Diftan melirik jam Yang melingkar di tangannya, Pukul doa dini hari. Itu berarti ia sudah menghabiskan waktu di sini lebih dari lima jam, meninggalkan Illyana sendiri.
Hingar bingar suara dentuman musik masih terdengar memekakkan telinga. Para wanita dengan pakaian kurang bahan dan sorot mata lapar seakan siap menerkam terlihat berpindah-lalang mencari mangsa. Bau alkohol dan asap rokok memenuhi setiap sudut ruangan. Ya, di sinilah Diftan sekarang menghabiskan waktu di klub yang tidak jauh dari hotel tempat menginap dan Illyana, pulang sambil bertanya di malam hari.
Sudah hampir waktunya subuh saat Diftan memutuskan kembali ke kamar hotel, menginap sebelumnya ia pernah minum tetapi tidak sampai selesai bersantai parah. Diftan berhasil melirik Illyana yang berbaring di ranjang mereka dengan posisi miring. Seakan tidak peduli saat ini ia memiliki seorang istri, ia tidak peduli dengan Illyana. Diftan langsung dijatuhkan di sofa dan tertidur di sana.
Illyana terbangun saat bunyi suara adzan dari alarm yang ia tetapkan pada waktu subuh berbunyi. Ia melihat di sebelahnya masih kosong, tidak ada Diftan di sana. Namun saat akan dihapus, mata Illyana ditangkap sesosok yang tengah berbaring melingkar di sofa. Hati Illyana berdenyut melihat pilihan yang lebih memilih untuk tidur di sofa daripada di tempat tidur bersamanya.
Bergegas Illyana mengambil selimut untuk kemudian ia pakaian pada Diftan yang tengah terpejam.
"Astaghfirullahaladzim," ucap Illyana ketika mencium bau alkohol menyeruak dari tubuh Diftan. Illyana kaget saat mendapati Diftan ternyata suka minum-minuman beralkohol. Hatinya sakit mendapati suami yang dia idam-idamkan menjadi imam dunia-akhiratnya ternyata gampang sekali melakukan perbuatan maksiat.
Apakah perempuan baik-baik saja untuk lelaki yang baik? Lalu kenapa Illyana yang selama tinggal harus mendapatkan kebaikan dalam diri Anda harus mendapatkan Diftan sebagai pendampingnya. Apakah Tuhan tidak adil disetujui? Ataukah ini adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menerima kesabarannya.
Lebih suka dengan yang kedua. Dalam hati ada keyakinan, jika ada yang terjadi pada saat muncul merupakan ujian untuknya agar bisa meninggikan derajadnya di mata Sang Khalik.
Seusai menyelimuti Diftan, Illyana langsung mengambil air wudlu untuk melaksanakn shalat subuh. Illyana terpekur sendiri dalam sujudnya, tidak ada Diftan yang menjadi imamnya. Sementara Illyana bercita-cita karena ia ingin sekali shalat di imami oleh pemulihan setiap saat setelah sudah menikah.
"Ya Allah ya Rabb, aku ikhlas jika memang ini adalah bentuk dari ujianmu kepadaku. Aku mempercayai tidak akan membantu manusia melebihi batas kemampuannya. Aku yakin jika aku bisa mendukung sikap aku, berilah selalu demi aku. Beri aku semua yang bisa berbatas ya Allah. Hadirkanlah cinta di hati untukku ya Rabb, selalu berkahi dan lindungi ikatan pernikahan kami. Jadikan ikatan suci dengan kami sebagai ladang dalam mencari ridha dan pahalamu ya Allah, "kata Illyana di dalam doa dalam setiap sujudnya.
Illyana menimbang-nimbang antara ingin membangunkan Diftan untuk shalat subuh atau tidak. Diftan baru saja terlelap beberapa menit yang lalu, ia memberikan tidak enak dan terima kasih saat membangunkan itu. Namun Illyana juga tidak bisa menghilangkan keinginannya sebagai seorang istri yang harus selalu mengingatkan semua kebaikan dan ibadah.
"Assalamuallaikum, Mas. Waktunya subuh, Mas Diftan shalat dulu ya, habis itu baru tidur lagi."
"Hmm." hanya lenguhan Diftan yg terdengar dalam geliat tidurnya.
"Mas, lewati subuh." Kembali Illyana pindah Diftan yang terbaring di sofa dan menepuk lembut lengan pertimbangan.
"Apaan sih !! Berisik banget. Kepalaku mendorong jangan ganggu aku!" ucap Diftan masih dengan mata terpejam.
Illyana sampai kaget mendengar kata-kata Diftan yang terkesan kasar. 'Sabar Ly, mungkin Mas Diftan lagi tidak enak badan atau kecapekan.' bisik hati Illyana.
Meskipun airmata sudah mengepul di pelupuk mantel namun Illyana tetap memegangnya sekuat tenaga. Ini baru awal perjuangannya. Ia tidak bisa cengeng.
Dinginnya embusan angin subuh menjadi teman setia Illyana pagi ini. Selepas Diftan menolak untuk membangun dan melaksanakan subuh, Illyana memilih membaca buku tentang bagaimana memperoleh cinta yang hakiki. Illyana terduduk di bangku balkon hotel yang menyajikan pemandangan geliat pagi kehidupan ibukota.
Cukup lama Illyana terduduk di balkon hotel hingga mentari menampakan sinarnya. Ia melirik Diftan yang masih terpejam seperti sofa bayi. Illyana menikmati perutnya sedikit, mungkin ini karena ia tidak perlu makan semalem karena terlalu sibuk menunggu tamu saat
resepsi berlangsung. Illyana ingin memesan sarapan untuknya dan Diftan, tetapi ia ingin menunggu sampai Diftan bangun.
"Bersiaplah kita akan pergi sepuluh menit lagi." suara serak khas bangun tidur mengagetkan Illyana yang masih duduk di luar kamar. 'Ya Allah, sejak kapan Mas Diftan bangun.' batin Illyana saat melihat Diftan berdiri di belakangnya.
"Mas sudah bangun. Kita akan menyiapkan kemana Mas?"
"Sudahlah, tidak perlu banyak bertanya. Nanti juga kau akan tahu sendiri.
Illyana ingin bertanya kemana Diftan akan mengajaknya pergi. Tapi kata-kata Diftan mengatur bungkam seketika. Ini masih pagi, itu tidak ingin marah-marah menyambut hari menyetujui sebagai suami.
Illyana menuruti kata-kata Diftan untuk segera mengemasi baju dan barang-barangnya.
"Kalau sudah siap lebih baik kita sekarang."
"Iya Mas,"
Diftan berjalan duluan di Susul Illyana dibelakangnya. Dua tas besar ada di tangan Illyana, baju bajunya dan juga punya Diftan besar yang ada di tas besar yang ada di kedua belah pihak. Gaun pengantin dan baju ganti mereka berdua selama menginap di hotel. Namun sepertinya sia-sia membawa baju ganti sebanyak itu karena Diftan mengundang Illyana untuk pergi hotel sehari-hari setelah acara penerimaan mereka.
"Kalau berat, jangan minta tolong," Diftan yang melihat dia menjauh dari langkahnya berhenti dan meraih tas dari tangan Illyana.
"Tidak apa Mas,"
"Jalanlah duluan, aku akan mengikutimu dari belakang." Diftan menyerukan Illyana untuk berjalan.
Sepanjang perjalan hanya sunyi yang ada di dalam mobil. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Diftan untuk Illyana. Hanya sekedar sapaan selamat pagi atau hanya basa-basi. Diftan tetap dingin dan tak acuh dengan memakai Illyana.
"Turunlah, kita sarapan dulu. Kau pasti juga sudah lapar kan." mobil mereka berhenti di sebuah rumah makan dan diftan mengundang illyana untuk sarapan meminta dulu
"Mas mau pesan apa?" tanya Illyana lembut pada Diftan.
"Apa saja terserah kamu," ucap Diftan memandangi wajah cantik berbicara. Untuk pertama kalinya Diftan memperhatikan Illyana dari jarak yang sangat dekat. Hati Diftan sempat berdebar saat memandangi wajah teduh Illyana, dalam hati ia tak akan bisa menampik kecantikan itu. Namun cepat-cepat rasa itu ditepisnya.
Illyana memesan dua porsi nasi soto untuknya dan Diftan. Teh hangat ia pilih sebagai minumannya.
"Makan Mas," ucap Illyana saat pesanan mereka sudah datang.
Diftan dan Illyana menyantap makanan mereka dalam diam. Hanya denting sendok yang beradu dengan potong memecah kesunyian di antara mereka. Karena kecil Illyana memang sudah siap untuk diam saat sedang makan. Untuk itu dia memilih diam tak bersuara saat makanan masuk ke dalam mulutnya.
"Aku ke toilet sebentar." pamit Diftan sesaat setelah menikmati sarapan mereka.
"Iya Mas," Illyana mengangguk tersenyum.
"Diftan." panggil seseorang saat Diftan sedang berada di koridor toilet dan ingin kembali ke meja tempat Illyana menunggunya.
"Cindy." ucapnya datar.
Rupanya Cindy yang tadi dipanggil Diftan.
"Sedang apa kamu di sini Dif?"
"Bukan urusanmu." jawab Diftan datar pada Cindy.
"Dif, tolong. Sampai kapanpun kamu mau marah terus sama aku? Aku sudah berkali-kali meminta maaf padamu Diftan." ucap Cindy dengan wajah melasnya.
"Sudahlah. Tidak perlu diselesaikan lagi, aku sudah memaafkanmu. Lagipula aku sudah menikah sekarang."
"Tapi kamu tidak mencintainya Diftan.
"Sudah aku bilang kan. Urus saja urusanmu sendiri."
"Aku tahu kamu bisa tolong Dif? Tolong beri aku kesempatan sekali lagi Diftan."
"Kau gila Cindy."
Tanpa menyentuh Cindy berhambur memeluk Diftan. Diftan yang tidak berhasil hanya bisa pasrah saat Cindy memeluk erat-erat.
"Cindy lepaskan sekarang! Atau aku akan melepaskan kasar sama kamu."
"Dif--"
"Lepas !!" Suara Diftan mengeras membuat nyali Cindy menciut. Ia melepaskan pelukannya pada tubuh Diftan. Diftan segera beranjak pergi dari hadapan Cindy.
"Diftan aku yakin kamu belum menceritakan tentang rahasia itu ditangkap kan!"
Ucapan Cindy mau tak mau membuat Diftan melangkah langkahnya. Ia berbalik dan mengatakan sesuatu pada Cindy.
"Jangan coba-coba mengembalikan kesabaranku Cindy. Aku bersumpah tidak akan membuat hidupmu tenang jika kau mengusik kehidupan rumah tanggaku." ancamnya pada Cindy.
Diftan tidak menyadari kalau sedari tadi ada yang lolos tanpa sengaja dan tidak ada pembicaraan yang dia lakukan dan Cindy perbincangkan.
'Astaghfirullahaladzim. Ada apa sebenarnya dengan Mas Diftan dan Mbak Cindy. Rahasia apa yang Mas Diftan sembunyikan di belakangku. Ya Allah tunjukanlah apa yang menurutmu paling baik untukku. ' ucap Illyana saat tak sengaja mendengar percakapan Diftan dan Cindy.
Hati siapa yang tidak suka saat melihat di peluk oleh perempuan lain, disajikan di depan mata. Begitu juga dengan Illyana, merasa puas saat melihat perempuan yang ditunjuk Cindy yang tiba-tiba menghambur ke pelukan dukungan. Illyana bukan malaikat, ia hanya manusia biasa yang memiliki rasa sakit dalam kemenangan. Jantung berdenyut menyaksikan itu semua, kecuali saat Cindy mengucap kata rahasia yang sekarang di sembunyikanikam.
Jika Anda sedang mencari Diftan pamit ke toilet. Namun karena kurang hati-hati, teh yang ia minum tumpah tentang gamisnya. Illyana bangun ke toilet segera untuk membersihkannya. Namun langkahnya terhenti saat di samping yang terhubung ke toilet ia berbicara tentang siapa yang ia kenali suaranya. Lebih saat berbicara tentang suara perempuan itu memanggil Diftan. Illyana jadi semakin yakin kalau itu Diftan belanja. Sebenarnya tadi ia ingin cepat beranjak dari tempat itu. Namun langkahnya terhenti saat Cindy menyebut sebuah rahasia yang Diftan tutupi darinya.
'Rahasia apa yang kamu sembunyikan dariku Mas, tidak bisah kah kamu sedikit saja mengatakannya memenuhi. Kita memang menikah karena perjodohan. Tapi apa salah jika aku ingin kejujuran darimu. ' batin Illyana dalam hati.
"Apa kamu sudah selesei? Kita berangkat sekarang." ucap Diftan saat kembali dari toilet. Sementara Illyana sendiri pura-pura tidak tahu apa yang terjadi antara Diftan dan Cindy tadi. Ia kembali ke tempat duduknya saat mendengar langkah Diftan yang beranjak dari tempat itu.
"Mas,"
"Hmm."
"Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan menyetujui barangkali?" pancing Illyana saat mereka sudah kembali di dalam mobil.
"Tidak ada." ucap Diftan masih dengan wajah dinginnya.
Illyana merasa kecewa dalam hati. Kenapa Diftan tidak sulit ditolak. Namun ia tetap berpikir positif. 'Mungkin Mas Diftan butuh waktu untuk itu semua. Dan selama aku menunggu waktu itu, ku Mohon berilah aku kesabaran Ya Allah. '
"Mas, kalau boleh tahu kita mau kemana." tanya Illyana dengan hati-hati takut membuat Diftan marah dengan pertanyaannya.
"Ke rumah." sahut Diftan dengan pandangan fokus dalam kemudinya dan tanpa menoleh pada Illyana.
"Rumah? Rumah Mama atau rumah Papa Mas ,?" lagi Illyana bertanya Diftan akan bertanya ke rumah siapa. Yang diklaim Illyana dengan 'rumah mama' adalah kediaman kedua orangtuanya. Sedangkan rumah Papa adalah kediaman pak Anwar papa mertuanya.
Diftan tidak menjawab tanya Illyana. Namun mobil yang ia kendarai tiba di sebuah rumah yg terlihat luas dan asri. Ada banyak pohon di halaman depan. Diftan membunyikan klakson mobilnya dan tampak seoramg satpam berlari membukakan pintu pagar rumah itu.
Illyana mengundang rumah yang baru pertama ia datangi itu. Matanya berbinar meliahat pemandangan yang nampak asri itu. Ada banyak bunga berjejer di taman depan rumah. Juga ada taman bermain tepat di sebelah taman bunga. Ada ayunan, jungkat jungkit, dan perosotan. Juga ada satu set kecil lapangan basket mini lengkap dengan gawangnya.
Illyana tersenyum dalam hati. 'Apa Mas Diftan sudah siap itu semua untuknya dan anak-anak mereka kelak'. Batinnya.
Diftan turun di ikuti Illyana mereka masuk ke rumah.
"Den Diftan, selamat datang kembali di rumah." ucap seorang paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh paruh b dip dip dip dip dip dip dip dip dip sepertinya sepertinya dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip dip
"Assalamuallaikum," ucap Illyana saat memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, wah ini pasti datang Den Diftan ya. Cantiknya, selamat datang di rumah Non ,?"
"Illyana Bik," ucap Illyana sopan.
"Oh iya Non Illyana, kenalkan aku Bik Sum, yang biasa membantu pekerjaan di sini Non." ucap perempuan setengah tua bernam bik Sum itu.
"Ayaaaaah,"
Pandangan Illyana beralih pada bocah laki-laki kecil yang kira-kira membuka lima tahun dan berteriak memanggil ayah itu.
"Zidan," ucap Diftan langsung mengangkat bocah kecil itu dalam gendongannya.
Jantung Illyana kembali seperti tertusuk sembilu mendengar bocah lelaki itu memanggil Diftan dengan sebutan ayah.
'Astaghfirullah, apalagi ini ya Allah. Apa ini rahasia yang disetujui oleh Cindy tadi. '
"Ayah, apa itu Bunda yang Ayah janjikan akan datang?" tanya bocah kecil bernama Zidan itu.
"Bunda, Zidan kangen sama Bunda." Zidan berlari pada Illyana.
Illyana yang bingung dan masih syok tidak bisa bicara apa-apa saat Zidan menghampirinya.
Sesaat pandang bertemu dengan mata Diftan. Illyana tidak mempercayai semua ini. Diftan sudah memiliki seorang putra. "Kenapa kamu tidak jujur, Mas, terlalu sulit untukmu, ingat. Semua yang sebelumnya kamu pernah terima sebelumnya. Tapi mengapa saat kamu penghulu statusmu diterima sebagai duda. Apa kamu terima di bawah tangan Mas. Lalu kemana, Zidan. Atau jangan- jangan kamu dan biarkan Zidan, kamu lakukan itu sebelum ada pernikahan. " Illyana menebak-nebak dan bertanya sendiri dalam kemenangan.
"Astaghfirullahaladzim, jauh kan segala bentuk pikiran buruk dalam hatiku ya Rabb. Aku hanya ingin kejujuran suamiku ya Allah, apa pun yang akan dia jelaskan nanti insha Allah aku akan menerimanya dengan ikhlas. Alangkah baiknya jika kau mau lama, kejujuran lagi sama sama lain." Mas, aku ingin kejujuranmu, tentang siapa Zidan, dan siapa siapa. ", Ucap Illyana dalam hati saat Zidan mendekatinya.
~~~~~~~~~