Hai, Calon Istri

1222 Kata
Vera terpaksa menerima suapan dari Yoga karena calon anaknya yang menginginkannya. Ternyata semua makanan yang berkaitan dengan calon suaminya itu tidak membuatnya muntah. Pantas saja kemarin malam dia bisa makan dengan enak sampai tambah dua kali, makanan yang dimakannya adalah masakan Yoga sendiri, Bibik hanya bertugas mengantar. “Mau tambah nasinya lagi?” tanya Yoga, wajahnya terlihat bahagia melihat Vera makan dengan lahap. Vera mengangguk, mengambil perkedel yang ada didepannya. “Banyakin kuahnya,” pintanya. Dengan senang hati Yoga menambah kuah sop yang dibawa oleh sang Mommy. “Kamu tidak suka wortel?” “Warnanya aneh,” jawab Vera. Baru kali ini Yoga mendengar orang tidak suka wortel dari warnanya. Biasanya seseorang tidak menyukai makanan itu dari rasa atau bau. ‘Langka juga calon istriku' ucapnya dalam hati. Para orang tua sepakat membicarakan perihal rencana pernikahan keduanya di cafe yang ada di seberang rumah sakit. Sedangkan Yasmin sudah mulai praktek. Kini dalam ruangan bercat putih itu hanya ada Yoga dan juga Vera. Suara dentingan sendok ketika bertemu dengan mangkuk menggema di ruangan tersebut, karena keduanya sama-sama diam. “Kita belum berkenalan secara langsung. Kemarin hanya bicara sebentar karena aku harus ke Cafe.” “Terima kasih,” ujar Vera tiba-tiba. Yoga terdiam, menghentikan aktivitasnya yang sedang membereskan alat makan. “Untuk apa?” “Kamu sudah masak makan siang dan makan malam untukku kemarin. Oleh karena itu aku harus berterima kasih.” Vera ini tipe wanita yang tidak suka berbasa-basi, tegas dan punya pendirian kuat. Berbanding terbalik dengan Yoga yang selalu bersikap manis dan juga ramah dengan semua orang. “Bukankah aku harus memperhatikan kalian berdua?” tanya Yoga ragu, takut terkena semburan lahar panas dari calon istrinya. “Jangan berharap lebih dengan pernikahan kita!” Yoga membantu membersihkan nasi yang menempel di sudut bibir Vera menggunakan ibu jarinya. Perlakuan lembutnya hanya dia berikan pada anggota keluarganya saja dan kini Vera termasuk ke dalamnya. Mulai dari sekarang Vera harus bersiap-siap menerima luapan kasih sayang dari Yoga. “Aku bisa melakukannya sendiri.” Vera menjauhkan tangan Yoga dari wajahnya. “Kamu belum menjawab pernyataan ku tadi.” Yoga tersenyum, duduk di pinggir ranjang, membantu merapikan rambut Calon istrinya. “Kita belum saling mengenal wajar jika kamu mengatakan hal itu. Lagipula, kamu baru saja dicampakkan jadi ...” Plak!!! Vera memukul lengan Yoga. Kesal saat pria didepannya mengungkit batalnya rencana pernikahannya. “Buat apa sih malu? Harusnya kamu bersyukur tidak jadi menikah dengan Pria ba’jingan itu.” “Jangan membahasnya lagi!” seru Vera, ditangannya masih ada perkedel, dia sangat menyukai makanan yang berbahan dasar kentang itu. Pipinya sekarang mengembung penuh dengan perkedel, membuat Yoga terkekeh pelan. “Kunyah lalu telan dulu makanannya. Aku khawatir kamu tersedak.” “Uhukkk ... uhukkk ...” Nah, tersedak juga Vera, akibat tidak mau mendengarkan kata calon suami. Mumpung dia doyan makan jadi menggunakan kesempatan itu untuk memakan banyak makanan. Apalagi dia sangat menyukai masakan Calon Ibu Mertuanya. Yoga memijat pelan tengkuk Vera, mengambilkan tisu untuk membersihkan sekitar bibirnya yang kotor. “Terima kasih,” ucap Vera lagi. “Sama-sama, Sayang.” “Yoga!” Bentak Vera, melotot galak hingga Yoga terdiam. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kemarin perkenalan kita tak begitu baik. Mari kita mengulangnya,” ajak Yoga, mengulurkan tangannya pada Vera. Si paling keras kepala malah mengambil perkedel lagi, tidak berniat membalas uluran tangan Yoga. “Aku sudah mengenalmu.” “Hai, calon istri,” sapa Yoga, kekeuh mengulang perkenalan agar hubungan keduanya bisa diperbaiki. "Namaku Yogaswara Nanda Kristanto, Mahasiswa semester 4 jurusan desain interior, bekerja di bar XYZ sebagai bartender, kadang membantu di perusahaan Daddy dan yang pasti aku sedang merintis usaha cafe bersama Dandi. Jadi, meski aku masih kuliah pasti bisa menghidupi Istri dan Calon anakku." "Hmmm," jawab Vera. Luar biasanya sekali dia, kalimat panjang lebar dari Yoga hanya dijawab dengan satu kata yang sangat menyebalkan. Untungnya dia memiliki calon suami penyabar. Jika, tidak pasti akan terjadi perdebatan. "Apa aku boleh menyapanya?" tanya Yoga. Vera pura-pura tidak mengerti yang dimaksud oleh calon suaminya, memilih menyibukkan diri dengan ponselnya. "Sayang ..." "Hentikan, Yoga! Kamu jangan berlebihan. Kita belum lama saling mengenal, alangkah baiknya panggil namaku saja." Yoga mengambil tangan Vera, membersihkan sela-sela jarinya yang berminyak setelah makan perkedel. "Kamu belum memberitahu nama panjang dan pekerjaanmu." "Aku semakin yakin kita tidak cocok. Obrolan kita sejak tadi sama sekali tidak nyambung. Dan, juga kamu extrovert sedangkan akau introvert." Cup!!! Yoga mencium jari jemari Vera setelah membersihkannya. Sikapnya manis sekali. Pantas saja banyak wanita yang menggilainya. "Banyak pasangan suami istri di luaran sana bahagia dengan pernikahan mereka meskipun berbeda karakter." "Tahu dari mana kamu?" "Mommy dan Daddy contohnya. Beliau berdua sering berdebat soal acara TV, tempat kencan dan juga jodoh Kak Yasmin. Namun, pernikahannya masih harmonis hingga sekarang." Vera tak habis pikir dengan contoh yang diberikan oleh Yoga. Bisa-bisanya memberi contoh perbedaan pasangan suami istri yang sudah menikah puluhan tahun. Ditambah lagi calon mertuanya itu menikah atas dasar cinta. Bukan sepertinya dan Yoga, menikah karena terpaksa karena sudah ada janin di dalam perutnya. "Umurmu berapa?" tanyanya pada Yoga, sementara yang ditanya malah senyam-senyum tak jelas. "Umur kita memang berbeda cukup jauh tapi kamu terlihat seperti anak SMA kelas 3." "Kamu pikir aku setua itu?! Calon istrinya mudah sekali tersulut emosi, diajak bercanda saja tidak bisa. Beda dengan Yoga si paling sabar dan juga suka mengajak orang disekitarnya bercanda. "Makanya jelaskan semua tentang dirimu. Biar aku bisa memahami mu," ujar lembut Yoga. Pintu ruang perawatan Vera terbuka, para orang tua telah kembali dari cafe. Wajah keempat orang itu terlihat bahagia, pasti mereka telah menemukan hari baik untuk pernikahan kedua anaknya. Vera memberikan kode pada Yoga agar melepaskan tangannya saat Bu Hesti dan Bu Virda berjalan mendekati ranjang. Namun, Yoga justru mengeratkan genggaman tangannya hingga membuat kedua Mama saling melempar senyuman. "Bunda tidak menyangka kalian akan cepat akrab." "Jangan salah paham dulu, Bun. Hubungan kami tak seperti yang terlihat saat ini." "Tidak usah malu-malu. Bunda paham dan pernah mengalaminya." Bu Virda terlihat semakin bahagia ketika melihat semua perhatian yang diberikan Yoga pada sang putri. Merasa ada yang membela, Yoga tersenyum penuh kemenangan. Dia merasa jika mertuanya akan berada dia pihaknya. Tak mengapa jika calon istrinya bersikap jutek yang penting dia sudah berhasil memenangkan hati orang tuanya. "Kenapa cemberut? Mau makan lagi atau mau dikupaskan buah?" Suara lembut Yoga mengalun indah di kedua telinga Bu Virda, namun berisik ketika masuk ke dalam telinga Vera. "Sayang, ditanya sama calon suami kok diam saja sih?!" terkena tegur Bundanya tidak membuat Vera mengubah sikapnya pada Yoga. "Sabar ya, Nak Yoga. Putri Bunda memang agak kaku dan terlalu serius. Aslinya dia manja banget dengan orang yang dekat dengannya." Yoga mengangguk, lalu memberikan senyuman manis pada Vera. "Aku akan meluluhkan hatinya, Tante," ujarnya dengan sungguh-sungguh. "Pernikahan kalian akan dilakukan lima hari lagi. Akad nikah sederhana, hanya keluarga dekat yang hadir," jelas Bu Vera. Vera tidak percaya jika secepat itu dia akan menikah dengan pria yang baru dikenalnya. Pria yang jauh lebih muda dan memiliki sifat bertolak belakang dengannya. "Bisakah pernikahannya di undur satu bulan lagi?" "Tidak bisa!" seru semua orang yang ada di dalam ruang perawatan. Yoga pun termasuk dan suaranya paling kencang. "Sayang, kita harus segera menikah sebelum perutmu membesar," ujar Yoga. Vera menarik tangannya, lalu menarik telinga calon suaminya. "Bisa diam dulu apa tidak?! Berisik banget sejak tadi!" "Awwwww, sakit, Sayang." "Sayang, sayang palamu peyang!" Seru Vera ketika kesabarannya hampir habis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN