10. Sarapan

1148 Kata
“Naya udah berangkat kayaknya Kak Risma.” Jawab Bella meredupkan senyum ceria Risma. “Kok udah berangkat Mbak? Naya marah sama aku ya?” Tanya Risma menatap sendu Bella. “Mungkin pagi ini jadwalnya si Kakak piket Kak Risma.” Ucap Bella menenangkan Risma. “Perasaan gak ada kelas pagi banget deh Mbak.” Ucap Risma yang memang mengikuti aturan rumah Rama dengan memanggil mereka dengan bahasa yang sudah terpaten. Bella sebelumnya sudah berpesan pada Risma dan Naya untuk berbahasa yang baik dan sopan ketika ada adiknya. Tidak dengan bahasa keseharian mereka yang ‘gue lu’ dan memanggil langsung nama jika sedang berada di rumah. Risma selalu memanggil Naya dengan embel-embel ‘kak’, sama halnya dengan Naya yang juga memanggil Risma dengan embel-embel ‘kak’ didepan nama Risma. “Iya kah? Maaf Mbak juga gak tau soalnya.” Bohong, Bella bohong. Karena sebenarnya Bella sangat mengetahui semua aktifitas Naya. Bella berjalan ke arah Risma untuk memberi penjelasan, agar Risma nantinya tidak berselisih paham dengan Naya. “Naya ngambek sama Papanya, Ris. Makanya dia berangkat duluan, dia juga belum sarapan. Nanti tolong bujuk dia sarapan ya di sekolah.” Ucap lirih Bella pada Risma. “Kak Risma pamit duluan ya kalau begitu, Kakak juga kayaknya ada jadwal pagi tapi lupa.” Ucap Risma yang berpamitan pada si kembar, lalu mencium tangan Bella dan Rama dengan takzim, “berangkat dulu ya Om, Mbak.” Pamitnya yang diangguki Bella dan Rama. “Ayo anak-anak kita juga berangkat, nanti telat.” Ucap Rama setelah melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. “Mama kita berangkat ya.” Pamit Reina pada Bella. “Hati-hati ya anak-anak Mama. Hati-hati Mas.” Ucap Bella setelah mencium tangan Rama “Yang udahan ya ngambeknya, aku kangen.” Bisik Rama setelah mencium kening Bella. Bella hanya melambaikan tangannya untuk melepas kepergian mereka tanpa perlu menjawab ucapan Rama. Rama hanya menghela napasnya lagi, jika sudah begini dia bisa apa selain mengizinkan Naya datang dan ikut serta dalam acara ulang tahun Yuni. Jika sudah mendapat serangan dari 2 orang terkasihnya, Rama hanya bisa mengalah dan mengawasi mereka nantinya. “Kita makan malam ke restoran Doni nanti malem, udah jangan marah. Kita pantau dulu baru kalau kondisi kondusif baru ikut gabung, Yang. Kita juga gak mungkin tiba-tiba dateng terus ngeganggu acara keluarga orang, ngerti kan maksud Mas?” Ucap Rama setelah memastikan 2 anak kembarnya masuk kedalam mobil. “Janji ya Mas?!” Rama mengangguk mengiyakan dan dihadiahi kecupan di pipinya. “Akhirnya.” Gumam lirih Rama lalu benar-benar berangkat untuk bekerja. Rama berangkat dengan hati riang setelah mendapat senyuman dan kecupan manis dari Bella. Bekal yang selama ini dia dapatkan di pagi hari, jika tak mendapatkan yang satu ini, Rama pasti uring-uringan sepanjang harinya. --- Doni memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, keadaan pagi ini cukup mendukung untuk mengendarai mobil dengan kencang. Jalanan masih lengang karena masih pagi. Matanya fokus pada jalanan, tujuannya kali ini menuju ke arah universitas Naya. "Keras kepalamu sama kayak Rama. Kalo udah begini siapa yang mau disalahin sih?" Gerutu Doni kesal karena Naya masih belum ditemukannya. Memang bukan salah Rama jika Rama ingin putrinya tidak mengganggu acara orang lain, namun Naya ingin melihat kebahagiaan sahabatnya diulang tahun Yuni, ibu dari Risma. Rama berpikir mungkin Diki memiliki idealis untuk keluarganya sendiri. Rama tak ingin jika nantinya Naya tiba dan Diki menatap tak suka dengan kehadiran Naya. Padahal yang Rama tidak tahu, Diki dan keluarganya sangat ramah dan menerima siapapun itu dengan tangan terbuka, jika ada yang ikut serta dalam acaranya. Namun ketakutan Rama yang satu ini membuat dua orang kesayangannya merajuk dari semalam hingga pagi ini. Beruntungnya Rama, Bella bisa diluluhkan pagi ini sebelum berangkat kerja. Tiba di universitas Naya, Doni memarkirkan mobilnya di luar. Doni berjalan dengan langkah lebarnya dengan tergesa, sesekali Doni berlari agar segera sampai di kelas Naya. Napasnya memburu ketika sudah sampai di depan kelas Naya. Matanya memicing melihat Naya yang menatap kosong ke arah depan, namun bukan itu yang merusak pemandangan Doni. Melainkan kehadiran seorang lelaki yang kini duduk di samping Naya, dia adalah Angga. Angga duduk menemani dan ikut diam tanpa banyak bertanya, seolah tau jika Naya sedang memiliki masalah. Benar apa yang dikatakan oleh Risma, tatapan mata Angga sungguh dalam ketika menatap Naya. Terdapat ketulusan dan perasaan yang mendalam dalam binar matanya. Doni sudah tak kuat melihat pemandangan yang dapat membakar kewarasannya. "Sayang...." Panggilnya lalu berjalan mendekat ke arah Naya. "Sayang...." Panggil Doni lagi ketika Naya tak kunjung menyahut. Doni menyentuh bahu Naya yang masih asik dalam lamunannya. "Ngelamun Om dari tadi. Makanya aku temenin, takutnya kenapa-kenapa." Ucap Angga tanpa ditanya oleh Doni. "Kamu dari tadi nungguin Naya?" Tanya Doni dingin. "Baru aja Om, saya juga baru sampek." Ucap Angga lalu menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat dengan Naya, Angga sedikit menciut ketika melihat tatapan Doni yang tajam dan menusuk. "Terimakasih." Ucap Doni tanpa diduga oleh Angga. "Nay, sayang. Kamu kenapa sih?" Ucap Doni lalu berjongkok di bawah Naya dan menggenggam tangan Naya. Naya yang mendapat sentuhan di jemari tangannya baru sadar jika di dekatnya ada orang. "Om? Om Doni?" Doni mengangguk mengiyakan lalu mengelus jemari Naya yang digenggamnya. "Udah sarapan belum?" Tanya Doni yang mendapat gelengan kepala dari Naya. "Ayo sarapan dulu ke kantin kalo begitu." Ajak Doni lalu bangkit dari jongkoknya. Tangan Naya sudah digenggam erat oleh Doni, seolah Doni memberitahu pada orang sekitar jika Naya adalah miliknya. Hak paten-nya dan tak ada yang bisa mengusik Naya. "Kenapa berangkatnya pagi banget?" Tanya Doni ketika mereka sampai di kantin. Di kantin baru satu yang membuka dagangannya. Itupun hanya menjual roti, minuman kemasan, s**u dan berbagai snack. Untuk makanan berat belum tersedia jika masih terlalu pagi. Doni mengambil beberapa roti dengan selai coklat favorit Naya dan s**u dengan aneka rasa. Doni tak ingin Naya sakit hanya karena melewatkan sarapan pagi ini. Jika Naya sakit, orang pertama yang merasa kalang kabut adalah Doni. Doni sudah pernah mengalami ini dulu saat Naya masih kecil. Ketika mereka sedang berlibur ke Yogyakarta dan Naya mengeyel ingin sarapan ayam geprek dengan pedas seukuran orang dewasa. Padahal dulu umurnya baru menginjak 9 tahun. Akhirnya acara liburan mereka berganti dengan Naya yang opname di rumah sakit Yogyakarta selama 2 hari. Jika mengingat itu, Doni enggan mengulang kejadian itu. Doni selalu lebih cerewet dibandingkan Bella jika perihal makanan yang akan dimakan oleh Naya. Doni selalu mengatakan, "aduh jangan banyak-banyak sambelnya sayang." Atau sekadar, "udah, udah cukup segitu aja sambelnya. Harus nurut kalau dibilangin. Kalau sakit siapa yang repot?" Memang dasarnya keras kepala, Naya selalu masa bodo dan tidak mengindahkan ucapan Doni, pada akhirnya asam lambungnya naik. Doni selalu membatasi apa yang akan dimakan oleh Naya jika sedang bersamanya. Doni jarang sekali mengajaknya makan bakso, seblak atau mie ayam yang kadar sambalnya bisa disesuaikan oleh selera kita. Jajanan itu yang sangat sering Naya makan, dan itu selalu membuat Doni panik. "Om kenapa ini sih sarapannya? Baksonya belum ada emang?" Tanyanya namun tetap mengunyah roti yang dibukakan oleh Doni.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN