“Kenapa bahumu merah seperti ini?” tanya Thomas menyentuh bahu terbuka Arletta. Wanita itu langsung saja berbalik dan menghadap kaca untuk melihat bahunya, Arletta benar-benar tak tahu akan itu. Ada seperti cakaran kuku seseorang, Arletta pikir hal itu perbuatan Ibra padanya.
“Sofia yang melakukannya, awalnya dia bercanda ternyata tidak sengaja,” jawab Arletta asal untuk mencari alasan. Arletta berharap Thomas percaya dengan apa yang dikatakannya.
“Aku akan mengobatinya nanti untukmu,” kata Thomas sambil mengelusnya pelan.
Lalu Thomas mencium bahu terbuka Arletta, mereka baru saja selesai mandi bersama. Kali ini keduanya benar-benar hanya mandi saja tanpa melakukan apapun. Arletta memejamkan matanya saat Thomas mulai menjilat dan menciumnya. Kedunya masih tidak menggunakan apapun, Thomas memeluk Arletta dari belakang dan menempelkan tubuh keduanya.
Arletta bisa merasakan ada yang tegang di bawah sana yang mengenai bokongnya. Tangan pria itu juga sudah mulai meremas dibagian depan. Ciuman Thomas mulai naik ke leher jenjang wanita itu. Arletta tahu bahwa Thomas menginginkannya, namun semakin lama Arletta memejamkan matanya yang ada dipikirannya bukanlah Thomas.
Melainkan pria di masa lalunya, Ibra Mark Goddard. Beberapa kali Arletta menahan diri dan mulai menggelengkan kepalanya seolah berharap menghilangkan sosok Ibra dalam pikirannya. Namun semakin berusaha melupakan Arletta semakin memikirkan Ibra.
Saat ini seseorang yang menyentuhnya bukan Thomas, melainkan Ibra. Arletta jadi mengingat bagaimana Ibra yang menyentuh dan memanjakannya. Ibra yang mengecupnya dan memberikan kenikmatan padanya, bahkan permainan yang mereka lakukan saat itu terekam jelas oleh Arletta. Wanita langsung saja melepaskan Thomas dan menjauh dari pria itu membuat Thomas sedikit terkejut.
“Hey, ada apa?” tanya Thomas bingung.
“Tidak, aku hanya mengantuk. Ayo kita ke kamar,” ajak Arletta mengalihkan.
Thomas tersenyum paham lalu mengambil kimono untuk Arletta dan memakainya. Pria itu tahu bagaimana melayani Arletta dengan baik, wanita itu selalu saja tersentuh dengan setiap sikap Thomas padanya. Thomas tidak mau memaksa Arletta, pria itu paham jika Arletta sedang tidak ingin melakukannya karena lelah. Maka itu Thomas tak mau memaksa.
“Satu minggu lalu ulang tahun maskapai kita, kau tak lupa bukan? Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu, kau sudah berjanji akan menemaniku ke acara itu,” kata Thomas mengingatkan sambil mengeringkan rambut Arletta yang basah dengan pengering.
“Ya, aku mengingatnya. Semua orang juga diundang untuk itu, bagaimana bisa aku tak datang?” tanya Arletta membuat Thomas tertawa.
“Kau benar, aku harap kau tak berubah pikiran. Aku tak sabar ingin mengenalkanmu dengan teman-temanku, mereka sangat ingin mengenalmu,” kata Thomas dengan semangat membuat Arletta tersenyum.
Arletta memang tidak mengenal semua teman Thomas, wanita itu hanya mengenal sebagian saja. Arletta tahu jika Thomas mempunyai banyak relasi, wanita itu juga sudah kenal dengan keluarga besar Thomas. Beberapa kali pria itu membawa Arletta untuk menemaninya di acara keluarga mereka.
“Aku akan mengantarmu pulang nanti, mungkin aku lupa memberitahumu tapi aku harus pergi selama dua hari. Ada pekerjaan yang harus kulakuakn menggantikan Daddy, kau tak masalah dengan itu bukan?” tanya Thomas dan Arletta menggelengkan kepalanya.
“Pergilah, kita juga tak pernah selalu bersama. Kau mengerti pekerjaanku begitu juga denganku yang mengerti pekerjaanmu, semoga pekerjaanmu cepat selesai,” ujar Arletta sambil tersenyum. Thomas mencium puncak kepala sang kekasih.
“Thank you, I love you Honey,” ucap Thomas mesra dan Arletta hanya tersenyum saja.
***
Kini Arletta menikmati waktu liburnya dengan bermalasan di apartement, wanita itu memang selalu suka berada di apartement saja dari pada harus menghabiskan waktu diluar dengan sia-sia. Selain membuat lelah, uangnya juga akan habis. Kali ini Arletta benar-benar malas untuk keluar.
Biasanya wanita itu akan keluar bersama Thomas saja, karena pria itu pergi maka Arletta ingin di rumah saja. Sebelum tidur Arletta menikmati sebuah film yang terputar dihadapannya dengan cemilan yang berada di pangkuannya. Suara bel membuat Arletta menghentikan film tersebut dan berjalan ke depan untuk membuka pintu.
Baru saja membuka sedikit Arletta sudah bisa melihat siapa yang datang ke apartementnya. Arletta dengan cepat ingin menutup pintu tersebut, namun tenaga dari tamu yang tak diundang itu jauh lebih kuat dan bergerak dengan cepat untuk menahan pintu sebelum tertutup sepenuhnya.
“Lepaskan!” pekik Arletta sambil menarik pintu. Namun pria tersebut menariknya agar terbuka lalu mendorong Arletta ke dalam sehingga pria tersebut masuk ke dalam apartemen dan menutup pintunya kembali. “Kau mau apa?” tanya Arletta marah.
“Ingin menemuimu, aku tak menyangka kalau kau masih tinggal di sini. Aku pikir kau akan pindah dari tempat kita, tapi ternyata aku salah. Kau benar-benar ada di sini, aku terkejut saat melihat biodatamu dan ternyata benar. Aku pikir itu semua kesalahan,” kata Ibra yang berhasil masuk dan kini berada dihadapan Arletta.
“Kau mau apa? Tolong keluar dan jangan menggangguku! Aku sudah mengatakannya, bahwa kita sudah tak punya hubungan apa-apa lagi. Lebih baik kau keluar, aku tak mau kau ada di sini,” desis Arletta sambil mendorong Ibra. Namun pria itu menahan tangan Arletta dengan kuat sehingga berhenti mendorongnya.
“Aku tak akan keluar, sebelum kita bicara. Aku mau kau mendengarku terlebih dahulu, aku ingin menyelesaikan pembicaraan kita sebelumnya. Ada hal yang ingin ku bicarakan padamu, jadi tolong jangan seperti ini Baby. Aku benar-benar tak bisa menahannya lebih lama lagi, aku mohon kasih aku waktu sebentar saja,” mohon Ibra dan Arletta menggelengkan kepalanya.
“Tak ada lagi yang perlu kita bahas Ibra, semuanya sudah selesai. Keadaan kita sudah tak sama lagi, apapun yang akan kita bahas pasti meninggalkan luka dan itu menyakitkan. Aku sudah punya Thomas, begitu juga denganmu yang sudah menikah. Apa yang kau harapkan lagi di antara kita setelah semua itu? Aku tak ingin menyakiti siapapun di sini, aku juga tak mau lagi membahasnya. Aku tak mau semua orang tahu tentang kita, jadi ku mohon Ibra pergilah,” mohon Arletta dengan sungguh.
“Kenapa kau tak mau membahasnya? Apa kau takut? Kau takut dengan fakta yang ada? Kau takut kalau sebenarnya kau masih mempunyai perasaan padaku? Apa itu yang kau takutkan?” tanya Ibra membuat Arletta mengernyitkan keningnya.
“Kau gila?” ejek Arletta.
“Ya, aku gila. Aku gila karenamu sejak kau pergi begitu saja saat itu. Maka itu aku tak mau semakin gila dengan sikapmu seperti ini, apa kau tak berpikir kenapa takdir mempertemukan kita kembali? Bukankah itu berarti takdir sedang berpihak kepada kita?” tanya Ibra membuat Arletta tertawa.
“Takdir katamu? Berpihak? Kau benar-benar gila! Jika memang berpihak tak seharusnya kita bertemu dengan situasi sekarang, situasi kita udah berbeda dan itu sangat sulit. Bagaimana bisa takdir berpihak dengan keadaan seperti itu? Jadi kumohon pergi Ibra, pergi!” Arletta berusaha mendorong Ibra kembali namun pria itu tak mau mendengar.
“Kau yang membuatku seperti ini Arletta, kau yang memaksaku untuk bersikap kasar seperti ini. Jadi jangan salahkan aku kalau aku harus memakai cara lain,” kata Ibra sambil mendorong Arletta pada tembok lalu mencium bibir Arletta dengan kasar.
Wanita itu memberontak dan memukul d**a Ibra agar dilepaskan, namun Ibra tak masalah dengan itu. Arletta terus saja berusaha mendorong namun usahanya selalu saja sia-sia. Tenaga Ibra jauh lebih kuat dibandingkan Arletta, wanita itu sampai kelelahan dan akhirnya hanya bisa pasrah ketika Ibra menyerangnya secara tiba-tiba.
Tangan pria itu menahan tangan Arletta dan mengangkatnya ke atas semakin mempermudah Ibra. Pria itu menempelkan tubuh keduanya dan Arletta mulai memejamkan matanya menikmati sentuhan Ibra. Lagi dan lagi tubuhnya kini berkhianat dengan pikirannya, karena pada dasarnya tubuhnya menginginkan Ibra dan menerima pria itu.
Perlahan dengan pasti Ibra membawa Arletta menuju sofa yang ditempati oleh wanita itu tadi. Ibra mendudukkan Arletta di sana dan pria itu berlutut dilantai masih dengan saling memagut. Ibra menarik kaosnya ke atas sehingga menampilkan bagian dadanya.
Dengan napas yang tak beraturan Arletta membuka matanya dan melihat pemandangan indah dihadapannya. Tanpa sadar Arletta mengulurkan tangannya untuk menyentuh d**a dan perut Ibra yang dulu menjadi tempat favoritnya untuk bermain dan bersandar. Ibra tersenyum senang melihat Arletta yang mulai terbawa suasana dan tidak memberontak lagi.
“Kau bisa rasakan bagaimana tubuhku sangat bereaksi padamu Baby, kau juga bisa merasakan detang jantungku yang berpacu dengan cepat karenanmu,” kata Ibra dengan tersenyum membuat Arletta menatap pria itu sejenak sehingga pandangan keduanya bertemu. “Kau bisa merasakannya?” tanya Ibra dan Arletta menganggukkan kepalanya pelan.
Ibra sudah berusaha menahan diri dari tadi, pria itu sudah melihat keadaan Arletta yang hanya menggunakan gaun tidur berbahan tipis. Dari dulu Arletta sangat suka berpakaian seperti itu atau bahkan hanya menggunakan lingerie saja untuk tidur. Ibra sangat menyukainya, maka itu Ibra meminta Greesa bersikap hal yang sama.
Hal itu dilakukan Ibra agar istrinya bisa bersikap sama seperti Arletta. Ibra membuka tali pinggang miliknya dan melepaskan celana panjangnya, semua hal itu dilihat oleh Arletta dan kini hanya menyisakan celana dalam milik pria itu. Ibra kembali berlutut dan berhadapan dengan Arletta.
“Aku tak bisa membohongiku diriku sendiri Arletta, semenjak bertemu dengamu kembali semuanya berubah. Aku masih saja memikirkanmu, aku menginginkanmu dan aku pikir perasaan ini belum selesai. Aku masih mencintaimu, sangat. Maaf kalau aku harus bersikap jahat seperti ini, tapi aku tak bisa menahan diri lebih lama lagi,” ungkap Ibra jujur sedangkan Arletta hanya diam saja.
Dengan berani Ibra menurunkan tali satin yang dipakai Arletta itu sehingga menunjukkan buah yang menjadi favoritnya. Tanpa pikir panjang Ibra langsung saja bermain di sana sehingga membuat Arletta mendongakkan kepalanya ke belakang dan memejamkan matanya. Mudah bagi Arletta untuk menikmati setiap sentuhan yang diberikan Ibra padanya.
Semuanya terjadi dengan cepat, Ibra berhasil meloloskan semua yang dipakai oleh Arletta. Sehingga wanita itu terlihat sangat siap di hadapannya, wajah wanita itu tersipu malu ketika Ibra menatapnya kagum. Ibra selalu saja suka dengan sikap Arletta yang malu-malu padanya, pria itu segera membuka kaki Arletta lebar dan mengangkatnay ke sofa.
“Ahhhh,” desah Arletta ketika Ibra berhasil bermain di tempat sensitifnya dengan jari-jari milik pria itu.
Awalnya satu namun Ibra mulai memasukkannya satu persatu dan Arletta semakin menggila. Setelah puas bermain dengan jarinya Ibra menggantinya dengan mulutnya. Sehingga Arletta menarik rambut Ibra dengan kuat, namun pria itu tak terganggu dengan hal itu.
“Apa kau masih ingat kalau dulu kita sering melakukannya di sini?” tanya Ibra dengan menggoda dan Arletta menganggukkan kepalanya pelan. Ibra tertawa karena jawaban Arletta itu, lalu membuka celana miliknya yang tersisa. “Sepertinya aku ingin melakukan di semua tempat yang dulu sering kita gunakan, apakah itu menjadi masalah?” tanya Ibra lagi dan kini Arletta benar-benar lupa dengan apa yang terjadi. Wanita itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Arletta benar-benar melupakan sosok Thomas dan melupakan status Ibra yang sudah menjadi suami orang. Hal yang diingat oleh Arletta adalah bahwa dulu mereka sering melakukannya dan di tempat yang sama. Keduanya seperti sedang mengulang masa lalu, itu yang ada dipikiran keduanya. Maka itu tanpa pikir panjang Ibra langsung saja menaklukkan Arletta seutuhnya.
“Arghhhh,” erang Arletta ketika Ibra berhasil melakukannya.
Bahkan kuku panjang Arletta kini berhasil memberikan tanda merah di punggung pria itu. Dengan perlahan Ibra mulai bergerak namun semakin lama semakin cepat. Hingga akhirnya mereka mencapai puncak kenikmatan bersama. Ibra menyerangnya lagi dan lagi lalu mengulang kembali hal yang dulu sering mereka lakukan.
Keduanya sekaan lupa dengan keadaan dan tak mengenal lelah. Setelah puas di sofa, Ibra membawa Arletta ke dapur dan melakukannya di atas westafel. Lalu Ibra membawa Arletta ke atas meja makan dan menyerangnya berkali-kali di sana. Terakhir Ibra membawa Arletta ke kamar wanita itu yang dulu juga menjadi saksi atas hubungan mereka.
Ibra dan Arletta pernah tinggal bersama di sana cukup lama, bagi Ibra tak banyak yang berubah atas tempat yang dulu menjadi saksi atas hubungan keduanya. Banyak tempat yang sudah menjadi saksi di apartemen tersebut, baik di balkon, kamar mandi, ruang cuci dan yang lainnya. Ibra berpikir akan melakukannya dilain hari, kali ini ada hal yang ingin ditujunya.
Dengan lembut Ibra membaringkan Arletta yang sudah terlihat lelah di atas tempat tidur, walaupun sudah terlihat lelah namun Arletta masih saja penasaran dengan tindakan Ibra padanya. Sehingga Arletta tetap saja menjeritkan nama Ibra saat puncak kenikmatan tersebut kembali menghampirinya yang entah sudah berapa kali.
Ibra juga seoalah merasa tak puas dengan apa yang sudah mereka lakukan. Kini pria itu mengubah posisi mereka, mulai dari membalikkan Arletta ke belakang dan menyerangnya, atau menarik wanita itu sehingga berdiri lalu menjadikan Arletta di atas. Semua hal dilakukannya, hanya bersama dengan Arletta Ibra bisa segila ini.
Saat bersama dengan Greesa, Ibra tak seberani ini dan segila ini. Ibra tak berani melakukannya berkali-kali atau meminta Greesa untuk melakukannya di tempat lain selain tempat tidur mereka. Ibra juga tak pernah memintanya untuk melakukan gaya yang aneh, namun bersama dengan Arletta semuanya berbeda. Ibra seolah sudah menahannya sangat lama dan kini menyalurkan semuanya pada Ibra.
“Kau masih saja selalu nikmat dan menggilakan Baby,” puji Ibra saat akhirnya mereka menyudahi permainan gila tersebut. Arletta hanya tertawa dan semakin menempelkan tubuhnya pada Ibra. Pria itu selalu saja memanggil Arletta dengan ‘Baby’ panggilan yang sangat dirindukan oleh Arletta.
“Kau juga masih sama gilanya seperti dulu,” sindir Arletta membuat Ibra tertawa.
“Ya aku memang selalu gila saat sudah bersamamu, aku seperti ini hanya denganmu saja,” ungkap Ibra jujur membuat Arletta memajukan bibirnya tanda tak percaya. “Tapi kau masih saja bisa mengimbangiku dan menerimaku, terima kasih Baby. Aku benar-benar menyukai pertemuan kita kembali, aku sangat bersyukur akan pertemuan ini,” ungkap Ibra lagi dengan jujur.
“Apa kau benar masih mencintaiku?” tanya Arletta memastikan sambil menatap pria itu.
“Ya, aku masih mencintaimu. Apakah semuanya tak cukup jelas untukmu? Apakah kau masih meragukannya? Bukankah tubuhku sudah menjadi saksi bagaimana aku sangat menginginkanmu? Jika aku tak mencintaimu, aku tak akan di sini sekarang melakukan hal gila,” kata Ibra lagi membuat Arletta tersenyum.
Wanita itu tidak menjawab lagi, ia hanya tersenyum dan memeluk Ibra. Begitu juga dengan Ibra yang mencium puncak kepala Arletta berkali-kali dan keduanya memejamkan mata dengan saling berpelukan. Rasa lelah kini sudah menghampri mereka, sebelum menutup mata Ibra melihat jam yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Akhirnya Ibra tahu bahwa permainan mereka cukup lama sehingga kini sudah terasa lelah.