20. Setengah Ludes

1088 Kata
“Om berangkat dulu ya.” Ucap Doni pada Reina yang memegang tangan kirinya. Naya mengikuti langkah Doni dan berhenti tepat di samping kanannya. “Om berangkat ya sayang.” Pamit Doni pada Naya yang membuat Reina mengerutkan keningnya karena mendengar panggilan sayang yang ditujukan pada Naya. “Kenapa cuma Kakak yang dipanggil sayang? Kenapa ke aku enggak dipanggil sayang juga? Kenapa?” Tanya Reina dengan wajah sendunya. ‘Aduh anaknya Rama yang satu ini emang istimewa banget.’ Gerutu Doni dalam hatinya. “Iya Reina sayang, Om berangkat dulu ya.” Ucap Doni kemudian untuk melegakan hati Reina. “Nah gitu dong dari tadi kek, jadi aku gak perlu cemburu ke Kak Naya.” Doni hanya menggelengkan kepalanya lalu masuk ke dalam mobil, waktunya sudah terbuang karena semalam tidur di rumah Rama. Dia tak ingin lagi menunda keberangkatannya menuju Surabaya untuk melihat kondisi restorannya. “Dadah…. Om berangkat, Assalamu’alaikum.” Pamit Doni sambil melambaikan tangannya. Naya dan lainnya setelah melepas kepergian Doni langsung masuk kedalam rumah. Naya masuk ke dalam kamar untuk bersiap ke kampus, sedangkan Reina dan Reino kembali ke meja makan. Rama kembali ke kamarnya untuk segera bersiap juga ke kantor. Bella menuju dapur untuk membantu Bu Minah menyiapkan sarapan. “Adek, Abang, gih ke kamar. Mandi dulu kalian, Papa sama Kakak kan udah pada naik ke atas. Emang kalian gak sekolah hari ini?” Tegur Bella ketika masih melihat si kembar berada di ruang makan. “Adek laper Mama.” Rengek Reina ketika Bella mulai menghampirinya dari arah dapur. “Iya tapi mandi dulu, baru nanti sarapan bareng-bareng Dek. Ayo Abang juga ke kamar.” Ucap Bella lembut. Reino tanpa banyak bicara langsung turun dari kursi lalu ingin membantu Reina, namun Reina menggelengkan kepalanya. “Ayo Dek, kamu gak mau mandi dulu emang? Dasar jorok.” Ejek Reino yang langsung berlalu tanpa menunggu Reina lagi. “Ih Abang! Abang jahat!” Teriak Reina ketika Reino sudah melenggang pergi tanpa membantunya untuk turun. “Tadi kan Abang mau bantuin, kamunya kan yang gak mau. Jangan salahin Abang, Dek. Sini Mama bantuin.” Bella membantu Reina turun lalu mendampingi sampai ke kamarnya. “Mama tinggal ke dapur lagi ya, kamu jangan berantem sama Abang. Cepetan mandinya, tas sekolahnya nanti jangan lupa dibawa.” Reina mengangguk sambil memberi hormat pada Bella. “Siap Bos.” Ucap Reina yang mendapat gelengan kepala dari Bella. --- Naya yang berada di kamarnya tidak langsung membersihkan diri, melainkan mengambil ponselnya untuk melihat apakah Doni yang baru saja pergi mengiriminya pesan tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Ketika melihat ponsel, bibir Naya berkedut dan menyunggingkan senyum ketika mendapati ada pesan dari Doni yang dikhususkan untuk dirinya. [Sayang, Om berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jangan nakal.] [Pulang sekolah langsung pulang, jangan mampir-mampir.] Dua pesan yang terlihat sederhana namun terasa hangat untuk Naya, Naya langsung membalasnya dan senyumnya tak pudar ketika membalas pesan dari kekasihnya tersebut. [Iya Om, Om juga hati-hati di sana. Kalau udah selesai kendalanya langsung pulang ya.] Setelahnya Naya meletakkan ponselnya lalu menuju kamar mandi. --- Tiba di Surabaya, Doni langsung menuju restorannya yang kini tidak beroperasi karena kebakaran yang melahap area dapur. Ketika melihat kedatangan Doni, seorang chef tergopoh menghampiri dan menyambut kedatangan Doni. “Selamat sore Pak Doni.” Sambutnya ketika melihat wajah lelah Doni dari perjalanan. Perjalanan Jakarta menuju Surabaya memakan waktu sekitar 12 jam ditempuh dengan mobil. “Sore Suf, bagaimana kondisi dapur?” Tanya Doni menatap lekat wajah Yusuf—chef sekaligus orang kepercayaannya di restoran tersebut. “Kondisinya cukup parah Pak, tapi untuk korban Alhamdulillah-nya tidak ada.” Urai Yusuf yang mendapat helaan napas dalam dari Doni. “Mari Pak masuk dulu, atau Bapak mau istirahat lebih dulu?” Tanya Yusuf yang mendapat gelengan kepala dari Doni. “Gak perlu Suf, nanti kalau kelamaan istirahat masalahnya gak selesai-selesai. Polisi udah ada yang datang?” Yusuf mengangguk tanda sudah ada polisi yang datang untuk melihat tempat terjadinya kebakaran—restoran Doni. “Pak Man mau di mobil aja atau ikut masuk?” Tanya Doni yang membuat Pak Man langsung mengangguk. “Boleh masuk Pak?” Tanya Pak Man yang diangguki oleh Doni. Mereka bertiga langsung masuk menuju ke dapur. Doni berulang kali beristighfar ketika melihat kondisi dapur. Matanya memejam karena melihat kekacauan yang berada tepat di depan wajahnya. “Sudah panggil orang untuk perbaikan Suf?” Doni menoleh bertanya pada Yusuf. “Sudah Pak, cuma belum bisa hari ini karena tadi masih didatangi sama polisi. Kemungkinan besok lusa baru mulai perbaikan.” Doni mengangguk. “Tapi ini bener gak ada korban jiwa kan? Parah banget ini soalnya keadaannya. Kamu aman?” Tanya Doni memastikan keadaan Yusuf yang memang selalu standby berada di dapur. “Aman Pak, Alhamdulillah. Karena waktu kejadian saya langsung mengarahkan semua orang untuk keluar.” Paparnya lagi. “Terus kamunya malah di dalem?” Tanya Doni ketika melihat tangan Yusuf ada luka bakar. “Iya Pak, niatnya mau padamin api pakai apar. Tapi udah gak keburu. Akhirnya manggil damkar juga.” Cengir Yusuf yang mendapat gelengan kepala dari Doni. “Lain kali selamatin diri dulu, bangunan atau yang lainnya bisa dicari lagi Suf. Tapi kalau nyawa kemana nyarinya? Gak ada yang jual, kamu ngerti?” Yusuf mengangguk mendapat teguran dari Doni. Teguran lembut yang dirasa sebagai penyampai dari perhatian yang dilontarkan Doni membuat Yusuf tersenyum. “Saya akan berusaha mengamankan asset Bapak jika saya bisa. Tapi maaf kali ini saya tidak bisa mengamankannya, malah membuat kerugian.” Ucap Yusuf sambil menundukkan kepalanya. “Gak ada yang pengen rugi atau mendapat musibah Suf. Tapi semuanya balik lagi sama takdir kita. Kalau memang sudah waktunya dapet kendala dan musibah begini ya kita harus legowo. Gak usah merasa bersalah begitu. Dalam dunia bisnis untung rugi itu biasa.” Ucap Doni yang tau kemana arah pembicaraan Yusuf. Doni kemudian menatap Pak Man yang juga ikut masuk, wajah Pak Man sama halnya dengan Doni masih tak menyangka melihat kondisi dapur yang hampir terbakar ludes. Namun itu semua masih bisa Doni syukuri karena tidak menelan korban jiwa. “Suf yakin gak ada korban jiwa? Terus untuk yang luka-luka bagaimana?” Tanya Doni kembali memastikan sambil berjalan keluar dari area terbakar. “Gak ada Pak, hanya ada 4 orang yang terkena luka bakar Pak. Mereka gak ngeuh ketika ada api di dapur. Setelah denger teriakan saya, baru mereka keluar meskipun harus luka.” “4 orang itu sudah termasuk kamu?” Yusuf menggelengkan kepalanya. “Saya gak luka kok Pak, cuma begini mah enteng hehe.” “Ke rumah sakit sekarang!” Titah Doni lalu menarik tangan Yusuf masuk ke dalam mobil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN