7# Laksana Surga Di ia

1695 Kata
Illyana tertegun dan tampak takjub saat melihat Diftan yamg begitu fasih sekali membaca ayat suci Al-Quran. Seusai tahajjud tadi mereka tidak tidur, namun Diftan meminta Illyana untuk memintanya membaca tilawah. Illyana hanya beberapa ayat saja yang menerima bacaan selanjutnya ia begitu terpukau dan tak percaya saat dengan Diftan membaca Surah Al-Baqarah.  "Masya Allah Mas, sungguh merdu dan indah sekali," puji Illyana menatap kagum pada pembicaraan itu. Bagaimana ia tak mengagumi jika Diftan yang memuji tidak mengerti apa-apa yang benar-benar hafal dengan bacaan ayat suci. Illyana mengira selama ini Diftan telah lupa akan nilai-nilai keimanan dan tidak tahu apa-apa tentang ketaqwaan. 'Astaghfirllahaladzim, ampuni aku ya Rabb, yang sudah berprasangka tidak baik pada suamiku yang memang sangat luar biasa sekali.' batin hati Illyana seakan ikut trenyuh mendengarkan bacaan tilawah mendengarkan. "Terimakasih Yaank," ucap Diftan membuat Illyana kaget mendengar Diftan manggilnya dengan sebutan 'yank'. "Yaank?" ucap Illyana membantah percaya dengan apa yang ada di dengarnya. "Kenapa? Apa aku tidak boleh membiarkanmu dengan sebutan itu." Diftan menatap lekat dalam manik mata Illyana. "Mas Diftan serius dengan panggilan itu?" Illyana bertanya lagi untuk menyakinkan bertanya. Diftan meraih kedua Illyana dan menggenggamnya erat."Ada banyak yang ingin ku bicarakan padamu Yaank, tapi sebelum itu maukah kau memafkan aku dulu," ucapnya tanpa mengalihkan tatapan pada Illyana. Illyana mengangguk kecil mendengar kata-kata Diftan. "Iya Mas, aku sudah memafkan jauh sebelum Mas minta maaf, aku bisa mengerti itu." "Terimakasih sekali lagi Yaank," Diftan meraih tubuh mungil yang masih berbalut mukena itu ke dalam dekapannya. Illyana memejamkan wajah saat merasakan hangatnya pelukan Diftan dan nyamannya saat ia menyandarkan hasilnya di d**a bidang itu. "Ini untuk meminta maafku Karena harus membuatmu senang dan menangis," Diftan mengecup kedua mata Illyana. "Ini untuk kesabaran yang selalu kamu berikan dan Zidan."Illyana sampai terpejam, nikmati hangatnya, sambutlah sayang dari sapa yang baru pertama kali rasakan ini. "Mas, kamu tahu dari mana kalau aku sedih dan sering menangis?" Diftan tersenyum penuh arti mendengar pertanyaan Illyana. "Siapa yang tidak mau repot-repot setiap malam ada suara perempuan yang menangis di setiap sujudnya." ucap Diftan membuat Illyana terperangah seketika. "Jadi selama ini Mas Diftan?" Illyana baru tahu dan berhasil jika selama ini Diftan sering dikelola saat tengah malam kompilasi Illyana baru menangis dalam tahajudnya, mengadukan semua keluh kesah yang ia rasakan hanya pada Maha Kuasa. "Aku, aku selalu mengingatmu tengah malam kamu selalu menangis di tahajudmu Yaank," kali ini Diftan menangkup kedua pipi Illyana saat mengatakan itu. "Terimakasih Mas, karena masih punya kesempatan member untuk tetap berada di sisimu dan mendampingimu," ucap Illyana. Waktu masih menunjukkan pukul dua dinihari saat Diftan dan Illyana usai tahajud dan tilawah bersama. "Mas, bolehkah aku bertanya sesuatu," ujar Illyana pada Diftan yang kini berada di pangkuan Illyana masih lengkap dengan sarung dan baju kokonya. "Apa Yaank? Kalau itu tentang Zidan, maaf aku belum bisa menjawabnya sekarang," Illyana mengelus rambut Diftan lembut dan memandang wajah senang itu. "Aku tidak akan bertanya tentang Zidan jika tidak kamu sendiri yang akan membahasnya nanti, tetapi aku hanya penasaran, kamu sudah sangat fasih sekali dengan bacaan Al-Quran, jika boleh apa pun kamu bisa belajar belajar di Mas," tanya Illyana yang masih membutuhkan penasaran dengan Diftan. Diftan menerawang seperti sedang mempertimbangkan sesuatu sesaat sebelum mulai bercerita pada Illyana. "Dulu saat kelas tiga SMP aku sering ikut lomba tilawatil Yaank, lomba adzan dan juga Qiro'a." ucap Diftan lagi-lagi buat Illyana terperangah karena kagum dan kaget . "Mas, kenapa kamu melalaikan kenapa selama Penyanyi, padahal kamu Sangat Fasih Sekali Waktu melantunkan tilawah," "Tidak tahu Yaank, rasa kecewa yang membutuhkan aku lalai dengan semua kewajibanku sudah lama tidak bisa mengatur setenang dan sedamai ini di hati" Makasih ya kamu sudah menyadarkanku dari kelalaianku, kamu mau kan bisa teruskan aku bisa bisa bertahan di jalan yang benar. " Diftan bangun Dari rebahannya Dan Sekarang menatal Kembali Lekat Illyana. "Tentu Mas, aku akan Selalu Ada di Belakang kamu, shalat Satu meminta suamimu Selalu Ingat hearts Hal Kebaikan Dan kesabaran," Diftan mengecup Kening Illyana Saat mendengar penuturan berbicara ITU. Hatinya Menjadi Hangat Dan Nyaman saat berada dekat dengan Illyana. Namun sampai saat ini ia belum membantah kata cinta untuk Illyana, tapi Diftan mempercayai Illyana lah yang bisa membantah dan memahami dia apa yang ada.Diftan akan mencoba membuka kemenangan, mencoba mengikis rasa kecewa yang pernah ia rasakan sedikit demi sedikit, Diftan yakin jika Illyana akan mampu membantunya menghindari rasa itu. Diftan masih lekat memperhatikan wajah berbicara membuat Illyana menundukan meminta malu, karena terus-terusan di tatap seperti itu oleh perbantahan "Mas, kenapa melihatku seperti itu!" ucap Illyana malu. "Betapa bodohnya aku selama ini Yaank, yang tidak berhasil mengalahkan cantiknya istriku," Illyana yakin sekali jika menghadapi sekarang sudah merah dan memanas mendengar pujian yang keluar dari bibir Diftan untuk pertama kali terpilih. Diftan mengangkat wajah Illyana yang menunduk dengan kedua melepaskan,Diftan mengelus pipi lembut dengan jarinya, membuat hati Illyana berdesir karena membuatnya selembut oleh Diftan. "Mas," "Biarkan aku mengagumi keindahanmu, dibuka Yaank," Diftan masih belum dibuka suaranya, tapi sudah terulur dibuka jilbab yang sudah selesai rambut Illyana. Diftan mengelus rambut lembut Illyana dan mengecup pucuk diterima. Darah Illyan berdesir hebat saat bibir Diftan menyentuk pucuk tinggi. Meskipun belum ada kata cinta yang keluar dari bibir Diftan, tapi Illyana bisa merasakan terima kasih Diftan curahkan untuknya saat ini. "Yaank," "Iya Mas," "Maafkan aku untuk malam itu karena harus sudah menuntutnya dan tidak baik darimu," Diftan teringat kembali beberapa hari yang lalu saat ini tidak dapat lagi melihat malam pertama Illyana dengan kasar dan dalam minuman. Diftan sangat menyesali tindakannya itu. Harusnya ia datangi Illyana dengan cara yang baik bukan seperti itu. "Sudah Mas, jangan minta maaf lagi, aku sudah memaafkan Mas jauh sebelum ini." ucap Illyana lembut dan tulus. "Illyana, aku ingin meminta izin padamu," "Apa itu Mas?" "Bolehkah, aku melakukan pengambilan pada saat aku memutuskan? Aku setuju akan melakukan dengan pelan dan selembut mungkin, beri aku kesempatn untuk menebus dan menghilangkan rasa trauma karena ulahku kemarin Yaank," Wajah Illyana semakin memanas mendengar permintaan Diftan.Illyana tahu apa yang Diftan maksud. Illyana tidak menjawab dengan mengatakan, tetapi ia tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Diftan pun tersenyum sangat manis saat melihat Illyana mengangguk. Diftan mengundang ubun-ubun Illyana dan membisikkan doa di sana. Illyana terpejam saat Diftan tengah merapalkan doa pertolongan bagi suami sebelum melakukan ibadah terindah. Lagi dalam hati Illyana tidak percaya jika Diftan sangat hafal dan mengerti dengan syari'at dan sunnah sebelum melakukan itu. Jantung Illyana tak berhenti berdebar saat Diftan mulai merengkuh kembali dalam dekapan. Keringat dingin sudah membasahi telapak tangan Illyana karena rasa gugup yang teramat.  "Apa kamu masih takut Yaank?"tanya Diftan lembut saat menyadari kegugupan Illyana. "Tidak Mas, aku hanya bisa gugup saja," ucap Illyana kemudian menunduk malu karena sudah mengatakan terang-terangan kalau ia sangat gugup sekali. "Jangan gugup Sayang, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti saat ini, aku ingin kita mengingat keindahan malam yang tertunda selama beberapa waktu lalu," Illyana mengangguk dan Diftan kembali melakukan tugasnya. Meskipun Diftan belum paham yang sebenarnya apa itu cinta. Tapi ia akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Illyana. Tidak terdengar lagi kata yang keluar dari bibir mereka. Saling menerjemahkan cinta melalui bahasa tubuh, tanpa perlu diucapkan lewat kalimat, namun dapat diterima hangat sampai ke dalam hati. Illyana sendiri pun ingin menikmati debaran cinta yang selama ini terselip melalui doa dan kesabarannya. Berharap setelah ini akan timbul Sakinah, Mawaddah, dan Warohmah di dalam rumah tangganya. Tidak ada yang lebih membahagiakan dan indah saat dua insan yang telah sah dan halal melakukan penyatuan hanya karena mengaharap ridha Allah saja. Dua insan yang memiliki halal akan menciptakan kebahagiaan Laksana di Surga Dunia. Begitu pun yang saat ini Illyana dan Diftan rasakan, terima kasih, dalam laksana indahnya surga dunia. Tak ingin tahu apa itu cinta, dan mengapa tak juga di ungkapkan. Bagi Illyana Cinta itu saat insan yang halal melebur menjadi satu. Resolusi tertinggi dari cinta adalah kompilasi hubungan yang berlangsung ke jenjang pernikahan yang dilandasi dengan ikhtiar serta keikhlasan untuk menyempurnakan separuh Agama. Saat ini, kita menikah hanya karena mengharap ridha dari Allah. Tidak ada kesakitan seperti saat pertama kali Diftan menyentuhnya. Tidak ada lagi rasa takut yang akan membayangi Illyana. Yang ada hanya rasa indah dan menyenangkan yang mereka limpahkan satu sama lain. "Terimakasih Yaank," ucap Diftan mengecup kening Illyana diantara deru nafas yang masih tersengal sebelum ia kembali membacakan doa tepat di telinga Illyana. "Bundaaaaa," saat Diftan dan Illyana larut dalam suasana dan akan memejamkan mata usai penyatuan mereka, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Zidan sudah tepat di pintu depan. "Yaank, kamu nggak kunci pintunya?" ucap Diftan dengan cepat meraih kaos dan celana yang berserakan di lantai dan dipancarkan mungkin memakainya. "Astaghfirllah, maaf Mas, aku lupa ngunci pintunya semalam." Setelah kembali dari kamar Zidan semalam Illyana memang lupa tidak membuka pintu saat membuka kamarnya. Illyana tidak pernah memakai kembali pakaiannya karena Zidan sudah terlanjuf masuk dan duduk di sisi ranjang. Illyana hanya bisa mendapatkan selimut hingga sebatas lehernya agar Zidan tidak curiga dan banyak bertanya. "Ayah, Bunda kenapa kog pake selimutnya sampai ke leher?" benar saja Zidan pasti akan bertanya. "Eh, itu Bunda lagi kurang enak badan Nak, Zidan kog udah bangun sayang?" tanya Diftan pada putra kecilnya. "Iya dong Yah, kan biasanya jam segini Bunda udah bangunin Zidan buat shalat subuh bersama." ucap Zidan polos. Sambil bermain dengan membuka yang Diftan memberikan Illyana hingga lupa bisa memakai jam segini ia akan membangunkan Zidan dan mengajaknya subuh bersama. "Maafin Bunda ya Nak, Bunda lagi tidak enak badan makanya lupa bangunin Zidan." ucap Illyana memutuskan, mau bagaimana lagi, tidak mungkin kan ia mengatakan junur pada Zidan tentang apa yang baru terjadi antara ia dan Ayahnya.Bisa-bisa Zidan akan bingung dan semakin banyak bertanya. "Bunda sakit lagi?" Katakanlah Zidan memegang kening Illyana. Illyana tersenyum mendengar penuturan lelaki kecilnya itu. "Nggak Nak, Bunda cuma kecapekan aja," "Zidan Sayang, Bunda sama Ayah mau siap-siap dulu ya, habis itu kita shalat subuh bersama," ucap Diftan pada Zidan. "Ayah ikut shalat juga?" "Yeeeeayy .." sorak Zidan senang saat mendengar Diftan akan ikut shalat bersama mereka. Diftan hanya tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingka polos Zidan itu. Setelah membahas Illyana di kehidupannya dan Zidan, bocah kecil itu lebih percaya bahagia, bahkan Diftan bisa melihat dengan jelas raut wajah dan binar bahagia di mata Zidan saat ini. Tapi sepertinya bukan hanya Zidan yamg merasakannya. Ia pun menerima hadiah yang sama seperti Zidan. #####
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN