Chapter 9 : Maling

564 Kata
"Mampus gue!! Lagi-lagi telat bangun!! Sial!!" jerit Sam. Ia buru-buru berpakaian dan langsung pergi tanpa menyapa Adi sama sekali. Bahkan, kayaknya dia lupa kalau mulai sekarang ia tidak tinggal sendirian.   Setelah kepergian Sam yang seperti angin ribut, barulah rumah terasa tenang kembali. Adi sudah merapikan barang-barang miliknya di kamar yang ditempati. Ia mulai menjelajah ke dapur dan ruang tengah. Rumah itu besar, namun kurang terawat. Banyak debu di sana sini. Sekilas rumah ini terasa biasa saja, namun ada sesuatu yang kurang di sini. Ada yang janggal.   Adi memandangi sekeliling rumah itu sekali lagi. Sepertinya rumah ini dulunya digunakan untuk tempat tinggal pribadi. Mungkin baru-baru ini saja dijadikan rumah kos. Adi memandangi tembok dan meja pajang yang ada di ruang tengah. Ia sadar sekarang.   Rumah ini kosong. Terlalu kosong. Ada benda yang seharusnya ada namun hilang tak berbekas. Pigura foto. Foto keluarga. Pemilik rumah ini. Tidak ada satu pun. Baik di dinding, maupun di atas rak atau meja pajang. Jika melihat perbedaan warna berbentuk bingkai yang mencolok di beberapa bagian dinding, tampaknya dulu ada pigura foto yang terpasang di situ. Lalu, di manakah pigura foto itu disimpan? Adi tidak tahu.   Kriiiuuuuk...   Perut Adi terasa lapar, ia membuka kulkas berharap menemukan makanan, namun harapannya sia-sia. Ia memutuskan untuk mandi, namun teringat kalau kemarin malam ia tidak sempat membawa peralatan mandi. Jadi, dengan sangat terpaksa dia berharap ada sabun yang bisa dipakai di kamar mandi.   Di kamar mandi, Adi menemukan beberapa botol sampo, yang sayangnya tidak ada isinya. Ada sebatang sabun yang sudah kecil sekali dan tidak layak pakai. Apa boleh buat. Hari ini ia akan pergi berbelanja keperluan rumah tangga. Dengan hati-hati Adi menggunakan sabun temuannya dan kemudian bersiap pergi.   Sambil bersiul-siul ia hendak membuka pintu pagar. Namun pintu pagar tertutup rapat dengan sebuah gembok besar yang mengunci dengan kokoh. Boro-boro pergi!! Ia terkunci di dalam rumah yang letaknya pun tidak ia ketahui!! Celaka!! Celaka!! Adi buru-buru merogoh sakunya berusaha menemukan nomor ponsel si pemilik rumah.   Kriiiing.... kriiiiiing....   Tidak ada jawaban...   Dengan kesal Adi mengulang teleponnya beberapa kali.   Tetap tidak ada jawaban...   Sebagai gantinya, samar-samar ia mendengar ada bunyi nada dering dari balik kamar yang terkunci. Yeah, right! Si pemilik rumah meninggalkan ponselnya di kamar. Berarti ia harus duduk berdiam diri sampai ditemukan mati kelaparan di dalam rumah. Tidak mau.   Adi mendekati pintu pagar. Ia berjinjit dan menengok ke kanan dan ke kiri. Sepi... Bagus sekali. Ia memanjat pagar dan dengan beberapa gerakan lincah, Adi berhasil keluar rumah. Sekarang tinggal cari makan.   Ia menyusuri jalanan dan menemukan jalan raya di ujungnya. Beberapa tempat makan berderet di pinggir jalan. Barulah Adi sadar kalau ia terdampar di daerah karet, tidak terlalu jauh dari Jalan Sudirman. Ia masuk ke dalam rumah makan terdekat yang menyediakan aneka lauk pauk, dan makan dengan rakus.   Mal Ambasador tidak terlalu jauh dari situ. Adi memutuskan untuk berbelanja di supermarket. Ia membeli keperluan rumah tangga dan bahan makanan. Sedikit banyak ia bisa memasak. Lumayan enak lah. Setelah puas berbelanja selama beberapa jam, Adi pulang.   Hari sudah agak sore ketika ia pulang. Tangannya penuh menenteng belanjaan. Ketika sampai di depan rumah kos-kosan, Adi terpekur. Bagaimana caranya masuk? Ia terpaksa harus mengaitkan belanjaannya di pagar, barulah memanjat. Jalanan di gang tidak sesepi siang tadi. Ia harus menunggu beberapa saat sampai yakin tidak ada orang lain yang melihatnya.   Semua baik-baik saja, ketika ia mulai memanjat. Tahu-tahu ada yang meneriakinya dari belakang.   "Maliiiiiiiiing!!! Awas, lo!!!" bentak suara itu diikuti suara motor diparkir asal, disusul langkah kaki yang mendekat dengan tergesa-gesa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN