Sam, baru saja selesai mandi ketika ia mendengar bel rumahnya berbunyi berkali-kali tiada henti. Hujan di luar sangat deras. Guntur menggelegar.
Sial.
Pasti bel tua rumahnya korslet lagi. Mana mungkin ada orang yang datang malam-malam begini. Sam mengambil hp dan mengeceknya. Tidak ada telepon masuk. Bisa dipastikan tidak ada tamu malam ini.
Tidak ada orang yang dikenalnya akan datang tiba-tiba di hari semalam ini tanpa mengirim sms atau menelepon terlebih dahulu. Ia menghampiri kabel bel yang terjulur di dekat pintu rumah. Di situ ada tombol untuk mematikan bunyi bel. Dan, itulah yang dilakukan Sam sekarang.
************************
Samar-samar Adi mendengar bunyi bel di dalam rumah. Lampu rumah itu menyala. Pemiliknya pasti ada di dalam. Semoga saja ia belum tidur. Ia terus menekan tombol bel itu hingga tiba-tiba bel itu berhenti berbunyi. Aduh, ada apa lagi ini? Apakah belnya rusak karena ia terlalu bernapsu memencetnya? Sial. Benar-benar sial.
"Buka!! Buka pintu!!" teriak Adi seperti orang gila.
Ia mengguncang-guncangkan pagar dan gembok rumah itu berkali-kali. Ingin rasanya ia mendobrak pintu rumah itu. Tapi, tidak mungkin. Salah-salah dirinya bakal ditangkap polisi.
Penghuni rumah ini benar-benar tuli. Teriakannya sama sekali tidak menimbulkan pengaruh apapun terhadap si pemilik rumah. Di antara rasa marah dan keputusasaan, ia melihat nomor ponsel yang terpampang di kertas pengumuman. Segera saja ia merogoh sakunya dan mulai memencet tombol demi tombol, berharap agar usahanya kali ini cukup berhasil.
***************
Ponsel Sam berdering nyaring.
Ia nyaris tertidur. Bunyi hp membuatnya terlonjak kaget hingga kepalanya pusing. Siapa sih yang menelepon? Sam meraih ponselnya dengan malas. Nomor yang tidak dikenalnya. Jangan-jangan salah sambung. Tapi, terlanjur. Ia sudah bangun dan siap menyemprot siapa saja yang meneleponnya saat ini. Awas saja kalau tidak benar-benar penting!
"Halo?" jawab Sam kasar.
"Halo? Bukain pintu pagar dong! Saya sudah nunggu dari setadi, basah kuyup!!" teriak orang di seberang sana kencang sekali, hingga Sam menjauhkan ponselnya dari telinga.
Busyet! Bahkan dari jarak sejauh lengannya, suara cowok di seberang sana bisa terdengar jelas.
"Siapa nih? Ngapain dateng malem-malem?" tanya Sam kesal. Ia masih tidak peduli dengan permintaan orang itu.
"Saya Adi. Mau ngekos di situ. Darurat!! Saya bisa kena paru-paru basah kalo didiemin di depan pager terus-terusan!! Paling enggak bukain pintu dulu dong!!" teriak cowok itu tanpa basa basi.
Sam menyingkirkan gorden dari jendelanya dan mengintip ke luar. Benar. Ada seseorang di depan sana. Tanpa payung. Basah kuyup. Ia buru-buru mematikan hpnya lalu mencari payung dan kunci depan.
*********************************
"Sial!!" umpat Adi.
Kesialannya hari ini benar-benar sempurna. Si pemilik rumah mematikan ponselnya dengan kasar. Sudah pasti pemilik rumah itu tidak mau membukakan pintu untuknya. Lagipula, siapa yang tidak curiga melihat cowok tak dikenal datang malam-malam dan menggedor pintu pagarnya sambil berteriak-teriak kayak orang gila.
Jangan-jangan, ia disangka rampok atau semacamnya. Benar. Pasti begitu. Mungkin saja sementara ia berdiri di tengah derasnya hujan, si pemilik rumah menelepon polisi atau satpam untuk menangkapnya.
Dalam kepedihan, Adi mulai tertawa. Semakin lama semakin keras. Untuk apa ia takut? Hari ini kesialan datang bertubi-tubi. Kalau ada polisi yang menangkapnya untuk dimasukkan ke penjara, tentu saja bukan hal yang aneh. Malah kebetulan. Setidaknya ia punya tempat untuk tinggal sementara waktu, meskipun penjara tidak termasuk daftar tempat favoritnya.
Namun, tempat apapun itu rasanya sudah tidak penting lagi baginya sekarang. Dengan lelah, ia bersandar di pagar membelakangi rumah, lalu membiarkan tubuhnya merosot ke bawah.