Adi ditarik dengan sekuat tenaga ke belakang, dan terjungkal bersama-sama si penarik.
"Aduuuh," erang Adi kesakitan.
Belum selesai rasa sakitnya. Kerah bajunya ditarik dengan keras. Si penarik siap menonjok mukanya.
"Ampuuun, saya ngekos di sini. Ampuuuun," jerit Adi.
"Hah, ya ampun!! Gue lupa!! Sori, sori!!!" Sam yang siap menonjok pria yang dikiranya hendak merampok rumahnya, buru-buru melepaskan cengkeramannya.
"Kira-kira dong, kalo nuduh orang!!" bentak Adi meledak.
"Sori, bang. Mana gue tahu kalo lo anak kos gue? Baru juga sehari kita ketemu. Mana gue inget muka lo. Lagian, mau masuk rumah aja pake manjat pager segala. Lewat pintu dong," kata Sam membela diri.
Adi benar-benar naik pitam. Kalau hidungnya bisa mengeluarkan api, pastinya sudah menyembur sedari tadi.
"Lo kira gue seneng apa manjat-manjat pager orang kayak maling? Elo ngunciin gue seharian di dalem rumah tanpa makanan. Yang bener aja!!!"
"Ya, ampun!! Gue baru inget!!" seru Sam terkejut.
"Ya, ampun!! Gue baru inget," ejek Adi menirukan kata-kata Sam dengan mulut monyong yang dibuat-buat.
Sam buru-buru merogoh saku celananya dan menyerahkan sebuah kunci gembok. Adi langsung mengambilnya dengan kasar dan membuka pintu pagar. Ia mengambil tentengan belanjaannya yang disangkutkan di pagar dan masuk ke rumah tanpa basa basi.
"Sori, man," kata Sam menyusul.
"Bikinin kunci duplikat," kata Adi singkat.
"Iya," jawab Sam.
Adi menaruh belanjaannya di atas sofa, lalu mengempaskan dirinya di sampingnya.
"Hp elo ketinggalan di rumah. Lain kali jangan sampe lupa," jawab Adi.
"Iya, deh. Eeng... siapa ya... gue lupa nama lo," kata Sam cengengesan.
"Adi. Nama elo siapa? Gue juga lupa," kata Adi.
"Sam. Sori ya, Di. Nanti gue bikinin kunci biar nggak repot," jawab Sam.
"He-eh," jawab Adi.
"Ntar malem, mau makan keluar? Makan sama-sama yuk. Sekalian gue traktir sebagai permohonan maaf," kata Sam meringis.
Adi menatap ke arah Sam dengan tampang bete berat. "Okelah. Jam berapa?" tanyanya.
"Jam setengah tujuh," jawab Sam.
"Oke, setengah tujuh," jawab Adi.
Sam sudah selesai mandi. Ia mengenakan salah satu kaus dan jins belelnya. Rambutnya yang masih basah sehabis keramas dibiarkannya lepek. Hari ini masih belum ada proyek baru yang harus dikerjakannya. Makanya ia diizinkan untuk pulang cepat. Ia harus menikmati sedikit waktu yang dimilikinya untuk bersantai sedapat mungkin.
"Yo, Adiii!!! Udah siap belom?" tanya Sam sambil mengetuk pintu kamar Adi.
Adi membuka pintu. Rambutnya disisir rapi. Ia mengenakan kaus dan celana jins. Kaca matanya sama sekali tidak membuatnya terkesan kuper. Hari ini dia memakai contact lens, jadi kacamatanya di gantungkan di saku.
Sam baru kali ini benar-benar memperhatikan wajahnya. Ternyata Adi lumayan ganteng dan terkesan intelek. Badannya juga jangkung dan cukup atletis. Pasti cowok macem begini banyak pacarnya. Tapi Sam tidak mungkin jatuh cinta. Ia memutuskan untuk tidak jatuh cinta. Cowok di matanya tidak jauh berbeda dengan jeruk atau apel di pasar. Nothing special.
"Mau makan di mana?" tanya Adi.
"Jalan yuk, ke mal. Ke Plangi aja. Deket," kata Sam.
"Ya, udah. Boleh," jawab Adi.
"Yuk, jangan lupa kunci pintu," kata Sam sambil memutar-mutar kunci motor di tangannya.
Ia memakai jaket, memakai helm, dan menghidupkan kunci motor. Adi mengikutinya dari belakang, dan mengunci pintu pagar.
"Ayo, naik!" kata Sam memberi isyarat.
"Maksud elo, gue dibonceng?" tanya Adi tidak percaya.
"Iya," jawab Sam cuek.
"Gimana kalo gue aja yang bonceng elo?" tanya Adi menawarkan.
"Makasih. Nggak usah. Elo aja yang gue bonceng," sahut Sam.
"Masa cowok dibonceng cewek?" tanya Adi, sedikit tersinggung.
"Emangnya kenapa kalo cowok dibonceng cewek?" balas Sam ikut tersinggung.
"Malu dong. Harga diri laki-laki. Yang bener aja," gerutu Adi.
"Sekarang udah nggak zamannya kuda gigit besi. Kartini aja udah teriak-teriak soal emansipasi dari zaman bapuk. Udah naik aja, nggak usah ribut," gerutu Sam kesal.
"Tetep aja, elo yang di belakang. Kan lebih enak kalo gue yang nyetir," keluh Adi.
"Gue mau tanya sama elo. Motor ini milik siapa?" tanya Sam semakin tidak sabaran.
"Punya elo," jawab Adi.
"Oke, punya gue. Berarti siapa yang berhak nyetir motor ini? Yang numpang atau yang punya?" tanya Sam sekali lagi.
"Yang punya. Tapi kan..." seru Adi protes.
"Alah, udah cepet naik. Lagian kalo udah pake helm siapa yang tahu sih? Makan tuh gengsi," balas Sam.
"Tetep aja gue malu," gerutu Adi.
"Elo ngajak berantem, ya? Kalo nggak suka, ya udah nggak usah ikut. Gue pergi sendiri," kata Sam habis kesabaran.
"Ya, udah. Gue ngalah," sahut Adi nggak rela. Ia mengambil helm yang disodorkan Sam, lalu duduk di bangku belakang.
"Tapi inget, ya. Pulang nanti gue...."
Tapi Sam sudah tidak mendengar perkataan Adi lagi. Ia menggas motornya sekencang-kencangnya dan melaju sampai di ujung gang, bergabung dengan antrian mobil-mobil yang padat merayap, yang selalu menjadi makanan sehari-hari orang kantoran Jakarta yang lewat Casablanca dan sekitarnya.