1. Kuning/Orange?
Pagi yang cerah, seorang lelaki dewasa sudah terlihat rapi sedang memasuki rumah teman sekaligus menjadi keluarga untuknya di beberapa tahun terakhir. Doni Sujatmiko yang berteman baik dengan Rama Adi Suryo selaku ayah dari Naya Emilia Adi Suryo. Mereka merupakan keluarga sejak tinggal bersama ketika mereka mengemban ilmu di fakultas yang sama.
Pagi ini Doni datang dengan senyum yang terkembang, karena akan bertemu dengan kekasih kecilnya. Iya kekasih kecil, karena Doni dan Naya sudah menjalin hubungan sejak seminggu yang lalu. Doni memiliki perasaan khusus untuk Naya, perasaan antara Om dan keponakan hilang tergantikan dengan perasaan sayang antara laki-laki dan perempuan.
Naya Emilia Adi Suryo yang baru saja menginjak usia 21 tahun dan baru saja memasuki semester 6. Kini mulai menjalin kisah kasihnya dengan Doni, laki-laki yang sejak kecil ada di sampingnya, di samping keluarganya. Tanpa sepengetahuan Rama selaku ayahnya, mereka menjalin hubungan tersebut. Naya ingin hubungannya dengan Doni yang baru saja dijalin hanya untuk mereka berdua saja, untuk Rama dan Bella, mereka memilih untuk merahasiakannya.
“Selamat pagi…..” Ucap Doni ketika akan duduk bersama keluarga Rama yang akan melakukan sarapan di pagi hari.
“Pagi Om.” Ucap Naya, Reina dan Reino.
“Pagi Don.” Ucap Rama.
“Pagi Mas Doni, ceria amat hawanya.” Ucap Bella yang melihat wajah ceria Doni, senyumnya tak pundar. Apalagi jika melihat Naya seolah matanya berbinar bahagia.
“Ram, gue nanti yang antar Naya ya.” Ucap Doni ketika akan mengambil nasi goreng andalan Bella.
“Nanti Risma gimana?” Tanya Rama ketika Doni akan mengantar Naya ke universitas.
Risma adalah teman Naya sejak sekolah dasar, Risma adalah anak dari tangan kanan Dimas—ayah Bella di supermarket. Risma anak dari Diki dan Yuni, keluarga Risma sudah mengenal baik dengan keluarga Rama. Meskipun Naya bisa dibilang berkecukupan materi, dia mengemban ilmu menggunakan sepeda bersama Risma. Berangkat dan pulang mereka selalu bersama, Risma selalu menghampiri Naya ketika akan berangkat sekolah. Tak jarang Risma juga seringkali mampir ke rumah Naya ketika ada tugas.
“Ya diangkut sekalian dong Ram.” Ucap Doni menaik-turunkan alisnya.
“Gak biasanya lu nyodorin diri buat anter anak gue?” Tanya Rama penuh selidik menatap Doni yang terkesan cengengesan pagi ini.
“Mas, Mas, kamu ini suudzon aja. Ayo dilanjutin lagi makannya.” Lerai Bella mengelus lembut lengan Rama.
“Ya aneh aja Yang, kapan sih Doni ngebet banget pengen nganter Naya?” Ucap Rama tapi tak dihiraukan oleh Doni yang asik memakan sarapannya.
“Biasanya juga nganterin kok Mas, ya memang gak rutin. Tapi sesekali kan Mas Doni nganterin Naya sama si Kembar.” Ucap Bella yang memang benar adanya.
“Suamimu amnesia Bel, udah biarin aja.” Ucap Doni lalu meneguk s**u setelah sarapan.
“Ayo sayang kita berangkat.” Ajak Doni menatap Naya.
Uhuk
Naya tersedak minumnya karena Doni memanggilnya sayang, padahal sebelum menjalin hubunganpun Doni selalu memanggilnya sayang. Namun kali ini kata sayang tersebut terasa lebih syahdu di telinga Naya. Seolah kata tersebut terlalu riskan jika didengar oleh Rama dan Bella yang berada di dekat mereka.
“Loh-loh, minum dulu, minum Nay.” Ucap Rama panik tanpa melihat jika Naya tadi tersedak karena sedang minum.
“Mas gimana sih? Naya kan keselek karena minum itu.” Ucap Bella kesal pada suaminya lalu beranjak ke arah Naya dan mengelus punggungnya.
“Eh iya ya, ya maaf Mas panik” Ucap Rama disertai cengiran.
“Pelan-pelan dong Kak, kamu mikir apa sih sampek keselek begini?” Tanya Bella ketika Naya sudah berangsur membaik. Matanya berair karena tersedak ulah dari Doni.
“Sayang gak apa-apa?” Pertanyaan yang tak perlu dijawab terlontar dari mulut Doni.
“Sakit Om!” Pekik Naya lalu mengusap hidungnya, “nih masuk idung juga.” Naya menunjuk hidungnya yang dialiri s**u yang diminumnya tadi.
“Ya maaf, lagian kamu kenapa bisa keselek begitu sih? Aneh-aneh aja.” Ucap Doni lalu mengacak rambut Naya.
“Assalamu’alaikum…” Salam Risma ketika memasuki rumah Rama.
“Wa’alaikumsalam…” Jawab mereka serempak.
“Loh ada apa ini?” Tanya Risma ketika Naya dikelilingi oleh Bella dan Doni.
“Kak Naya keselek susu.” Ucap Reino yang berada disamping Risma.
“Kok bisa Bang?” Tanya Risma menatap Naya yang masih mengusap air matanya.
“Gak tau tuh.” Kini giliran Reina yang menjawabnya.
“Pasti gak hati-hati nih si Naya.” Gumam Risma yang diangguki kedua adiknya.
“Nay ayo berangkat.” Ajak Risma menyibak Doni dari samping Naya.
“Eh kamu ya main singkir-singkirin saya. Naya berangkat sama saya.” Ucap Doni yang sedikit terhuyung karena ulah Risma.
“Terus nasib aku gimana Om? Jahat deh kalau Naya sampek berangkat sama Om tapi gak ngajak aku.” Risma mencebik mendengar Naya akan diantar oleh Doni, namun Doni tak menyebut namanya untuk ikut serta diantar olehnya.
“Kamu ke sini naik apa?” Tanya Doni dengan seringai ingin mengerjai Risma.
“Naik sepeda Om.” Ucap Risma cepat.
“Terus sepedamu gimana kalau kamu mau ikut sama saya?” Risma makin merengut mendengar itu. Kakinya menghentak lalu berlalu mencium tangan Bella, Rama dan menatap sinis ke arah Doni.
“Ris mau kemana?” Tanya Naya yang sedari tadi tak mengeluarkan suaranya.
“Berangkat duluan, Om Doni resek. Awas aja nanti rahasianya aku bongkar!” Ancam Risma yang membuat Doni langsung kalang kabut berlari menghampiri Risma.
“Rahasia apa Don?” Tanya Rama yang mendapat gelengan kepala dari Doni.
“Eh, eh Risma boleh kok nebeng sama Om. Ayo nanti sama si Kembar juga berangkatnya.” Bujuk Doni agar rahasianya tetap terjaga karena itu adalah keinginan kekasih kecilnya.
“Oke, rahasia aman.” Bisik Risma dengan senyum kemenangannya.
“Ayo berangkat anak-anak.” Ajak Doni melambaikan tangannya.
Naya, Reina dan Reino mencium tangan kedua orangtuanya. Lalu mereka segera keluar dimana Doni dan Risma sudah menunggu. Dalam perjalananpun yang menjadi radio bernyawa hanya Reina dan Reino, mereka beradu argumen membahas tentang tugas yang diberikan oleh gurunya.
“Apa sih Bang, Dek?” Tanya Naya penasaran.
“Kak kalau matahari kan warnanya kuning ya?” Tanya Reina yang diangguki Naya, “tuh bener kan Bang, kuning Bang warnanya bukan orange.” Ucap Reina berbangga diri.
“Tapi kalau sore warnanya orange Dek, kamu yang salah. Yang bener itu orange Adek.” Reino tetap bersikukuh dengan jawabannya, karena Reino selalu menyukai senja dengan warna jingga yang menghiasi langit.
“Kakak, bilangin Abang dong kalau jawaban Abang itu salah.” Ucap Reina yang masih ngotot bahwa jawaban Reino salah.
“Gini-gini Abang, Adek. Semua warnanya bener, tapi biasanya kalau warna orange itu kalau sore ya Bang, kalau siang keliatan warnanya jadi kuning ya Dek?” Reina dan Reino sontak mengangguk bersamaan mendengar itu.