Fa bi ayyi aalai
Rabbikuma tukadzibaan
Sungguh; (Maka nikmatilah Tuhanmu yang dimaksudkan yang kamu dustakan)
'Nikmat mana lagi yang ingin kau dustakan.' begitulah batin Illyana saat merasakan kebahagiaan yang tak pernah dibayangkan saat ini.
Wajahnya merona mengingat sidang Diftan semalam begitu lembut mengingat. Sebenarnya Diftan kini mengundangnya dengan sebutan Yaank, yang berarti Sayang. Illyana juga tidak menyangka sama sekali jika ternyata suami tampannya itu sangat pandai dan fasih sekali dalam membaca dan melantunkan ayat Suci Al-Quran.
Ternyata memang benar kata pepatah, jika tidak pernah melihat seseorang dari tampilan luarnya, karena belum tentu apa yang kau lihat dari luar itu juga mencerminkan apa yang ada di dalamnya.
"Non Illy kenapa senyum-senyum sendiri," tegur bik Sum yang berteriak Illyana tengah mengaduk teh-nya sambil tersenyum sendiri.
"Eh, nggak papa Bik," sahut Illyana salah tingka kepergok bik Sum sedang tersenyum sendiri.
"Non Illy kelihatan bahagia sekali, alhamdulilah bibik ikut seneng Non lihatnya, semoga Non sama Den Diftan selalu dilimpahkan kebahagiaan ya Non." doa bik Sum untuk Illyana dan Diftan.
"Aamiin. Terimakasih ya Bik," sahut Illyana mengamini doa bik Sumi.
"Lama banget sih Yaank bikin teh-nya," ucapnya sambil memegang erat perut Illyana memeluknya dari belakang.
"Mas, astagfirullah. Malu ih, lihat bibik." katakanlah Illyana enak tak enak dengan bik Sum.
"Biarin, Bibik kan juga pernah muda, pasti ngerti, iya kan Bik." katakanlah Diftan mendapat anggukan dan senyuman dari bik Sum.
Bik Sum tersenyum penuh arti. Hatinya ikut senang melihat tuan mudanya itu akhirnya bisa tersenyum kembali setelah sekian lama.
Diftan baru saja datang dari mengantar Zidan ke sekolah, sebelum berangkat tadi ia berpesan pada Illyana untuk dibuatkan saat datang nanti.
"Mas, baru datang? Apa sudah dari tadi, kog bilang lama bikin teh-nya?" tanya Illyana pada Diftan yang masih enggan melepaskan pelukannya.
"Barusan Sayang, tapi waktu masuk rumah aku nggak lihat kamu, jadi aku samperin aja kesini." ucap Diftan membuat Illyana tersenyum.
Diftan membalikkan badan Illyana agar menghadapnya, kedua tangan Diftan menangkup wajah Illyana.
"Kau cantik sekali pagi ini Sayang," ucapnya tepat di depan wajah Illyana.
"Mas, jangan berlebihan, baiklah kenapa kamu terus-terusan menggodaku huh? Apa kamu tahu, apakah kamu juga sangat tampan sekali menerima aku" ucap Illyana membalas terima kasih Diftan.
"Hmm..sudah berani mencoba ternyata ya,"
"Memangnya kenapa? Toh yang digoda suami sendiri, sudah halal ini." ucap Illyana menantang.
"Jangan menantangku Sayang, aku kira kamu akan tahu apa yang terjadi setelah ini,"
"Apa Mas?"
Diftan tidak menjawab tetapi langsung menggendong Illyana dan meminta ke kamar.
"Maas," pekik Illyana kaget dengan apa yang Diftan lakukan.
"Katakan Yaank, apa yang kamu minta aku
minta izin pagi ini," Ujar Diftan saat mereka sudah berada di atas ranjang.
"Kenapa harus bertanya Mas, tentu saja aku akan ikhlas karena ini adalah kewajibanku, tapi sebelum itu maukah kamu menjadi imammu untuk shalat duha sebelum sebelumnya?" Hampir saja Illyana lupa kalau ia belum melakukan duha-nya.
Diftan tersenyum dan mengangguk.
"Munculkan Nyonya Diftan Aliandra, mari kita mulai duha dulu, sebelum memulai ibadah terindah yang lain." ucapan Diftan yang mengundang Illyana dengan sebutan 'nyonya' yang membuat hati Illyana hangat.
Tak menunggu lama Illyana segera beranjak untuk mengambil wudlu, herganti dengan Diftan. sementara Illyana berwudlu, Diftan menyiapkan dan menggelar dua sajadah untuknya dan Illyana.
"Mas, mau pakai baju yang mana?" tanya Illyana saat akan mengambilkan sarung dan baju koko untuk Diftan pakai.
'Yang mana saja boleh Sayang, "sahut Diftan dari dalam kamar mandi yanga akan mengambil wudhu.
'Ya Allah ya Rabb, ampuni segala dosa dan perbuatanku selama ini. Karuniakan kami kesabaran dan keteguhan iman serta hati yang kokoh. Hadirkanlah dia selalu di dalam doa-doaku Ya Rabb. ' doa Diftan dalam hati seusai duha dan membaca zikir. Ada setitik udara jatuh di kedua sudut mata Diftan saat merapalkan doa dalam kemenangan. Untuk pertama kalinya setelah sekian tahun lamanya ia benar-benar terasa kedamaian dalam hati.
'Ya Allah lindungilah Keluargaku berkahi dan limpahkan kebahagian selalu untuk keluargaku, karena mereka adalah segalahnya bagiku.' doa Illyana dalam pemulihan.
Diftan mengecup kening Illyana lama saat sudah selesei dengan zikir dan doa-doanya.
Ia tersenyum sangat manis pada Illyana. "Terimakasih sayang, untuk pertama kalinya aku bisa merasakan tersenyum tanpa ini, dan itu karena kau hadir," ucap Diftan yang kini membantu Illyana melepaskan mukuhkan.
Illyana sendiri senang melihat raut senyum Diftan yang terlihat tulus dan tanpa beban itu. Illyana seakan tidak rela senyum itu musnah dari wajah tampan Diftan.
Bagi Illyana, hal terindah dalam hidup adalah saat melihat orang yang kita cintai tersenyum dan memahami bahwa kitalah alasan dia tersenyum.
"Tidak bisa menyenangkan Mas, ini sudah menjadi kewajibanku untuk selalu bisa menyenangkan hati dan membuatmu tersenyum." balas Illyana.
"Biarkan jika begitu sekarang saatnya kau menyenangkan hati untukmu Sayang," Illyana mengerti apa yang Diftan maksud. Ia tersenyum dan mengangguk. Tanpa menunggu lama lagi Diftan segera membawa itu ke peraduan, sama-sama melepaskan hasrat cinta yang akan Allah janjian banyak pahala dan keberkahan di saat ini disediakan hanya karena ibadah.
Lagi dan lagi Diftan membawa Illyana terbang ke dalam surga dunia, memeluknya dengan penuh dan penuh kasih sayang, meluapkan sebagai dan saling berbicara lewat tatapan dan bahasa tubuh. Tapi masih ada satu hal yang mengganjal di hati Illyana. Iya, Illyana sampai detik ini masih menunggu Diftan akan mengungkapkan kata cinta untuknya, agar ia semakin yakin akan merasa senang itu.
"Kenapa Yaank ,?" ucap Diftan saat melihat itu termenung seuasai penyatuan mereka.
Illyana sendiri bingung harus menjawab apa, masa iya harus jujur karena ia mengharapkan Diftan menyatakan cinta yang didukung.
"Nggak papa Mas, oh iya kamu nggak ke rumah sakit Mas?" tanya Illyana mengalihkan pembicaraan.
"Aku cuti untuk hari ini Yaank, Kamu sendiri kapan saja mulai masuk kuliah lagi,"
"Insya Allah minggu depan Mas, Mas lagi tiba Zidan pulang, aku atau kamu yang akan mengantar Zidan nanti?"
Memang hari sudah beranjak siang dan itu artinya sudah jam-nya Zidan keluar kelas.
"Kita yang akan menjemput Zidan nanti sayang," ucap Diftan.
Seperti yang sudah disetujui itu Diftan dan Illyana akan menjemput Zidan bersama ke sekolahnya. Ini untuk pertama kalinya ia dan Illyana menjemput bocah kecil itu bersama, Zidan pasti akan senang sekali nanti melihat ayah dan bundanya bersama menjemputnya.
**
"Bundaaa," seperti biasa saat melihat Illyana datang Zidan akan langsung berlari menghampirinya.
"Assalamuallaikum Sayangnya bunda," Zidan mengecup punggung tangan Illyana dan Illyana mengecup kening Zidan.
"Haii jagoan," sapa Diftan yang baru datang dari memarkir mobilnya.
"Ayaaaah," Zidan berift menghampiri Diftan.
"Assalamualllaikum dek," sapa perempuan cantik berbadan mungil seperti Illyana yang tak lain adalah Fatimah. Fatimah tidak sendiri, ia bersama kedua anak kembarnya dan juga laki-laki berbadan tegap dan yang tak kalah tampan dari Diftan kemenangan itu.
"Waalaikumsalam Kak Fatimah," jawab Illyana memperhatikan Fatimah yang juga bersama-sama membahas itu. "Wah, ini pasti Abang Ezar ya, kembarannya Zahra, Assalamuallaikum sayang," Illyana menunduk menyapa bocah lelaki kecil kembaran dari Zahra itu.
"Bunda, ini Abang Ezal abangnya Zahla," ucap Zahra memperkenalkan saudara kembarnya pada Illyana.
"Iya Sayang, Abang Ezar-nya tampan sekali ya," seru Illyana mengagumi bocah lelaki itu.
"Sendirian dek?"
"Nggak Kak, sama Mas Diftan. Tapi masih di utama sama Zidan di taman,"
"Oh iya Bi, kenalin ini lho bundanya Zidan, yang sering Zahra ceritakan itu." Uminya Zahra mengenalkan Illyan pada pertemuan.
"Faidh,"
"Illyana Kak,"
Illyana dan Faidh sama-sama menangkupkan terjemahan di d**a saat berkenalan.
"Siapa yang tadi nama Suaminya dek? Diftan ya?"
"Iya Bi, kenapa memangnya? Abi kenal?"
"Nggak Mi, tapi mirip seperti teman Abi saat dulu kuliah di Leiden, Abi juga punya teman bernama Diftan,"
Umi dan Abinya Zahra berbincang tentang Diftan. Sementara Ezar dan Zahra sudah Bermain Zidan bermain di taman sekolah.
Diftan pergi Zidan yang tengah asyik bermain bersama si kembar, ia ingin menghampiri Illyana berbicara.
"Sayang," ucapnya pada Illyana dengan nafas ngos-ngosan karena tadi sempat bermain bola bersama Zidan.
"Diftan!"
"Faidh,"
Illyana dan Fatimah hanya saling pandang kemudian tersenyum mendengar mereka saling saling kenal.
"Masya Allah, sudah berapa tahun kita nggak ketemu ya Dif?"
"Aku sudah lebih dari tujuh tahun sejak lulus dari Leiden,"
"Abi, jadi benar-benar tempat istirahat Illyana ini teman Abi waktu di Belanda dulu?" ucapkan Fatimah pada keputusan.
"Iya Mi, Diftan ini teman gila-gilaan Abi dulu saat masih kuliah di sana, tapi kami beda jurusan. Diftan ini pasti sekarang sudah jadi dokter yang hebat, dulu saja nilai akademik-nya di atas rata-rata." puji Faidhingat masa-masa belajarnya dulu di Belanda.
"Jangan memuji terus seperti itu Faidh, lo sendiri sekarang pasti udah jadi pebisnis yang sukses kan." puji Diftan balik.
"Masya Allah nggak nyangka ya, dulu Abi sama Ayahnya Zidan berteman, sekarang anak-anak kita yang berteman." ucap Fatimah menimpali.
"Iya Kak, ternyata dunia ini memang sulit sekali," sahut Illyana ikut menimpali.
Setelah berbincang-bincang dan saling bertukar nomer telpon Diftan dan Illyana pamit pulang, begitu juga dengan Faidh dan Fatimah yang juga akan beranjak pulang.
"Mas, nggak nyangka ya ternyata Abi-nya Zahra dan Ezar itu teman kuliah kamu dulu." ucap Illyana saat mereka sudah di mobil dalam perjalanan pulang. Sementara Zidan sudah terlelap di pangkuan Illyana, mungkin kecapekan sehabis bermain bersama si kembar tadi.
"Iya Yaank, aku juga nggak nyangka sama sekali bisa ketemu lagi sama Faidh,"
Diftan sedang fokus mengemudi saat hanphone-nya bergetar ada panggilan masuk. "Tolong lihatin Yaank, siapa yang telpon." seru Diftan pada Illyana.
"Cindy."
Ucap Illyana dan Diftan dengan cepat menolehnya.
"Matiin aja Yaank, nggak usah di angkat."
"Kenapa Mas? Nggak papa kog kalau Mas Diftan mau angkat telpon dulu,"
"Tidak usah Yaank, nggak penting. Nggak usah diangkat."
Illyana menuruti kata-kata Diftan untuk tidak mengangkat telpon dari Cindy. Sebenarnya dalam hati ia bertanya-tanya, ada hubungan apa Cindy dengan suaminya itu. Kenapa kesannya kog terlihat sangat dekat sekali dengan Diftan.
"Mas, apa tidak sebaiknya diangkat dulu." Illyana agak risih sebenarnya karena mendengar handphone Diftan yang tak berhenti berdering dari tadi.
Diftan segera meraih telepon gemggamnya yang tergeletak di dasbhor dan seger menon-aktivkan handphone-nya itu.
Tak berapa lama mobil yang mereka kendarai memasuki halaman rumah, tapi Illyana memandang bingung saat ada mobil jazz silver terparkir di halamn depan rumahnya itu.
"Ada tamu ya Mas?"
Diftan tidak menjawab, namun ia meraih tangan Illyana kedalam genggamannya. Matanya menatap lekat ke dalam mata Illyana. "Kamu percaya sama aku kan Yaank," ucapnya seolah meminta jawaban pada Illyana.
Illyana mengangguk pasti saat mendengat pertanyaan suaminya itu. "Aku percaya sama kamu Mas," ucapnya dari hati.
Diftan dan Illyana melangkah turun dari mobil.
"Mas, aku bawa Zidan ke kamarnya dulu ya." Diftan mengangguk.
"Diftan, kenapa nggak aktiv sih aku telpon berkali-kali tadi juga nggak di angkat,"
Illyana menatap tak percaya siapa tamu yang datang ke rumahnya siang ini, ternyata tak lain adalah Cindy.
'Ya Allah, semoga semua baik-baik saja.' Illyana membatin dalam hati, berharap semua yang indah dan baru saja ia rasakan tidak akan hilang dengan mudahnya. 'Apaa karena Cindy, sampai sekarang Mas Diftan tidak juga meminta jika ia mencintaiku. Astagfirullah, kenapa begitu berpikiran jelek begini sih. ' batinnya lagi.
Illyana teringat kembali kata-kata pak Fadli papanya. Tak peduli apa pun yang terjadi hari ini, tetaplah tersenyum dan akan membuatmu tenang dan bahagia dan tetaplah mengucap doa yang akan membuatmu lebih kuat. Iya, apapun yang terjadi Illyana sudah menunggu akan tetap tersenyum. Itu janjinya pada kedua orangtuanya dulu saat sebelum menikah.
"Apakah perlu apa kamu kesini?" ucap Diftan dingin dan terdengar ketus pada Cindy.
"Kamu lupa Dif, hari ini kan kita ada rapat dengan dewan direksi rumah sakit, aku sudah konfirmasi kamu lewat telpon tapi kamu tak mengangkatnya, makanya aku jemput kamu kesini." ucap Cindy segera membuka Diftan tapi Diftan segera menghindarinya.
"Jaga sikapmu Cindy, ini rumahku dan ada istri juga anakku di sini."
"Silakan diminum Cindy teh-nya," Illyana datang membawa nampan berisi secangkir teh.
"Tidak perlu repot-repot, aku kesini hanya untuk menjemput Diftan karena setengah jam lagi kami haris mengahadiri pertemuan." ucap Cindy dengan raut wajah tak sukanya menatap Illyana.
"Tidak perlu repot-repot juga dokter Cindy, aku bisa pergi sendiri. Silakan kamu duluan saja!" ucap Diftan bernada usiran pada Cindy.
Cindy mematung mendengar ucapan Diftan yang mengusirnya. "Oke, aku pergi." ucapnya beranjak keluar dari rumah Diftan.
"Mas Diftan ada rapat hari ini," tanya Illyana saat Cindy sudah pergi.
"Iya Sayang, maaf ya aku lupa memberi tahu kamu, kalau siang ini ada rapat dengan direksi rumah sakit,"
"Iya nggak papa Mas, aku siapkan baju buat kamu dulu ya,"
Illyana membantu Diftan menyiapkan baju yang akan ia kenakan, baju putih dan jas hitam, karena sekarang tidak tersedia hari ini makanya Diftan tidak memakai jas kebanggaannya, jas dokternya.
Illyana menatap takjub akan ukiran indah di wajah membantunya. Diftan terlihat sangat tampan sekali hari ini, ditambah dengan memakai jas seperti itu.
"Mas, hati-hati dijalan ya," ucap Illyana saat Diftan akan berangkat. Diftan pun menarik Illyana ke peluknya kemudian mengecup lembut kening Illyana.
"Aku pergi dulu ya Yaank, tunggu aku dirumah, aku akan cepat pulang," bisiknya lembut di telinga Illyana.
"Iya Mas, aku pasti akan selalu nunggu kamu,"
Diftan mengeluarkan sesuatu dari laci, seperti amplop berwarna merah. Illyana mengernyit penasaran dengan apa yang sedang Diftan pegang.
"Sayang, ini buat kamu," Diftan menyerahkan amplop merah itu pada Illyana.
"Apa ini Mas," tanya Illyana penasaran.
"Kamu buka dan baca sendiri saja ya nanti, sekarang aku berangkat dulu. Assalamuallaikum sayang," pamit Diftan saat Illyana mengantarnya sampai di depan rumah.
Illyana segera kembali ke kamar dan sudah tidak mau lagi mau amplop merah yang Diftan serahkan untuknya tadi.
Dengan jantung berdegub kencang, Illyana membuka amplop yang berisikan sehelai kertas itu kemuadian membaca isinya
Untuk istri cantikku Illyana.
Hari ini aku sangat bahagia. Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan hal yang membahagiakan seperti ini.
Sungguh hanya karena kehendak Allah aku dipertanyakan dengan wanita cantik nan sholeh sepertimu Illyana.
Dada Illyana berdebar rasanya saat membaca untai demi untai kata yang Diftan tulis untuknya.
Kau yang menyadarkanku sangat bodohnya aku selama ini selalu menyia-nyiakan hidupku. Dengan keikhlasan dan kesediaan hatimu, aku menerima aku sebagai imammu, menerima segala kekurangan dan sifat burukku, sungguh tidak dapat ku rasa pungkiri dan rasa yang selama ini disediakan hatiku dapat terobati oleh mendatangmu.
Nafas Illyana tercekat dan mengehentikan sebentar, membaca, memanas, merasa terharu sekali dengan kemenangan Diftan ditangkap ..
Aku akui aku bukan laki-laki sholeh seperti impianmu, aku laki-laki biasa dengan cinta yang biasa, karena aku butuh hadirmu di sisiku untuk membuat cinta yang biasa ini menjadi luar biasa.
Illyana Safira Marwah, aku mencintaimu, sangat aku mencintaimu.
Airmata tak bisa lagi dihapus eh Illayan saat dengan jelas membaca itu Diftan ternyata juga mencintainya. Airmata terus mengalir kedua pipinya, bukan airmata kesakitan, namun linangan airmata bahagia yang kini meliputinya.
Illyana, istriku yang sholeha, yang cantik hati dan parasnya maukah kau membantah untuk menjadi suami dan ayah yang baik, mendampingiku, selalu bersama-sama membuat rumah tangga yang menghadirkan barokah, Ridho dan ampunan dari Allah Swt. Menuju gerbang sakinah mawaddah dan warrohma.
Dari yang mencintaimu;
Diftan Aliandra.
~~~
Illyana masih tergugu dalam tangis bahagianya. Ia memeluk surat pemberian Diftan sebagai sedang memeluk Diftan. Untuk pertama kalinya ia sangat berharap jika Diftan hadir dihadirinya dan ia akan memeluknya dengan erat.
'Terimakasih ya Allah, sungguh indah sekali rencanamu.' ucapnya dalam hati.
Tidak ada yang lebih indah dari kata cinta yamg untaian Diftan rangakai untuk Illyana. Terima kasih cinta yang Diftan persembahkan untuknya adalah yang terindah yang pernah ia dengar dan baca.
Sesungguhnya dibalik kesusahan pasti akan ada dibalik kesedihan pasti akan ada kebahagiaan Maha Suci Allah yang menciptakan segala sesuatu berpasanga-pasangan.
#####