6. KEKEPOAN XELLA

2357 Kata
Hampir sebulan sebagai pengasuh Zoe, rutinitas Xella diawali dengan bangun setengah enam pagi. Hal pertama yang ia lakukan setelah cuci muka dan gosok gigi adalah mendatangi kamar Zoe. Ia mengecek keadaan bocah itu, apakah sudah bangun atau belum. Biasanya Zoe bangun jam setengah tujuh dan kadang Xella mendapati bocah cantik itu bangun pukul enam pagi. Seperti sekarang, pelan-pelan sekali Xella membuka pintu kamar Zoe. Lampu tidur yang hangat dan boneka dolphin kesayangan, menemani tidur gadis mungil itu. Xella tidak masuk dan memilih menutup kembali pintu kamar Zoe. Langkah kakinya lanjut menuruni tangga untuk menuju lantai satu. Biasanya ia akan melihat aktivitas dari mbok Rum yang sedang beres-beres rumah atau sedang menyiapkan sarapan untuk Zoe. Dan pagi ini, Xella mendapati Mbok Rum sedang di dapur sambil memutar lagu lawas yang tentunya Xella tidak terlalu tahu. “Gelas-gelas kaca, tunjukan…” “Pagi Mbok.” Sapa Xella membuat asisten rumah tangga itu diam. “Kok berenti, lanjut dong Mbok. Biar saya yang dengerin.” Mbok Run tersipu malu karena kedatangan Xella. “Ah Mbak Xella, si Mbok kan jadi malu.” “Malu sama siapa sih, Mbok? Di rumah ini kan cuma ada saya sama Zoe, Pak Sapto jaga di depan jadi nggak mungkin denger. Lagian ya, kenapa buat rumah sebesar ini kalau yang tinggal hanya beberapa orang saja.” “Ya namanya juga orang kaya Mbak, suka-suka mereka punya rumah sebesar apa.” sahut Mbok Rum yang tengah membersihkan meja makan. Xella berdiri di depan dispenser, membawa gelas untuk mengambil air minum. “Iya juga sih, tapi kasian aja gitu sama Zoe. Tinggal di rumah sebesar ini pasti bikin dia tambah kesepian.” “Kan sekarang ada Mbak Xella, jadi dia nggak akan kesepian.” “Ya sih, tapi dulu pasti kesepian kan.” “Non Zoe juga baru kok tinggal di sini,” celetuk Mbok Rum. Xella menghentikan aktivitasnya meneguk air minum setelah mendengar ucapan Mbok Rum. Ia mendekati wanita itu dan berdiri di sebelahnya. “Emang dulu Zoe tinggal di mana?” Mbok Rum kaget dengan pertanyaan Xella. Ia tidak sadar sudah mengatakan hal yang harusnya ia rahasiakan. “Itu lho Mbak, di rumah yang lain. Kan orang tua Zoe punya banyak rumah.” Jawaban Mbok Rum tidak memuaskan bagi Xella dan ia masih penasaran. “Terus kenapa sekarang Zoe ditinggal di sini?” “Ya kan Mbak tau kalau orang tua Non Zoe sedang sibuk kerja. Bukan ninggalin tapi karna memang lagi kerja.” Sahut Mbok Rum lalu pergi dari meja makan. “Mbok mau bikin sarapan untuk Non Zoe dulu ya.” Tidak ada yang bisa Xella lakukan karena ia sadar tidak seharusnya terlalu penasaran dengan keluarga Zoe, apa yang dilakukan orang tuanya sampai ia tidak diperbolehkan tahu mengenai keluarga ini. “Jiwa kepoku meronta-ronta tapi apa daya, aku masih butuh kerjaan jadi sebaiknya aku tahan,” gumam Xella. *** “Cut!” Teriakan sutradara menandai berakhirnya adegan yang harus dijalani Kai. Sebagai artis yang sudah berkecimpung lebih dari lima tahun, Kai terkenal dengan pembawaan yang profesional. Pria itu terkenal dengan sikapnya yang tenang, dingin, namun ramah dengan para penggemar. Sikap profesionalnya membuat para produser dan sutradara selalu segan dengan Kai karena pria itu selalu berhasil membuat proyek yang mereka jalani sukses besar. Entah akting atau menyanyi, Kai selalu mampu melakukannya dengan baik. Dibalik kesuksesan karir seorang Kairo Tama, ada satu hal kadang membuat asisten pribadi serta manajernya kelimpungan yaitu, sikap Kai terlalu perfectionist sehingga keduanya selalu kewalahan. Kai punya standar tinggi soal makanan dan tempat tinggal atau tempat istirahat selama bekerja. Ia tidak mau makan makanan yang tidak sehat dan ia harus di tempatkan di tempat yang bersih kecuali saat adegan dalam drama atau film. Tapi, sikap ini selalu berusaha dimaklumi karena kerja keras Kai yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kai duduk di kursi lipat miliknya yang nyaman. Popy datang membawakan minum serta kipas portabel untuk bosnya. Popy juga dengan sigap membersihkan keringat di wajah tampan artisnya. Meski cuaca mendung tapi suhu di kota Yogyakarta cukup panas, membuat siapa saja cepat berkeringat. “Tinggal berapa scene lagi untuk hari ini?” tanya Kai sambil meneguk minumnya. “Tiga lagi, bos.” Ucap pria kemayu yang sudah menemani Kai selama tiga tahun. “Mas Ian lagi beli makan. Aku kasih tau sebelum bos nanya.” “Beli makan apa ketemuan sih? Perasaan selama di sini, kerjanya ngilang terus.” “Yah nggak tau bos, kan aku nggak pernah ngikutin dia.” Popy menyerahkan ponsel milik Kai kepada pria itu. “Tadi beberapa kali bunyi dan itu dari rumah. Aku angkat, ternyata dari Mbok Rum.” Kening Kai mengkerut mendengar ucapan asistennya. Tangannya segera mengambil ponsel miliknya, lalu melihat kebenaran dari ucapan Popy. Benar saja, ada panggilan masuk dari Mbok Rum dan Kai yakin ini pasti menyangkut Zoe. “Ya sudah, aku mau istirahat sebentar.” Ucap Kai pada asistennya. “Oke bos,” jawab Popy dengan sikap centil. Kai melihat ke sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitarnya saat menghubungi asisten rumah tangganya. Ketika melihat situasi sudah aman, Kai mulai menghubungi Mbok Rum untuk mengetahui tujuannya menelepon beberapa kali. “Halo Mbok, ada apa telpon saya beberapa kali? Saya baru istirahat.” “Halo Tuan Kai, maaf kalau Mbok ganggu. Tapi ini, Non Zoe nanyain Tuan Kai terus. Mbok Rum nggak tega liat Non Zoe diem-diem nangis.” “Nangis? Pengasuhnya tau kalau Zoe nangis?” “Nggak Tuan, kebetulan aja kalau Non Zoe nangis, Mbak Xella lagi ke kampus untuk bimbingan atau ngurus skripsi.” Kai menghela napas pelan mendengar penuturan Mbok Rum. “Apa dia sering ninggalin Zoe karna urusan kampus?” “Nggak Tuan, Mbak Xella cukup bertanggung jawab ngurus Zoe. Dia anaknya pintar kalau ngatur waktu dan sabar kalau nemenin Non Zoe belajar.” “Ya sudah kasih penjelasan Zoe kalau beberapa hari lagi saya pulang. Sebentar lagi syutingnya selesai.” “Baik Tuan.” “Oh iya Mbok, apa wartawan masih suka datang ke rumah?” “Nggak Tuan, mungkin karna mereka tau kalau Tuan Kai di Jogja.” “Kalau gitu saya tutup telponnya. Saya mau istirahat dulu.” “Baik Tuan Kai. Semoga semua lancar dan sehat selalu.” “Makasih Mbok, baik-baik di Jakarta.” Setelah mengakhiri sambungan telepon dengan salah satu orang kepercayaan di rumah, kini Kai ingin istirahat sebelum scene selanjutnya. Baru saja ingin santai, tiba-tiba asisten pribadinya datang kembali menghampirinya. “Bos.” Panggil Poppy Kai memberikan tatapan tajam kepada pria manis itu. Ia kesal karena Popy mengganggunya padahal sudah tahu kalau ia butuh istirahat. “Apa lagi sih?” “Aanu bos, ada yang mau wawancara.” Ucap Popy takut-takut. Pria itu menggeram halus karena kesal. “Bukannya sudah ada kesepakatan kalau nggak akan ada wawancara di hari-hari terakhir syuting?” “Tapi Helena menyanggupi dan sutradara juga nggak masalah karna itung-itung promosi tipis-tipis film. Jadi Helena minta bos juga ikutan.” “Astaga, Helena!” Helena adalah lawan main Kai di film kali ini. Wanita berparas cantik itu terkenal dengan kemampuan aktingnya dan semua penggemar sudah sangat menunggu kolaborasi antara Kai dan Helena. Kai sendiri tidak ada masalah jika berpasangan dengan lawan main siapa pun asal tidak pernah tersangkut skandal atau kasus negatif. Tidak ada yang bisa Kai lakukan selain menuruti keinginan Helena. Ia hanya ingin menghindari pertanyaan yang menyerempet mengenai hubungannya dengan Helena karena mereka berusaha bersikap profesional tanpa melibatkan perasaan pribadi. *** “Good night cantik,” ucap Xella lalu mengecup pelan kening Zoe ketika anak itu sudah tertidur pulas. Tidak lupa, sebelum Xella meninggalkan kamar, ia kembali mengecek situasi di kamar Zoe, memastikan semuanya aman. Bagaimanapun juga, ia punya tanggung jawab terhadap bocah itu. “Mimpi indah, Zoe.” Gumam Xella lalu pergi dari kamar itu. Waktu menunjukkan pukul delapan malam dan Xella masih belum mengantuk. Ia juga sedang tidak ingin berkutat dengan skripsi karena otaknya sedang tidak ingin diajak berpikir berat. Akhirnya, Xella memutuskan untuk pergi ke lantai satu, entah sesuatu apa yang akan ia temukan di rumah megah itu. Ketika menuju ruang keluarga, sayup-sayup terdengar suara yang berasal dari televisi layar datar dengan ukuran cukup besar. Kaki Xella melangkah ke sana dengan pelan dan mencari tahu siapa yang ada di sana. “Mbok Rum toh, saya kira siapa.” Ucap Xella membuat wanita yang rambutnya mulai memutih itu terkejut. “Mbak Xella, bikin kaget aja.” “Nonton apa sih, Mbok? Serius banget.” Xella duduk di lantai yang dilapisi karpet khas timur tengah, bersama dengan Mbok Rum. “Lagi nonton infotainment,” jawab Mbk Rum. Pandangan Xella beralih ke televisi yang menampilkan sosok pria dan wanita yang sedang diwawancarai. “Emang jam segini ada acara begitu ya? Bukannya sinetron istri teraniaya atau sinetron dari India?” “Ada Mbak, ini buktinya Mbok lagi nonton.” Mbok Rum nampak fokus melihat acara tersebut. “Itu Kairo kan? Yang jadi pemain film, sekaligus penyanyi terkenal?” “Iya Mbak, ganteng kan?” Tanya Mbok Rum antusias. “Udah ganteng, berbakat juga. Suami idaman banget.” Xella mengangguk, sependapat dengan ucapan Mbok Rum. Sedikit banyak ia tahu siapa Kairo Tama Xander dan ia mengakui kalau pria itu berbakat segala bidang. “Dia lagi main film ya?” “Iya, lagi syuting di Jogja.” “Wanita itu lawan mainnya?” “Iya Mbak, cocok kan mereka berdua main bareng?” Melihat wajah semringah dan antusias Mbok Rum, membuat Xella merasa aneh dengan wanita di sebelahnya. “Kok Mbok Rum tau banget sih?” “Saya kan ngefans sama Kairo, Mbak. Makanya saya tau semuanya tentang dia.” Sahut Mbok Rum dengan wajah tanpa beban. “Emang Mbak Xella nggak ngefans sama aktor ganteng itu?” Xella terdiam, ia berpikir sejenak sebelum menjawab. “Biasa aja sih Mbok, tapi kalau ketemu mungkin saya bakalan minta foto.” “Wajar sih, siapapun yang punya kesempatan ketemu pasti bakalan minta foto.” “Tapi saya lebih ngefans sama Pak Rio. Nggak ada yang ngalahin sih pesonanya di mata saya.” Gumam Xella pelan. Mbok Rum menoleh, “Mbak Xella ngomong apa?” “Ah! Nggak kok, saya nggak ngomong apa-apa.” Ucap Xella. “Oh iya Mbok, sebentar lagi, saya genap sebulan kerja jadi pengasuhnya Zoe. Sesuai dengan janji Mas Ian, saya bakalan ketemu sama orang tua Zoe dan menentukan kelanjutan dari kontrak saya. Jadi artinya, sebentar lagi orang tua Zoe pulang ke rumah ini?” “Mbok sih belum dapat kabar soal itu Mbak, tapi kalau Mas Ia ngomong gitu sama Mbak Xella, berarti iya.” Untuk kali ini, Xella benar-benar tidak bisa mengorek informasi sedikit pun dari Mbok Rum. Ia cukup salut karena Mbok Rum benar-benar menjaga privasi majikannya. Sampai saat ini yang ia tahu, selama kenal dengan asisten rumah tangga di rumah orang tuanya, mereka suka berkumpul di sore hari sambil ngerumpi mengenai banyak hal. Tapi mereka berbeda dengan Mbok Rum. Tidak hanya Mbok Rum, Zeo pun tidak pernah menyebut identitas dari kedua orang tuanya. Ia juga tidak menemukan selembar foto di kamar bocah cantik itu. Jika Xella memikirkan semua tentang keluarga ini, bulu kuduknya kadang merinding karena saking misteriusnya keluarga Zoe. Sebagai orang yang ada dalam lingkungan keluarga ini, tentu saja jiwa penasarannya begitu menggebu-gebu. Tapi apa daya Xella, ia tidak bisa terlalu ikut campur karena posisinya di sini hanyalah seorang pengasuh. “Sabar aja Xell, bentar lagi juga lo bakalan tau siapa kelurga Zoe yang sebenarnya.” Xella membatin. “Skirpsi Mbak Xella gimana?” tanya Mbok Rum mengalihkan topik pembicaraan. Xella tersenyum ditanya demikian. “Syukur sampai sekarang masih lancar, Mbok.” “Mbok sih nggak merasakan posisi Mbak Xella, tapi nggak ribet kan kerja sambil kuliah?” “Nggak Mbok, saya masih bisa handle kok. Ini juga berkat Mbok Rum yang mau ngerti posisi saya dan Zoe juga nggak rewel kalau saya tinggal ke kampus.” “Sama-sama saling mengerti ya, Mbak. Semoga Mbak Xella juga cepat lulus kuliah dan dapat pekerjaan yang sesuai sama gelarnya Mbak Xella.” “Amin, makasih doanya Mbok.” “Pasti kalau sudah lulus kuliah, Mbak Xella berenti kerja di sini.” “Masih jauh Mbok, saya nggak mau terlalu mikirin itu. Untuk saat ini, saya sangat menikmati segala hal yang saya kerjakan. Menjadi pengasuh Zoe merupakan salah satu pengalaman yang tidak akan saya lupakan.” “Pacar Mbak nggak marah kalau kerja jadi pengasuh?” Xella menggeleng pelan. “Kebetulan saya jomlo, Mbok. Jadi, untuk saat ini nggak ada yang bisa ngatur hidup saya.” Sahut Xella dengan rasa percaya diri. “Kak Xella.” Tiba-tiba Xella dan Mbok Rum dikejutkan dengan kemunculan Zoe di ruang tamu. Gadis itu datang dengan wajah basah karena keringat, dan kedua tangannya memeluk boneka dolphin dengan erat. Xella segera menghampiri Zoe karena khawatir. “Zoe, kenapa bangun? Kamu mimpi buruk?” Gadis kecil itu mengangguk dengan raut wajah yang siap menangis. “Aku mimpi ketemu Daddy tapi Daddy nggak mau ketemu aku. Daddy pergi sama orang lain.” Ucapnya lalu tangisnya pecah. Xella segera memeluk bocah cantik itu dan berusaha menenangkannya. “Sayang, jangan sedih. Itu kan cuma mimpi dan nggak mungkin Daddy ninggalin kamu.” “Aku kangen sama Daddy, aku mau ketemu sama Daddy.” Ucap Zoe sambil terisak. “Non, sebentar lagi Daddy pasti pulang. Non Zoe sabar ya, jangan nangis.” Mbok Rum ikut menenangkan. Saat menenangkan Zoe, dalam pikirannya Xella bertanya-tanya kenapa hanya sang ayah yang Zoe rindukan. Lalu, sang ibu di mana dan apa yang terjadi dengan wanita itu, kenapa Zoe tidak merindukan ibunya. Pertanyaan itu terus berputar-putar dalam pikiran Xella. Xella mengurai pelukannya, menatap wajah basah gadis mungil itu. Perlahan, tangannya mengusap air mata yang masih mengalir ke pipi Zoe. “Kita ke kamar lagi ya. Kak Xella temenin Zoe sampai bobo lagi. Kita berdoa semoga Zoe nggak mimpi buruk dan Daddy cepet pulang.” “Kak Xella bobo sama aku ya?” pinta Zoe dengan wajah memelas. Gadis itu mengangguk dengan senyum mengembang. “Oke, Kak Xella temenin Zoe bobo sampai pagi. Sekarang, jangan nangis lagi ya.” Pelan-pelan, Xella melihat Zoe berusaha menghentikan tangisnya. Pemandangan sedih yang harus Xella saksikan tanpa bisa melakukan apa-apa selain menghibur Zoe. Kesedihan bocah itu tidak bisa Xella abaikan, karena ia juga pernah merasakan rindu teramat dalam kepada orang tuanya, seperti saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN