Brakkk ... Pranggg ...
Suara gebrakan meja sekaligus pecahan gelas terdengar beriringan setelah Yoga mengakui kesalahannya.
Kedua orang tuanya memegang d**a, mengatur nafas dan berusaha menenangkan diri. Mendengar putra yang selama ini dibanggakannya menghamili seorang wanita tak jelas latar belakangnya membuat emosi Daddy dan Mommy Yoga naik dan perasaan mereka pun campur aduk.
“Lalu dimana Wanita itu sekarang?” tanya Pak Rezki, Daddy Yoga.
“Di rumah sakit tempat Kak Yasmin bekerja.”
“Ya, Allah, Nak, kenapa kamu bisa ceroboh seperti ini? Bagaimana jika Wanita itu bukan Wanita baik-baik? Masa depanmu akan hancur.” Bu Hesti menangis, memukul lengan Yoga berulang kali, kecewa dengan sikap ceroboh putranya.
Sejak awal dia tidak setuju jika Yoga bekerja sebagai bartender di sebuah club malam. Meski tempat hiburan malam itu milik sahabatnya tetap saja pergaulan disana sangat bebas. Dia takut jika sang putra terbawa arus dan menjadi seorang pemakai barang terlarang
Ketakutannya menjadi nyata, kini Yoga telah terjerumus pada pergaulan yang tidak baik, menghamili seorang Wanita yang ditemui di club malam.
“Siapa nama Wanita itu?” tanya Yasmin, sejak tadi dia mendengarkan semua pembicaraan kedua orang tua dan adiknya, namun memilih menunggu di ujung tangga.
Yoga mengalihkan pandangannya pada kakaknya yang baru kembali dari luar kota. Selain menjadi Dokter Obgyn, Yasmin juga seorang Dosen di kampus Yoga.
“Vera, Kak,” jawab Yoga. Memasang wajah sedih agar dikasihani sang kakak.
Plakkk!!! Bughhhh!!! Yasmin memukul dan menendang Yoga. Kesal dengan kelakuan adik kesayangannya. Bisa-bisanya melewati batasan yang ditetapkan oleh kedua orang tuanya dalam bergaul.
Tanpa ampun, Yasmin menghajar Yoga hingga tersungkur ke lantai. Buku tebal yang dia bawa kini beralih fungsi sebagai alat untuk memukul tubuh adiknya.
Suasana ruang makan yang biasanya penuh dengan kedamaian dan kehangatan kini berubah menjadi arena pertempuran antara Yoga dan Yasmin.
Tentunya pertempuran dimenangkan oleh Yasmin karena Yoga tidak melawan sama sekali. Dia mengaku jika salah dan berhak mendapatkan hukuman.
“Ampun, Kak,” ujar Yoga, menutup wajahnya ketika kepalan tangan kakaknya berada tepat di depannya.
Bu Hesti meminta putrinya agar berhenti. “Bantu adikmu duduk di sebelah Mommy,” ujarnya.
Sebelum membantu Yoga, Yasmin kembali menarik telinga sang adik hingga si empunya berteriak kesakitan. “Diam!” Bentak Yasmin.
“Sakit badan aku, Kak. Wajah ku juga nyeri rasanya,” rengek Yoga.
Dia langsung memeluk Mommy-nya setelah kembali duduk di meja makan. Meminta maaf karena telah mengecewakan kedua orang tuanya.
“Coba tanya rumah sakit tempatmu bekerja, apa benar ada pasien bernama Vera,” titah Pak Rezki pada Yasmin.
“Iya, Dad.” Yasmin mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya. Lalu menghubungi perawat yang sedang berjaga.
Yoga masih bergelayut manja pada sang Mommy, berusaha meminta maaf pada wanita yang telah melahirkannya ke dunia.
Sebagai anak bontot sikapnya termasuk manja meski umurnya sudah 21 tahun, setiap hari dia harus mendapatkan pelukan dari Mommy-nya sebelum berangkat ke kampus atau bekerja.
Bagaimana Yoga jika menikah nanti? Apalagi sebentar lagi dia akan menjadi seorang Ayah.
Bisa-bisa Vera akan mengasuh dua bayi sekaligus. Kesabarannya harus ditambah setiap hari ketika suami dan anaknya merengek padanya.
“Memang benar ada pasien bernama Vera, Pa. Masuk rumah sakit kemarin akibat kecelakaan mobil,” terang Yasmin.
Bu Hesti panik, mendorong tubuh putranya agar menjauh darinya. “Kandungannya bagaimana, Nak?”
“Alhamdulillah, baik-baik saja, Mom.”
“Syukurlah,” ujar Bu Hesti bernafas lega setelah mengetahui keadaan calon cucunya baik-baik saja. Plakkk!!! “Dasar anak nakal!”
Yoga mengelus lengannya yang terkena tabokan Mommy-nya. “Maaf, Mom.”
“Kita mulai sarapannya. Setelah itu, ke rumah sakit untuk menemui Vera.” Meski belum tahu siapa Vera, Pak Rezki meminta Yoga agar bertanggung jawab.
***
Kejadian semalam di ruang perawatan Vera ...
“Hamil?” tanya Pak Arya pada putrinya. Dia tidak percaya jika seorang Vera bisa melakukan tindakan sebodoh itu.
Vera hanya menunduk sambil terisak pelan. Tidak sanggup menatap mata kedua orang tuanya.
“Siapa Pria yang sudah menghamili mu, Nak?” tanya Bu Virda, Bunda Vera.
Vera menggelengkan kepala, dia hanya tahu nama pria yang menghamilinya. Itu pun sahabatnya yang memberitahunya. "Maafkan, Vera, Bun."
Tubuh Vera bergetar, ketakutan saat menghadapi kedua orang tuanya, hingga akhirnya dia kehilangan kesadaran.
Kembali keesokan harinya ...
Setelah mendapatkan penjelasan dari Dokter yang merawat putrinya, kedua orang tua Vera tak lagi bertanya soal pria yang telah menghamilinya. Untuk saat ini mereka hanya fokus pada kesehatan Vera dan janinnya.
Kondisinya sangat lemah hingga rentan keguguran. Vera mengalami stress dan batinnya tertekan, hal itu lah yang membuat Ayah dan Bundanya khawatir. Takut terjadi hal buruk pada putri semata wayang mereka.
"Bun, minta tolong ambilkan plastik," pinta Vera saat merasa mual.
"Biar Ayah saja," ujar Pak Arya, buru-buru mengambil kantong plastik.
Bu Virda memijat tengkuk putrinya sambil mengoleskan minyak kayu putih. Baru makan dua sendok nasi, Vera langsung memuntahkan kembali makanan yang baru ditelannya.
“Hueeekkkk ...”
“Tidak keluar apapun,” ujar Pak Arya. Tanpa merasa jijik dia memegang plastik tepat dibawah mulut putrinya.
“Bunda,” rengek Vera, lemas karena perutnya kosong. “Kepalaku pusing, Bun.”
“Sabar ya, Sayang. Hamil muda memang seperti ini.”
Bu Virda memberi kode pada suaminya agar menjauhkan kantong plastik yang dibawanya. Meski berkata ingin muntah Vera sama sekali tidak mengeluarkan apapun, isi perutnya sudah terkuras habis sejak subuh tadi.
Semalam dia bisa memakan makanan yang dibawakan oleh Bibik yang bekerja di rumah Yoga, saking lahapnya hingga tambah sampai dua kali.
Tok ... tok ...
Vera mendesah ketika mendengar suara ketukan pintu. Perasaannya tiba-tiba tidak enak, takut jika tamu yang datang adalah Yoga.
“Masuk,” ucap Pak Arya setelah keluar dari kamar mandi.
“Assalamualaikum, permisi, maaf mengganggu.”
“Loh, Pak Rezki,” ujar Bu Virda ketika melihat tamu yang datang.
“Waalaikumsalam, silahkan masuk,” jawab Pak Arya.
Bu Virda tersenyum sungkan. Saking kagetnya melihat sahabat kecilnya, dia sampai lupa menjawab salam.
Bu Hesti langsung mendekati ranjang, memeluk Vera dan meminta maaf atas perbuatan tak terpuji putranya. Sementara Yasmine memberikan rantang berisi sarapan pada Bu Virda.
“Maafkan, anak Tante ya, Nak,” ujar Hesti.
“Bukan sepenuhnya salah Yoga, Tan. Dia hanya ingin membantu,” jawab Vera dengan suara lirih.
Setelah malam panas itu Vera mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Ternyata pihak yang bersalah adalah dia. Dalam pengaruh alkohol dan obat perangsang dia memaksa Yoga agar menyentuhnya. Hal itulah yang membuat Vera memutuskan tidak mau meminta pertanggungjawaban dari Yoga.
"Saya tidak menyangka Nak Vera ternyata Putri Pak Arya," ucap Pak Rezki.
"Saya bisa sedikit bernafas lega setelah tahu siapa yang telah menghamili Vera. Sejak semalam pikiran saya memikirkan hal yang tidak-tidak," terang Pak Arya.
Suasana kembali hening, tak ada yang angkat bicara lagi, semuanya menantikan ucapan dari Yoga.
Daddy-nya menyuruhnya meminta maaf sekaligus mengatakan jika siap bertanggungjawab.
"Maaf, Om. Saya tidak sengaja menghamili Vera. Malam itu kejadiannya terlalu cepat sampai saya tidak bisa berpikir jernih."
Kedua orang tua Yoga dan sang kakak menepuk jidat. Si bontot terlalu polos dan jujur. Dia hanya perlu meminta maaf dan bersedia bertanggung jawab, malah menjelaskan kronologi kejadian yang membuat Vera hamil.
Plakk!!! Satu tamparan mendarat mulus pada pipi Yoga. Tidak ada yang berusaha menegur apa yang dilakukan Pak Arya.
Wajahnya sudah bonyok terkena pukulan dari Yasmin, kini ditambah tamparan dari Pak Arya. Sungguh pria malang.
"Kalian harus secepatnya menikah. Semuanya akan di urus oleh Sekretaris saya. Tidak perlu acara mewah, cukup akad nikah secara sederhana."
Kedua orang tua Yoga langsung setuju dengan keputusan calon besannya. "Biar Yasmin yang mengurusnya, Pak Arya," tawar Pak Rezki.
"Apa tidak merepotkan Nak Yasmin?"
Pak Rezki melihat ke arah sang putri, meminta jawaban. "Yasmin yang menawarkan dirinya, benarkan, Nak?"
"Iya, Dad," jawab Yasmin. "Biar saya yang menyiapkan pernikahan Yoga dan Vera, Om."
Para orang tua kini sedang berbincang santai, mereka sudah saling mengenal sejak sekolah. Karena kesibukan masing-masing membuat mereka tidak pernah bertemu lagi setelah lulus. Kesalahan yang di buat Yoga dan Vera yang menyatukan mereka kembali.
Dalam hati Pak Arya masih ingin menghajar Yoga yang kini duduk di depannya. Namun, dia berusaha menahannya, takut jika putrinya kembali drop.
"Dimakan dulu sarapannya, Mbak, keburu dingin nanti," ujar Bu Hesti pada Bu Virda. Panggilan mereka kembali santai setelah ketegangan berakhir.
"Wah, repot-repot membawakan sarapan, Dek."
"Enggak repot, Mbak."
Bu Hesti mengambilkan nasi beserta lauk, lalu meminta putranya agar menyuapi Vera. "Buruan, Yoga!"
"Vera mana mau aku suapi sih, Mom."
Dugh!!! kaki Yoga terkena tendangan Yasmin. Dengan tatapan tajam, dia meminta adiknya agar segera berdiri dari tempat duduknya.
"Jahat banget kamu hari ini, Kak," gerutu Yoga.