelukan Zoe. “Makasih Kak Xella sudah jagain dan jadi teman aku.” “Sama-sama sayang.” Setelah selesai menenangkan Zoe dan menemani anak itu belajar membaca agar semakin lancar, kini Xella sedang bersama dengan Mbok Rum. Gadis itu sedang meneguk air minum hingga habis satu gelas penuh. Entah apa yang menyebabkan Xella begitu haus. “Orang-orang itu sudah pergi ya, Mbak?” tanya Xella. “Sudah Mbak, setelah diancam sama Pak Sapto mau dilaporin pihak berwajib karena mengganggu ketenangan akhirnya mereka pergi.” “Memang ada apa sih kok banyak orang?” Mbok Rum nampak panik saat Xella mengajukan pertanyaan tersebut. “Itu Mbak, mereka kira rumah ini milih orang terkenal. Mbok lupa siapa yang dimaksud sama mereka, dan datang ke sini mau wawancara. Pokoknya Mbok nggak paham deh apa tujuannya dan siapa yang dimaksud.” Mendadak Xella merasa ada yang mengganjal dari cerita Mbok Rum. “Mbok, keluarga ini beneran bukan orang kriminal kan? Kok semakin ke sini semakin misterius sih?” Mbok Rumi terkekeh geli melihat ekspresi wajah Xella yang ketakutan. “Sebenarnya, pemilik rumah ini suka makan daging….” “Daging apa?” Tanya Xella merinding. “Daging ayam dan daging sapi,” bisik Mbok Rum yang hampir membuat Xella jantungan. “Mbok Rum ih!” “Habisnya Mbak Xella curiganya kelewatan. Kalau pemilik rumah ini kriminal, berarti Mbok juga ikutan jadi kriminal dong.” “Ya habisnya banyak rahasia di rumah ini sampai Mbok Rumi nggak mau cerita siapa orang tua Zoe.” “Sabar Mbak, sebentar lagi pasti tahu kok.” Selalu saja Xella mendapat jawaban yang sama dari asisten rumah tangga itu. Disela-sela mengerjakan revisi, Xella kembali teringat dengan ucapan Mbok Rumi kalau sebentar lagi ia akan tahu siapa orang tua dari Zoe sekaligus siapa majikannya. “Bisa-bisanya gue kerja tanpa tahu siapa majikan gue. Kenapa juga lo harus terjebak sama omongan Mas Ian, harusnya kan lo selidiki dulu latar belakang tempat lo bekerja, jangan main sikat aja,” gerutu Xella yang kesal pada dirinya sendiri. Gadis itu menghela napas kasar, pandangannya kembali ke layar laptop di hadapannya. “Tapi kalau gue nggak terima, bisa saja Zoe semakin kesepian dan rasanya menyedihkan membayangkan hal itu. Zoe anak baik dan gue suka dengan anak itu walaupun kadang gue bisa melihat sorot kesedihan di mata cantiknya.” Xella berpikir sejenak. “Tunggu deh, Mas Ian kan manajer artis pasti ada dong infonya siapa artisnya. Atau gue cari di internet kali ya.” Xella sudah siap mengetik di kolom pencarian siapa artis yang dipegang oleh Ian. “Nggak nggak, semakin banyak gue tau maka beban gue makin nambah. Yang ada skripsi gue nggak kelar karena drama keluarga ini. Udah ah tunggu Mas Ian yang cerita, mending gue mikirin yang lain.” Di balik kegundahan hatinya, bayangan Rio melintas di pikirannya. Xella tersenyum malu, rasanya seperti mimpi baginya bisa sedekat tadi dengan dosen pembimbingnya. “Ah Pak Rio memang manisnya ngalahin gula. Pantesan semut macam gue nggak bisa nolak pesonanya,” ucap Xella dalam hati sambil senyum-senyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN