*Peringatan. 18+*
- berikut mengandung konten dewasa, seperti perkelahian, kata-kata kasar, s*x, alkohol dan sebagainya. Pembaca diharap bijak-
Oliver berlari di lorong rumah sakit, sambil menggendong Baekie.
"Di mana Dokter nya!" Oliver berteriak tak sabar. Para perawat berlarian, membantu Oliver membaringkan Baekie ke tempat tidur.
"Baekie... bangunlah..." Oliver menepuk-nepuk pipi Baekie. "Kenapa kalian lamban sekali! panggilkan Dokter Ryan!" amarah Oliver meledak. Ditendangnya lemari yang ada di samping tempat tidur. Para perawat gugup. Masing-masing mereka berhati-hati untuk melakukan sesuatu
"Tuan Muda?"
Tampak seorang berusia hampir 50an, mengenakan seragam putihnya. Sikapnya elegant dan raut wajahnya menenangkan. "Siapa yang sakit?"
"Dokter Ryan!" Oliver menarik tangan Dokter tersebut, memperlihatkan Baekie yang terbaring tak sadarkan diri. "Dia kenapa? tolong bangunkan dia!"
"Tuan Muda, tenang dulu, Aku akan memeriksanya."
Setelah mendapat pertolongan pertama di UGD, Baekie dipindahkan ke ruang VIP. Oliver gelisah menunggu Dokter Ryan keluar dari kamar. Dengan gugup dia menggigit gigit kuku jarinya. Mondar-mandir tak keruan harap-harap cemas. Begitu keluar, Oliver langsung berhambur menghampiri Dokter Ryan.
"Bagaimana? Dia baik-baik saja kan?"
"Dia terserang demam tinggi. Kekurangan cairan dan kelelahan, sekarang dia sudah baik-baik saja. Biarkan dia beristirahat beberapa hari."
Oliver terlihat lega, Dokter Ryan tersenyum melihat tingkah Oliver.
"Tak biasanya anda begini? apa dia orang yang spesial?"
Oliver terdiam sejenak. "D-Dia? bukan siapa-siapa. dia hanya pelayanku!" ucapnya lalu berlari masuk ke kamar tempat Baekie dirawat.
Oliver perlahan duduk menatap wajah Baekie yang tertidur. Menatap infus di tangan Baekie. Tanpa sadar Oliver menggenggam tangan Baekie, lalu menyentuh wajah Baekie dengan lembut.
"Bodoh! kenapa kau lemah sekali?" Oliver menghela nafas, dengan lembut dia mengelus wajah Baekie. "Berani-beraninya membuatku khawatir. Kau benar-benar menyebalkan." Oliver merunduk, menaruh tangan Baekie di keningnya. Perlahan Baekie membuka mata. Dengan diam dia menatap Oliver. Namun, ketika Oliver melihat ke arahnya, Baekie pura-pura tidur kembali.
"Hah... si Hantu ini membuatku frustasi, baiklah, tidurlah.. setidaknya hari ini aku tak akan menyiksamu."
***
Oliver keluar dari kamar tempat Baekie dirawat. Tak disangka Nancy ada di luar kamar berdiri menatapnya.
"Sayang, Aku kira salah orang? tapi ini benar-benar Kau?"
Nancy mengintip ke dalam kamar. Oliver dengan segera menutup pintu lalu melangkah ke arah Nancy.
"Apa yang Kau lakukan di sini?"
"Tadinya hanya menemani teman, tapi Aku tinggal karena melihatmu. Siapa yang sakit?"
"Bukan siapa-siapa." Oliver berjalan melewati Nancy.
"Dasar pembohong, dari awal Aku melihatmu menggendong wanita pelayan itu." Batin Nancy, lalu tersenyum sinis.
"Sayang, mau kemana? setelah ini mau bersenang-senang di club?" Nancy merangkul tangan Oliver seperti biasa. Oliver terus berjalan sambil mengeluarkan rokok dari sakunya.
"Aku tak mau kemana-mana." ucapnya. Mereka memasuki ruangan terbuka di bagian samping rumah sakit. Ruangan merokok dengan berbagai tumbuhan hijau disekelilingnya.
Nancy mengambil pemantik dan menghidupkan rokok Oliver. "Kau mau menemani wanita pelayan itu?"
Oliver menatap Nancy dengan matanya yang agak lelah. "Aku melihatmu, menggendongnya di lorong." ucap Nancy lagi. Oliver menggenggam tangan Nancy, sambil menghela nafasnya yang lelah.
"Nancy, maafkan Aku. Ayo kita putus."
Perkataan Oliver membuat Nancy terkekeh. "Oliver, sayang... tak biasanya Kau minta maaf. Apa yang terjadi padamu?"
"Dari awal Aku tak memiliki rasa apapun padamu, makanya Aku minta maaf."
Nancy melepaskan genggaman tangan Oliver darinya. Lalu menatap Oliver sambil dengan senyum tak percaya. "Lagipula kita memang tak pernah benar-benar pacaran kan?" Oliver mengangguk mendengar ucapan Nancy. Nancy melipat tangannya ke depan.
"Ya sudah, tak masalah buatku." Nancy berbalik lalu meninggalkan Oliver.
"Pasti karena pelayan itu, tak masalah bagiku. Bagaimanapun pelayan itu yang akan membayarnya." Gumam Nancy sambil tersenyum.
***
Oliver menatap Baekie sepanjang malam, sebelum akhirnya dia jatuh tertidur. Setengah jam kemudian, Baekie mengawasinya. Mengawasi Oliver yang tertidur sambil menggenggam tangannya. Baekie berhati-hati. Perlahan dia menarik tangannya dari genggaman Oliver. Oliver terganggu sejenak, namun tertidur kembali. Kali ini Baekie melakukannya dengan sangat pelan, agar Oliver tak terbangun. Setelah terbebas, Baekie menarik lepas infus di tangannya, lalu berjingkat keluar ruangan. Perlahan Baekie membuka pintu, dia berbalik sejenak. Ditatapnya Oliver sekali lagi, setelah beberapa menit, akhirnya dia melarikan diri.
Oliver terbangun, matanya terbelalak ketika melihat Baekie tak berada di tempat tidur. Oliver berlari memeriksa toilet, memeriksa lorong, tak ada tanda-tanda keberadaan Baekie di sana. Oliver akhirnya mengamuk. Rumah sakit menjadi kacau. Dokter Ryan berusaha menenangkan Oliver namun tak ada gunanya.
Oliver menancap mobilnya menyusuri setiap jalan. Matanya mencari-cari keberadaan Baekie. Hampir satu jam dia berkeliling di setiap jalan yang terhubung ke rumah sakit. Tak terlihat jejak Baekie sama sekali. Hingga akhirnya Oliver kembali kerumah. Dia berlari dengan marah menuju kemar Baekie. Kekosongan kamar itu makin membuatnya meradang.
"Sial! Baekie tidak pulang ke rumah?"
Nyonya Magie yang baru saja kembali dari luar negeri, langsung menghampiri Oliver yang terlihat seperti orang tidak normal.
"Oliver, apa yang terjadi?"
"Baekie, dimana Baekie! kenapa dia tak ada di kamarnya!"
"Dia kabur?" Nyonya Magie berlari ke dalam kamar. Keponakannya benar. Baekie tak ada sama sekali. "Sudah Bibi bilang kan? jangan bawa dia keluar! harusnya biarkan saja dia mati di kamar ini! b******k!"
"Bibi bilang apa? Bibi ingin dia mati?"
"Oliver! Kau ini gila atau apa? hantu itu..."
"Sial! semua pelayan! segera cari Baekie. Temukan dia sekarang, jika tidak, kalian semua kupecat!" Oliver membanting pintu kamarnya, mengacak-acak semua isi kamar, dan menghancurkan segala yang terlihat.
***
Sementara itu, Baekie tampak duduk di sebuah halte bus. Tangannya memeluk bahunya.Kakinya yang telanjang tampak terluka. Dia merasakan kedinginan. Beberapa kali dia menggosok bahunya sendiri, untuk meredakan rasa dingin yang menusuk tubuhnya.
"Kau sedang apa di sini?"
Tampak seorang laki-laki tersenyum menatap Baekie. Laki-laki dengan senyum yang lembut. Mata abu-abunya terlihat indah, kulitnya bersih kecoklatan. Rambut hitamnya yang pekat dengan panjang melebihi telinganya, melengkapi penampilan wajahnya yang sempurna.
"Dari tadi Aku melihatmu dari sana." Laki-laki tersebut menunjuk mobil sport yang di parkir tak jauh dari tempat Baekie duduk. "Sudah satu jam, Kau tak beranjak juga. Apa Kau tersesat?"
Baekie hanya diam. Bahkan suara nafasnya tak terdengar sama sekali.
"Namaku Chris. Kau kedinginan?" Laki-laki yang ternyata adalah musuh bebuyutan Oliver itu, melepaskan jaketnya dan menyampirkan jaket tersebut ke pundak Baekie. Baekie kemudian menatap Chris. Dia tak pernah bertemu laki-laki lain yang mengajaknya bicara, kecuali Oliver dengan temprament kasarnya. Tapi Chris, orang ini terlihat berbeda. Dia tersenyum dan memiliki suara yang lembut. Hal itu sedikit membuat Baekie merasa hangat.
"Sebentar lagi hujan, kau mau terus di sini?"
Baekie menatap langit. "S-sebentar lagi hujan?" Ucapnya tergagap.
"Syukurlahh kau bisa bicara hahaha, hmm... lihat, sekarang sudah hujan. Kau mau kemana? Aku akan mengantarmu."
Baekie terdiam menatap rintik hujan itu. Otaknya memikirkan Oliver. Oliver yang kesakitan setiap kali hujan turun. Oliver yang membutuhkan dirinya. Oliver yang akan mendekapnya hingga tubuhnya kaku dan tak bisa bergerak
***
"Nyonya... T-Tuan Muda..." Joice terlihat pucat. Hal yang sama terjadi lagi. Lebih parahnya kali ini Baekie tak ada untuk menenangkan Oliver. Semua orang sibuk, Nyonya Magie mondar-mandir tak keruan. Oliver mengerang kesakitan. Oliver memecahkan jendela, lalu menyayat tangannya dengan serpihan kaca jendela, darah mengucur dari lukanya. menggenang dimana-mana.
"Nyonya bagaimana ini? sepertinya kali ini parah, Tuan Muda benar-benar kesakitan!"
Wajah Joice yang biasanya tenang, kini menyiratkan kekhawatiran yang teramat.
"Sial! tak ada cara lain, ikat dia!"
"T-tapi nyonya..."
"Kau mau dia terus saja melukai diri sendiri dan akhirnya mati? b******k pakai otakmu, ikat dia!"
Para pelayan berhamburan, beberapa mengambil tali dan yang lainnya berusaha menangkap Oliver. Oliver berlarian di ruang tamu. Dia memekik kesakitan, kuku dan bibirnya dengan cepat membiru. Prang! Oliver membanting vas bunga. digenggamnya pecahan vas tersebut. Darah berceceran dari tangannya. Semua orang terbelalak tatkala Oliver menusuk perutnya sendiri. Suara daging yang terkoyak itu jelas terdengar.
"Oliver!!" Nyonya Magie panik. Tapi dia tak berani mendekat.
"Tuan Muda, tolong hentikan!" Joice ikut menjerit. Oliver tak sadar sama sekali dia hanya menggila dan melukai dirinya sendiri. Bruk! Oliver jatuh ke lantai. Nafasnya terengah-engah. Dalam keadaan genting itu. Tampak Baekie berlari dengan keadaanya yang basah kuyup.
"Baekie!" Plak! Nyonya Magie menampar keras Baekie. "Kau lihat apa yang kau lakukan? sebentar lagi Oliver akan mati! apa kau puas!"
Baekie tak mempedulikan Nyonya Magie atau rasa sakit di pipinya, dengan segera dia berlari ke arah Oliver. Menangkap tangan Oliver lalu menatap Oliver lekat.
"Akh!" Oliver melayangkan pecahan kaca ke wajah Baekie. Darah mengucur dari pipi Baekie. Baekie memejamkan matanya menahan rasa sakit, lalu menatap Oliver lagi. Oliver terdiam, perlahan dia menjatuhkan pecahan kaca dari tangannya. Tangannya menyentuh wajah Baekie.
"B-Baekie... B-B..." Bruk! Oliver rubuh, Baekie memeluk Oliver erat.
"Maafkan aku... Hiks... harusnya aku tak menginginkan apapun. Harusnya aku tak boleh mengharapkan kau membalas perasaanku. Maafkan Aku... harusnya aku tau, Aku hidup hanya untuk menjadi milikmu. Aku tak kan kemana-mana lagi, Kau bisa lakukan apapun padaku. Maafkan aku hikss..."
Oliver tak sadarkan diri dalam pelukan Baekie. Baekie menangis menatap tubuh Oliver yang terluka, dan mengeluarkan banyak darah. Entah kesakitan apapun yang didapat Baekie dari Oliver. Baekie tau dia takkan sanggup meninggalkan Oliver. Karena dari awal, di hari pertama mereka bertemu, di bawah hujan dan petir, hati Baekie sudah memeluk Oliver. Baekie sudah merelakan hatinya untuk Oliver dan kini Baekie akan merelakan segalanya. Anyelir Merah yang menjadi pengikat mereka menatap sendu. Seolah menjadi saksi kisah cinta yang menyakitkan ini.
Cookie :
Chris berdiri menatap kejadian aneh di depan matanya. Kekacauan yang terjadi membuatnya menyeringai.
"Dramatis sekali." ucapnya kemudian, lalu pergi sambil menyulut rokoknya.
TBC