4# Yang Terenggut

1703 Kata
Illyana menatap Diftan lama seakan ingin menjelaskan dari apa yang sudah dilihatnya kini. Tentang siapa Zidan dan statusnya. Hati perempuan mana yang tidak akan menerima jika ada lelaki yang sekarang menjadi pertimbangan telah memiliki dari anak perempuan lain, dan itu tidak diketahuinya. "Bunda," panggil Zidan menyadarkan Illyana dari keterpakuannya. Illyana tersenyum pada bocah kecil yang masih polos itu. "Iya Sayang," ucap Illyana lembut. Bagaimana pun Zidan hanya seorang anak kecil yang tidak berhak dan tidak tahu apa-apa. Terima kasih atas bantuan orangtuanya. Illyana memang kecewa, tapi ia tidak bisa marah pada Zidan yang masih lugu dan lucu itu. "Bunda Zidan kangen Bunda, boleh Zidan peluk Bunda," ucapkan terima kasih Zidan membuat hati Illyana tertegun kemudian merengkuh Zidan dalam peluknya. "Bunda juga kangen sama Zidan," ucapnya saat Zidan memeluknya dengan erat seolah bocah itu takut untuk dibuang. "Nanti Zidan mau cerita ke teman-teman, kalau Zidan punya Bunda. Biar Zidan nggak dikatain lagi sama mereka karena nggak punya Bunda." lagi-lagi ucapan Zidan terasa mengiris hati Illyana. Kelau Zidan tidak pernah bertemu dengan ibu kandungnya. Lalu dimanakah ibu yang sudah mengandung dan membawa Zidan. Segitu teganya kah Diftan diambil Zidan dengan ibu kandungnya. Hati Illyana kembali bertanya-tanya. "Zidan, Bundanya capek. Biar istirahat dulu ya." ucap Ali mengisyaratkan pada Zidan untuk memberi waktu Illyana menerima. "Bukan apa Mas, aku nggak capek kog." "Tapi Zidan harus belajar kan Sayang. Biar bunda istirahat dulu." sela Ali. Zidan segera menuruti perintah Ali dan beranjak darinya dan Illyana. "Aku ingin kita bicara Mas," ucap Illyana saat Zidan sudah berlalu dari pertemuan mereka. Illyana sudah menahannya sejak tadi. Ia ingin segera bertanya pada Diftan tentang siapa Zidan dan rahasia apa yang disembunyikan darinya. "Bicaralah, aku tak punya banyak waktu. Setelah ini aku harus ke rumah sakit." ucap Diftan dingin. "Zidan. Siapa Zidan yang sebenarnya Mas? Kenapa Mas tidak jujur saja sebelum kita menikah, jika Mas sudah memiliki seorang anak." Il ly mengeluarkan mengeluarkan mengeluarkan semua semua semua semua semua semua semua semua tanya tanya tanya tanya tanya tanya tanya tanya tanya "Kenapa? Apa kau menyesal menikah denganku dan tidak sesuai dengan harapanmu." sahut Diftan masih dengan raut datarnya. "Aku tidak pernah menyesal atas apa yang sudah menjadi takdirku Mas, tapi mengapa Mas tidak berusahan jujur setuju. Apa aku ini tidak berarti apa-apa di mata Mas Diftan." Illyana berusaha tegar namun airmata sudah jatuh dikedua sudut matanya. "Apa sudah selesai bicaramu. Aku pergi." Diftan pergi meninggalkan Illyana sendiri yang masih belum terputus akan menjawab yang ia harapkan. "Astaghfirullah, berilah aku kesabaran selalu ya Rabb." batin hati Illyana. Illyana melihat bik Sum sedang sibuk di dapur. Sementara Zidan belajar sehabis itu ia tertidur saat Illyana menengok ke kamarnya. Illyana berniat ingin membantu bik. Sum di dapur dan ia juga ingin bertanya-tanya pada perempuan. "Masak apa Bik? Biar aku bantu ya," ucap Illyana pada bik Sum. "Eh, tidak usah Non. Biar bibik saja yang berhasil sendiri." tolak bik Sum. "Tidak apa-apa Bik, aku sudah biasa kog. Bik di rumah selalu bantuin Mama kalau lagi masak." Illyana tetap mengambil sayuran di meja dan mulai memotong-motongnya. "Bibik sudah lama bekerja di sini?" "Iya Non, sudah sejak den Zidan bayi." jawab bik Sum. "Berarti Bibik tahu dong ya, siapa ibu kandung Zidan? Tolong Bik, ceritain semua sama aku." ucap Illyana dengan raut wajah memohon pada bik Sum. "Ma..af Non, bibik nggak tahu. Sejak bibik masuk ke rumah ini den Zidan hanya tinggal bersama sama den Diftan." jawab Bik Sum agak tergagap. "Kenapa Mas Diftan ingat Zidan dariku ya Bik? Mas tidak jujur kalau sudah punya anak." eluh Illyana pada bik Sum. "Yang sabar ya Non, den Diftan itu sebenarnya baik sekali orangnya dia juga penyayang. Sama den Zidan saja yang bukan ---" "Bukan apa Bik?" Illyana semakin penasaran dengan ucapan bik Sum yang berhasil itu. "Tidak Non, bukan apa-apa. Non istirahat saja, biar bibik yg nerusin semua." Illyana yakin bik Sum tanyakan sesuatu tapi dia mungkin susah janjikan pada Diftan untuk tidak mengatakannya. Jam masih menunjukkan pukul empat sore. Illyana melanjutkan untuk mandi dan melaksanakan shalat ashar. "Bunda," pintu kamar Illyana terbuka saat ia akan membuka shalatnya. Ternyata Zidan yang sudah bangun dan terlihat rapi seperti habis mandi. "Iya Sayang kenapa?" tanya Illyana lembut. "Bunda mau ngapain?" Illyana mengernyit bingung. Apa segitu sibuknya Mas Diftan sampai-sampai tidak pernah diminta dan mengenalkan pada Zidan apa itu shalat dan ibadah. Batin hati Illyana. "Bunda mau shalat Sayang, Zidan mau shalat juga sama Bunda?" tanya Illyana dan diangguki oleh Zidan. Illyana membantu dan mengajari Zidan mengambil wudlu dan membaca niat shalat. Zidan terlihat senang dan menuruti semua yang Illyana ajarkan. Illyana berdiri di depan sedangkan Zidan di belakangnya sebagai makmum. Illyana juga membimbing Zidan untuk membaca doa seusai shalat. Zidan sudah luamayan hafal dengan doa untuk kedua kalinya dan doa dunia akhirat karena di sekolah memang sudah disetujui. "Anak pinter," Illyana mengecup kening Zidan dengan selesei putranya yang sedang membaca doa. Illyana juga tidak tahu sejak bertemu dengan Zidan, ia sudah langsung menyayangi bocah lelaki itu. Bahkan Illyana memanggil Zidan sebagai putranya. Sementara berbagai pertanyaan masih terus berputar di pikirannya tentang siapa ibu kandung Zidan. "Bunda suapin ya Nak," Zidan mengangguk senang saat Illyana akan menyuapinya saat mereka makan malam. Tidak ada Diftan di antara mereka. Illyana hanya ditemani oleh putra kecilnya itu. Saat ini Illyana menentang bersyukur dipertemukan dengan Zidan, saat Diftan sibuk dan meninggalkannya kini tersedia Zidan yang menemani dan menjadi hiburan untuknya. "Habis maem, minum s**u, gosok gigi terus bobok ya Sayang." ucap Illyana saat sudah selesei menyuapi Zidan. "Iya Bunda, tapi bacain dongemg ya buat Zidan." "Iya Sayang." Sesuai janjinya Illyana membacakan dongeng kisah-kisah Nabi dan Rasul pada Zidan hingga bocah lima tahun yang terlelap dengan damainya. Illyan memandangi wajah Zidan polos yg tengah terlelap. Wajah tanpa dosa yang tidak pantas untuk dibenci hanya karena kesalahan kedua orangtunya. 'Siapapun kamu Nak, bunda berjanji akan menyayangimu sepenuh hati.' ucap Illyana mengecup kening Zidan sebelum beranjak dari kamar putranya itu. Sudah pukul sebelas malam dan Diftan belum kembali juga. Illyana sedikit puas sebagian besar di kamar yang luas dan penuh dengan barang-barang Diftan itu. Hawa dingin dari AC seakan menambah rasa sepih yg sekarang Illyana rasakan. *** "Hai tampan, mau minum." tawar-menawar dengan pakaian seksinya dan tampang santai. Diftan tidak menjawab namun menerima gelas berisi minuman yang ditawarkan oleh si wanita tadi. Diftan menyesap minumannya hingga tanda. Entah sudah banyak botol yang ia habiskan di tempat ini. Ditambah segelas lagi yang dibawakan oleh wanita tadi. Mata Diftan berkabut, selagi diterima gelenyar aneh dalam dirinya. Sementara si wanita tadi sudah mulai melancarkan aksinya. Tangannya bergerillya mengusap d**a bidang Diftan mengenakan mengerang. 'Sial !! " ucap Diftan saat menyadari ada sesuatu yang dicampurkan di dalam minumannya tadi. "Ayolah, aku akan memuaskanmu." goda wanita itu dengan senyum yang seringainya. Diftan segera menepis saat tangan wanita itu akan bergerak lebih dan membuatnya semakin terlena. Diftan memang suka minum dan tidak jarang sampai habis, tapi malah lebih suka dewa malam para permpuan malam yang menawarkan kepuasan dan kesenangan sesaat. Malam ini Diftan lengah, ia tidak membahas saat menerima minuman dari w*************a tadi. Sudah menjadi rahasia umum jika mereka mau melakukan apa saja demi mendapatkan pelanggan. Mencampur obat pada minuman yang ditawarkan dan memberikannya pada setiap pria yang datang. Sesaat setelah obat dikeluarkan si wanita akan terus-terusan melepaskan aksinya, melepaskan hingga sang lelaki tidak tahan dan terlena. Jika sudah seperti itu pasti keesokan paginya mereka akan terbangun di sebuah ruangan dengan tubuh polos dan sudah bisa dipastikan si wanita akan memeras dan meminta bayaran karena sudah memberikan kepuasan. "Minggir !!" ucap Diftan pada si w*************a. Diftan aktifnya menuju mobil dan beranjak pulang sebelum ia lebih jauh terlena karena menyangkut obat yang dicampurkan di minumannya. Hawa Panas. Gelenyar aneh terus meminta dalam inti meminta untuk segera dilepaskan. Illyana terbaring seorang diri dalam ranjangnya. Sedari tadi ia hanya bisa membalikkan posisi tanpa dapat terpejam. Hatinya kembali menerawang tentang saat dikembalikan. Ini bukan pertama kalinya Diftan meninggalkannya selarut ini. Kemarin saat malam pertama mereka pun Diftan sudah meninggalkannya seorang diri. Illyana mendengar derap langkah menuju kamarnya. Segera bangkit dan dibuka. "Mas Diftan." pekiknya kaget saat dibuka tiba-tiba Diftan langsung menubruk dan memeluknya erat. Illyana mencium bau alkohol yang menyeruak dari mulut Diftan. Ia berusah melepaskan pelukan Diftan, namun sebaliknya malah menyentaknya hingga kini ia terbaring di ranjang dengan Diftan sudah berada di atas di atas. "Astaghfirullah Mas, sadar Mas kamu sedang bangun." rintih Illyana mencoba melepaskan diri dari kungkungan Diftan. "Diamlah! Aku menginginkanmu, aku alias melakukan selembut mungkin." bisiknya tepat di telinga Illyana. Diftan mulai melancarkan aksinya. Satu persatu penghalang membelakangi dan Illyana ia kirim hingga tak tersisa. Illyana bahkan sudah menitikan airmatanya dengan apa yang Diftan perbuat menantang. Melayani suami memanglah menginginkannya sebagai seoarang istri. Tapi apa salah jika Illyana meminta Diftan melakukan dengan cinta dan memenuhi kasih sayang. Bukan dengan cara seperti ini, ditambahkan di bawah penggunaan alkohol. Illyana seakan menjadi wanita paling lacur saat Diftan meminta haknya dengan paksa dan tidak sadar. Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah Diftan akan tetap tenang dan menantang. Mata Diftan semakin berkabut melihat Illyana di bawahnya. Rasa tenang yang sedari tadi tertunda ingin segera ia lampiaskan. Setengah sadar Diftan berhasil merenggut sesuatu yang sangat dijaga selama ini oleh Illyana. Suara isakan dan jeritan Illyana seakan tak mampu menyadarkan Diftan dari apa yang sudah diperbuatnya. Illyana semakin terisak saat menikmati rasa sakit di bawah inti yang sudah di koyak oleh Diftan. Bukan hanya itu, tapi rasa rasa dihatinya lebih dalam rasanya. Meskipun melakukan demganisasi tetapi Illyana menerima seakan sedang di perkosa oleh Diftan. Tidak ada kecupan sayang di keningnya, tidak ada ucapan doa dibisikan ditelinganya saat akan mulai penyatuan. Malam pertama yang harus dilakukan dengan penuh keindahan. Tidak ada keindahan sama sekali malam ini. Illyana sakit, ingat sakit mengingat mahkotanya terenggut dengan cara seperti ini. "Ampuni aku ya Allah." ucapnya di sela isakannya. Illyana menarik selimut untuk memudahkan tubuh polosnya. Ia memiringkan keterlibatan membelakangi Diftan yang sudah terlelap usai mereka melakukannya. "Kenapa harus seperti ini ya Rabb. Aku tidak tahu ini akan bagaimana. Apa Mas Diftan akan tetap tidak peduli." Mata Illyana berkabut karena tangisnya tidak berhenti. Ngilu di kemenangan tidak lebih dari ngilu di kemenangan. Illyana hanya berharap dengan apa yang sudah terjadi akan ada hikmah setelahnya. Semua sudah terjadi menyesalpun tidak akan mengubah apapun. Ia berdoa saat bangun pagi esok semua akan baik-baik saja. ~~~~~~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN