Kesalahan

2160 Kata
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi namun Arletta dan Ibra masih saja nyaman dengan posisi mereka saat itu. Keduanya masih tidur dengan lelap sambil berpelukan, Ibra yang memeluk Arletta dari belakang merasakan nyaman yang luar biasa. Namun tidur keduanya terganggu saat handphone Ibra terus saja berdering. “Eughhh.” Arletta mulai terganggu dan bergerak saat mendengar hal itu. Ibra langsung saja mengambil handphonenya di atas nakas dengan satu tangannya, lalu kembali memeluk Arletta dengan erat dan tak lupa mencium puncak kepala wanita itu. “Hallo,” sapa Ibra dengan suara seraknya tanda baru bangun tidur. “Honey, kau ada di mana? Aku dari tadi malam menghubungimu, kau membuatku khawatir. Kenapa tak pulang?” tanya Greesa sebagai penelepon. Ibra terkejut mendengar hal itu dan melihat layar ponselnya memastikan bahwa yang menghubunginya benar istrinya. Arletta dapat mendengar suara Greesa dan langsung saja bereaksi tak suka. Arletta menggeser tangan Ibra darinya dan bergerak menjauh. Ibra yang paham langsung saja menghela napas panjang dan kembali menarik Arletta agar kembali ke sisinya. Ibra menahan Arletta lebih kuat agar wanita itu tak menjauh kembali darinya. “Maaf sudah membuatmu khawatir, aku tadi malam minum dengan temanku. Aku menginap di tempatanya,” kata Ibra berbohong. Terdengar suara helaan napas panjang dibalik telepon. “Aku sangat takut sesuatu terjadi padamu, biasanya kau menghubungiku jika ingin menginap. Kau tak ada kabar sama sekali, apa semua baik-baik saja? Kau sangat mabuk? Aku bisa menjemputmu,” kata Greesa. “Jangan, aku bisa pulang nanti. Tapi aku tak bisa pulang sekarang, mungkin nanti malam. Ada hal yang harus ku kerjakan dengan temanku,” kata Ibra lagi dengan berbohong. Hari ini pria itu ingin menghabiskan waktunya bersama Arletta. “Benarkah? Siapa nama temanmu? Aku mengenalnya?” tanya Greesa. “Tidak, kau tak mengenalnya. Ini teman dari tempatku bekerja sekarang,” jawab Ibra. Arletta mempunyai ide dan membalikkan tubuhnya lalu mengecup d**a Ibra menggoda pria itu. Ibra mengelus kepala Arletta yang sedang bermain didadanya itu. “Baiklah, jangan lupa makan. Aku benar-benar takut karena tak mendapat kabar darimu, biasanya kau selalu menghubungiku,” kata Greesa dengan sedih. “Ya, maafkan aku. Sepertinya aku harus mengakhiri panggilan ini, temanku sudah memanggil apa tak masalah?” tanya Ibra berusaha menahan diri. Tangan Arletta kini sudah berada di bawah sana menggoda Ibra. “It’s okay, sampaikan salamku padanya.” Setelah itu Ibra langsung saja mematikan panggilan tersebut tanpa berniat menjawab. Ibra langsung saja meletakkan handphonenya kembali ke atas nakas dan menatap Arletta. “Apa kau cemburu?’ tanya Ibra sambil mengulum bibirnya. Namun Arletta tak menjawab, wanita itu sibuk dengan aktivitasnya. “Ternyata benar kau sedang cemburu, kau sengaja melakukan ini bukan? Apa kau mau menggodaku?” tanya Ibra lagi membuat Arletta tersenyum. “Baiklah, mari kita melakukannya lagi pagi ini. Sepertinya kau menginginkannya,” kata Ibra sambil menarik Arletta ke atas dan menciumnya. Maka pagi itu keduanya kembali mengulang apa yang mereka lakukan tadi malam. *** Arletta terbangun dari tidurnya setelah dua jam kembali tidur karena kembali diserang oleh Ibra beberapa kali. Badannya mulai terasa sakit, bersama dengan Ibra tak ada habis-habisnya. Sedangkan bersama Thomas wanita itu tak pernah sampai seperti ini. Karena sudah lama melakukannya lebih dari ini membuat badan Arletta terasa sakit namun ia menyukainya. Saat bangun Arletta tak menemukan ada Ibra di sampingnya. Hal itu membuat Arletta langsung saja turun dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Begitu selesai Arletta keluar dari kamar dan melihat Ibra sedang sibuk di dapur. Dengan perlahan wanita itu berjalan dan menghampiri Ibra. Lalu Arletta memeluk Ibra dari belakang membuat pria itu terkejut. Arletta tertawa senang karena berhasil membuat Ibra terkejut. Pria itu segera berbalik dan mencium bibir Arletta yang sudah terlihat segar dan wangi itu karena sudah mandi. “Apa tidurmu enak?” tanya Ibra mesra sambil memeluk pinggang Arletta posesif. “Ya, aku menikmatinya. Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Arletta sambil melihat ke belakang Ibra. “Aku sedang menyiapkan makanan untuk kita, apa kau sudah lapar?” tanya Ibra dan Arletta menganggukkan kepalanya. “Kita sudah melewatkan sarapan, sepertinya ini akan menjadi sarapan sekaligus makan siang untuk kita,” kata Arletta membuat Ibra tertawa. “Kau benar, duduklah di sana. Sebentar lagi makanannya selesai, aku akan membawanya kesana dan kita akan makan bersama,” kata Ibra sambil mengedipkan matanya. Arletta tertawa lalu menganggukkan kepalanya, wanita itu memilih duduk di sofa dan memilih sebuah film sambil menunggu Ibra. Jika bersama Thomas, mereka lebih sering memesan makanan dibandingkan dimanjakan seperti ini. Bahkan Arletta lebih sering memasak untuk Thomas, tetapi berbeda dengan Ibra. Karena pria itu yang memasak untuknya dan memanjakannya dengan banyak makanan. Perbedaan yang begitu terasa namun tak begitu menjadi masalah bagi Arletta. Setelah makanan selesai keduanya makan bersama dan Arletta kembali memuji masakan Ibra karena memang pria itu pintar memasak. Bahkan Arletta sampai tambah karena sudah lama tak merasakan makanan enak milik Ibra itu. Makanan tersebut cukup banyak namun habis untuk keduanya, karena memang mereka sangat lapar. Terutama tenaga keduanya sudah habis. “Sudah berapa lama menikah dengan istrimu?” tanya Arletta tiba-tiba saat keduanya saling menikmati kebersamaan itu. Ibra memeluk Arletta dari belakang sambil menikmati film yang sedang terputar dihadapan mereka. “Apakah kita harus membahas itu?” tanya Ibra tak suka. “Ya, kita harus membahasnya,” tegas Arletta membuat Ibra menghela napasnya panjang. “Sudah dua tahun,” jawab Ibra malas. “Lumayan lama, lima tahun setelah perpisahan kita. Kau menikahinya karena mencintainya?” tanya Arletta lagi. “Kenapa kau bertanya seperti itu? Kau cemburu?” tanya Ibra. “Aku ingin tahu alasanmu menikahinya, kalau tadi dia hanya kekasihmu mungkin aku tak akan bertanya seperti itu. Tapi kau sudah memutuskan untuk menikah, bukankah itu suatu hubungan yang sangat serius?’ tanya Arletta sambil menatap pria itu. “Kau bisa jujur, aku tak akan masalah dengan itu,” kata Arletta lagi saat Ibra hanya diam saja. “Aku menikahinya karena orangtuaku menginginkan cucu,” jawab Ibra membuat Arletta tersenyum. Wanita itu sudah menduga hal itu. “Lalu apa sekarang dia bisa memberikan itu untuk orangtuamu?” tanya Arletta lagi dan Ibra menggelengkan kepalanya. “Kau yakin tak benar-benar mencintainya? Dua tahun bukanlah waktu yang singkat, aku pikir kau bisa jatuh cinta padanya. Apakah aku salah?” tanya Arletta lagi. “Apa kau tak masalah dengan jawabanku?” tanya Ibra dan Arletta menganggukkan kepalanya. “Aku siap dengan semua jawaban yang akan kau berikan,” jawab Arletta dengan tegas. “Jujur, aku sempat jatuh hati padanya. Aku menikmati semua yang diberikannya padaku, dia wanita yang baik. Dia terlalu baik menurutku, dia melakukan tugasnya sebagai seoarang istri. Dia sangat mengerti keadaanku, mendukungku disaat aku memang membutuhkan dukungan dan masih banyak hal yang dilakukannya membuatku jatuh hati. Dia mendengarkanku dan menuruti apapun yang ku minta, dia tak pernah marah dan tak pernah mengeluh. Tapi saat bersamanya ada satu hal yang tak bisa kurasakan saat bersamamu, aku tak mendapatkan itu saat bersamanya,” ungkap Ibra jujur membuat Arletta mengernyit. “Apa?” tanya Arletta penasaran. “Aku pikir aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya, tapi ternyata tidak,” jawab Ibra pelan. “Kenapa bisa seperti itu?” tanya Arletta. “Saat bersama dengan Greesa aku sadar bahwa ternyata aku menjadi orang lain. Aku tak bisa menjadi diriku sendiri, aku kasihan padanya. Dengan semua sikap yang dilakukannya untukku, menyakitinya sungguh tak adil bukan? Maka itu aku bersikap berpura-pura selama ini padanya. Aku tak bisa meminta apapun dengan bebas sesuai dengan yang kuinginkan, saat bersamamu aku bisa menjadi diriku sendiri dan aku bisa meminta apapun tanpa takut. Aku tak bisa berbohong saat bersamamu, tapi bersama dengannya mudah untukku berbohong,” ungkap Ibra membuat Arletta cukup terkejut. “Apa dia sadar itu?” tanya Arletta dan Ibra menggelengkan kepalanya. “Sepertinya tidak, aku juga tak benar-benar tahu apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya. Dia tak pernah mengatakan apapun tentang apa yang dirasakannya, jadi aku tak tahu. Aku merasakan nyaman bersamamu, tapi tidak dengannya. Aku juga tak pernah bersikap semenggila seperti ini padanya. Aku tak pernah merasakan jantungku berpacu dengan cepat saat bersamanya, bahkan aku juga tak merasakan emosi apapun saat bersamanya,” ungkap Ibra lagi membuat Arletta mengernyitkan keningnya bingung. “Maksudnya bagaimana?” tanya Arletta. “Aku tak pernah merasakan kecewa, sedih, bahagia, marah saat bersamanya. Aku tak bisa merasakan hal itu, tapi saat bersamamu aku bisa merasa bahagia. Bahkan aku bisa merasa marah saat melihatmu sedang bersama kekasihmu itu. Tapi saat melihat Greesa bersama dengan pria lain aku biasa saja. Aku merasakan hal berbeda itu saat bersamamu, aku semakin sadar saat kembali bertemu denganmu. Aku sadar bahwa perasaan itu masih untukmu,” ungkap Ibra dengan sungguh membuat Arletta terdiam. Wanita itu bingung ingin bersikap bagaimana sekarang. “Arletta,” panggil Ibra membuat wanita itu menoleh. “Ya?” tanya Arletta. “Bagaimana denganmu? Apakah kau juga masih mempunyai perasaan yang sama denganku?” tanya Ibra penuh harap. Lalu Arletta menghela napasnya panjang. “Aku tak tahu Ibra, aku sudah bersama dengan Thomas sekarang. Aku bahagia saat bersamanya, dia juga bisa memberikan apa yang kuharapkan selama ini,” jawab Arletta sambil melepaskan pelukannya dari Ibra lalu berjalan menuju balkon dan membuka pintu itu. Ibra mengikuti Arletta yang berjalan keluar, kini keduanya berdiri di balkon dengan melihat pemandangan kota disaat siang hari. “Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengannya?” tanya Ibra penasaran. “Sudah tiga tahun kami menjalin hubungan, aku sudah mengenalnya lima tahun,” jawab Arletta. “Sudah cukup lama, kau mencintainya?” tanya Ibra dan Arletta menganggukkan kepalanya. “Ya aku mencintainya, maka itu aku menjalin hubungan dengannya. Kau pernah berkata kalau aku tidak akan menjalin hubungan bahkan tidak akan bercinta dengan pria lain jika tidak melibatkan perasaan, benar?” tanya Arletta memastikan dan Ibra menganggukkan kepalanya. “Apa kau juga melakukan itu dengannya?” tanya Ibra dan Arletta menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Sudah pasti,” jawab Arletta. “Maka itu aku bingung kenapa kau bisa merasakan hal itu pada istrimu, kalau kau memang tak yakin kenapa harus menikah? Kau bisa menolaknya,” kata Arletta membuat Ibra menghela napasnya panjang. “Semenjak hubungan kita berakhir aku tak menemukan wanita lain lagi yang bisa membuatku merasakan hal itu. Orangtuaku takut sehingga mereka mengenalkanku pada Greesa, aku pikir itu bukan ide yang buruk. Aku menyetujuinya untuk menyelamatkanku tidak ada yang lain, aku tak menyangka jika bisa bertemu denganmu lagi seperti ini. Apa mungkin aku yang tak sabar atau yang tak berusaha lagi mencarimu? Andai saja aku kembali ke tempat ini mungkin aku menemukanmu, kapan kau kembali ke apartemen ini?” tanya Ibra. “Aku sudah tiga tahun di sini,” jawab Arletta membuat Ibra menghela napasnya panjang. “Andai saja aku datang lagi saat itu dan tidak menyerah, mungkin aku bisa kembali bersamamu sebelum aku menikah dengannya,” kata Ibra dengan menyesal. Sedangkan Arletta hanya diam saja tak tahu harus menjawab apa. “Apa kau tak bisa kembali bersama denganku?” tanya Ibra disaat mereka cukup lama terdiam. “Bagaimana bisa aku kembali denganmu? Kau sudah menikah dan aku sudah punya Thomas, bagaimana bisa kita kembali? Apa yang kita harapkan dari itu?” tanya Arletta balik. “Mungkin kita bisa menjalin hubungan rahasia sampai akhirnya kita memutuskan akan bagaimana nanti. Apa aku harus berpisah dengannya dan kau juga berpisah dengannya, apa kau tak mau meninggalkannya? Kau benar-benar mencintainya?” tanya Ibra. “Aku tak mau merusak pernikahanmu, kau tak boleh menyakitinya seperti itu. Seharusnya kau tak menikahinya, kalau kau memang tak mempunyai perasaan apapun padanya. Aku juga tak mau menyakitinya, aku juga tak mau menyakiti Thomas. Dia sangat baik padaku dan aku mencintainya, tiga tahun bukanlah waktu yang mudah untuk kami bisa bertahan selama ini. Jadi aku tak mau meninggalkannya,” kata Arletta tegas. “Kau yakin mencintainya? Aku tak percaya dengan itu, kalau kau benar mencintainya kau tak bersama denganku di sini sekarang,” ejek Ibra membuat Arletta berdecak. “Kau yang memaksaku Ibra, apa kau lupa?” Ibra tertawa mendengar hal itu. “Walaupun aku memaksamu tapi kau juga menginginkannya! Tubuhmu tak bisa menolak semua sentuhanku, kau juga menikmati dengan apa yang kulakukan padamu. Apakah aku salah? Mulutmu memang bisa berbohong tapi tidak dengan tubuhmu, apakah aku harus memperjelasnya lagi supaya kau bisa paham dengan itu?” tantang Ibra membuat Arletta kembali terdiam. Tak lama wanita itu menghela napasnya panjang. “Anggap saja itu semua kesalahan,” jawab Arletta malas dan kembali masuk ke dalam dan duduk di sofa. Lalu Ibra kembali mengikutinya dan berdiri di depan Arletta. “Kesalahan? Kau bercanda? Kesalahan seperti apa yang kau maksud? Kau bahkan cemburu saat Greesa menghubungiku, kesalahan seperti apa disaat kau memintanya lagi dan lagi? Kesalahan yang seperti apa disaat kau menikmatinya? Kesalahan yang bagaimana kau maksud?” tanya Ibra dengan nada yang tinggi. “Apa yang kau inginkan dari hubungan yang rumit ini Ibra? Apa kau pikir hubungan kita akan berhasil? Ini sulit Ibra, ini sulit. Tidak ada harapan dalam hubungan ini, keadaan kita sudah berbeda. Harus berapa kali aku mengatakannya supaya kau paham?” tanya Arletta tak mau kalah. Bahkan wanita itu sampai harus bangkit berdiri sehingga berhadapan langsung dengan Ibra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN