11. Maaf

1014 Kata
"Kamu belum jawab pertanyaan Om. Kenapa berangkatnya pagi banget?" Doni mengulang pertanyaannya dan membuat Naya menghentikan kunyahannya. "Aku ada kelas pagi Om." Jawab Naya asal lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Doni. "Kelas pagi? Kalau memang ada kelas pagi, lalu si Risma mana? Biasanya kalian itu satu paket. Apapun jadwalnya selalu bareng-bareng. Kamu gak usah bohong sama Om, gak ada bakat sayang!" Naya menoleh menatap Doni yang kini terlihat serius. "Om udah sarapan?" Tanya Naya mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Sayang.... Kenapa mengalihkan pembicaraan sih?" Doni gemas lalu mengacak rambut Naya dan mencubit hidungnya. "Apa sih Om? Perasaan biasa aja. Bohong apa sih aku?" Doni merotasikan bola matanya jengah. Bisa-bisanya Naya bilang biasa saja, orang serumah heboh mencarinya. Tapi dia malah asik melamun di kelas. "Kamu tau gimana hebohnya keadaan rumah tadi pagi? Kamu tau gimana khawatirnya Bella saat kamu gak turun-turun dari kamar buat sarapan?" Tanya Doni lirih agar Naya tidak merasa dihakimi "Maaf." Hanya itu yang terlontar dari mulut Naya. "Pamitlah sama orangtua. Semarah apapun, sengambek apapun sama orangtua, usahakan pamit sayang. Jangan kabur-kaburan begini, semua bisa dibicarakan baik-baik." Doni menghela napasnya sejenak lalu membelai kepala Naya. "Papa, Mama, Akung, Uti, Om gak pernah mengajarimu seperti ini. Usahakan semuanya disimpulkan dulu kenapa bisa gak dibolehin sama Papa, minta penjelasan logisnya agar kamu ngerti dengan alasan Papa. Kalau memang alasan Papa gak bisa kamu terima, bisa aja kamu kasih masukan atau pendapatmu sendiri. Rayu Papa dengan cara yang baik, kabur atau mogok makan gak akan menyelesaikan masalah. Ngerti sayang?" Naya menghambur memeluk Doni dengan perasaan bersalah yang berjuta kali lipat. "Maaf Om, maaf. Abisnya Papa kalo udah bilang gak boleh gak bisa diganggu gugat. Aku udah rayu-rayu tapi Papa tetep gak mau. Aku cuma pengen liat Risma seneng. Gak pengen ganggu mereka atau ikut gabung ke meja mereka. Aku cuma pengen liat dari jauh aja, gimana bahagianya Risma, Om." Ucap Naya terisak lirih yang membuat Doni makin mengeratkan pelukannya. "Sttt udah ya jangan nangis. Sebentar lagi kantin rame, nanti kita ke sana. Om yang akan bilang sama Papa. Kamu terima bersih aja, oke?" Naya mengangguk lalu mengurai pelukannya. "Gih sekarang abisin sarapannya. Om tungguin." Doni menyeka lelahan air mata Naya yang masih tertinggal dengan punggung tangannya. "Bener Om nanti ke resto?" Doni mengangguk mantap dan seulas senyum terukir di bibir Naya. "Makasih Om." Ucap Naya lalu kembali memakan roti yang dibelikan oleh Doni. "Nay, Nay.... Lu gak kenapa-kenapa kan?" Tanya Risma dengan napas memburu. Naya menatap Risma yang baru saja tiba dengan mata menelisik dari atas hingga kebawah. "Gak apa-apa gue. Emang kenapa?" Tanya Naya lalu berdiri dan menuntun Risma untuk duduk di sebelahnya. "Gue panik denger lu berangkat duluan tadi kata Mbak Bella. Lu ngambek ya Nay?" Tanya Risma dengan wajah khawatirnya. Naya mengembangkan senyumnya mendengar kekhawatiran teman sekaligus sahabatnya itu. Naya memeluk sekilas Risma yang masih saja menatapnya khawatir. "Ris, gue baik-baik aja. Lu goes sepeda pasti ngebut ya?" Risma mengangguk membenarkan pertanyaan Naya. "Nih minum dulu biar tenang." Naya menyodorkan s**u kotak yang dibelikan oleh Doni tadi. Dengan tangan tremornya Risma menerima pemberian Naya lalu meminum s**u tersebut. "Tuh liat hasil karyamu, sayang." Bisik Doni tepat di telinga Naya. Naya berulang kali meminta maaf dalam hatinya setelah membuat kerusuhan pagi ini. "Maaf ya Ris, maafin gue." Ucap Naya tulus yang diangguki Risma. "Gue beneran khawatir sama lu. Gak biasanya lu kabur tanpa pamit begini. Jangan begini lagi Nay. Gue yang ketakutan kalo lu kabur begini." Naya makin merasa bersalah sekarang. Jika reaksi Risma saja seperti ini, bagaimana dengan reaksi papa dan mamanya batin Naya. "Maaf ya Ris. Tapi gue beneran gak apa-apa kok." Risma menelisik dari atas hingga kebawah, sampai akhirnya tatapannya tertuju pada Doni yang berada di samping Naya. "Loh kok ada Om Doni?" Tanya Risma ketika baru menyadari kehadiran Doni. Sedari tadi dia tak melihat adanya Doni, karena rasa khawatirnya pada Naya. Ketika melihat Naya yang ada dipikirannya hanya keadaan Naya, tidak lebih. "Iya Ris, bahkan saya orang pertama yang menemukan Naya tadi." Ucap Doni dengan sombongnya. "Om udah ngabarin Mbak Bella sama Om Rama?" Tanya Risma yang menyadarkan Doni. "Oh iya sebentar saya chat Rama sama Bella dulu." Ucap Doni lalu meraih ponselnya yang ada di saku jas. [Ram, Naya udah ketemu. Dia ada di kampus, keadaannya aman.] Pesan Doni yang dikirimkan pada Rama. [Bel, Naya udah ketemu. Kamu yang tenang ya di rumah. Semua baik-baik aja, aman terkendali.] Pesan Doni pada Bella yang diketahuinya jauh lebih khawatir sedari pagi daripada Rama. "Udah aman, Om boleh berangkat ke kantor sekarang?" Tanya Doni setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas. "Naya udah aman Om. Om serahin aja ke aku, nanti aku kirim chat ke Om kalo Naya macem-macem, oke?" Doni tersenyum mendengar ucapan Risma yang seolah memberinya ruang untuk segera berangkat ke kantor. "Makasih ya Ris." Ucap Doni lalu menatap Naya yang kini menatapnya dengan mata berembun, "Om berangkat ya sayang, bolehkan?" Tanya Doni yang membuat Naya makin membisu tanpa sepatah katapun. "Boleh?" Tanya Doni lagi sebelum benar-benar berangkat. Ketika Naya mengangguk barulah Doni benar-benar berangkat. Tak lupa Doni memberikan kecupan singkat di puncak kepala Naya. "Assalamu'alaikum, nanti malam Om jemput ya sayang." Ucap Doni lalu melambaikan tangannya. "Wa'alaikumsalam." Jawab Naya dan Risma serempak. "Cie mau kencan ya? Ajak gue dong Nay." Ucap Risma sambil menaik turunkan alisnya menggoda Naya. "Kencan mana ada bertiga. Lu tau kan kalo lagi berduaan, terus yang ketiganya siapa?" Risma mendelik tak terima mendengar pertanyaan Naya. "Gue dibilang setan. Istighfar ukhty." Naya tertawa mendengarnya, lalu berdiri untuk kembali ke kelas. "Mau kemana Nay?" Risma ikut bangkit lalu membawa roti dan s**u yang Naya tinggalkan. "Nay ini gue bawa ya, mubazir euy." Naya menengok lalu mengangguk. "Nay kenapa sih lu pagi-pagi begini ngambek?" Tanya Risma setelah menyamai langkah Naya. "Papa biasa reseknya kumat. Sebel gue dari semalem sama Papa." Ucap Naya tanpa menyebutkan permasalahan intinya. "Gara-gara?" Tanya Risma yang mendapat gedikan bahu dari Naya. "Kepo deh, apa sih Nay?" Tanya Risma yang hanya mendapat pelototan tajam dari Naya seolah berkata, "diem! Jangan kepo!" Risma langsung kicep enggan bertanya lagi. "Acara lu nanti jadi di restonya Om?" Risma mengangguk berbinar. "Jadi dong." Ucap Risma dengan bahagianya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN