B.13 The Bite Truth

1650 Kata
“Yang Mulia Humeera sudah tahu soal kudeta ini sejak lama, dokter,” timpal Reynold. Arsen dan yang lainnya langsung menatap Reynold tajam. Arash ikut emosi mendengarnya dan langsung membentak Reynold. “Apa yang kamu ketahui sebenarnya?” desak Arash. Reynold diam dan wajahnya pucat. Arsen mulai curiga dengan keberadaan Reynold selama ini. Lelaki itu meminta Gaston untuk memaksa Reynold bercerita. Pengawal Arsen itu mendekati Reynold dan mencengkram pundaknya dipaksa berlutut di hadapan dua raja beda generasi itu. “Jelaskan semuanya jika kamu ingin hidup lebih lama,” ancam Gaston. Arash mengepalkan tangannya menahan amarah dengan pernyataan Reynold, selama puluhan tahun dia menahan diri untuk melupakan semua rasa bersalahnya karena tak bisa menyelamatkan anaknya tapi saat dia memiliki Reynold yang sudah dianggap seperti anaknya malah membohonginya. “Yang Mulia Humeera tahu jika Adrien akan melakukan kudeta kepada raja Kailash setelah kematian Raja Kabarash yang memang direncanakan oleh Jerico,” pembuka Reynold. “Saya tak tahu apa yang dipikirkan Raja Humeera saat itu, tapi saat beliau menerima pesan dari Dana mengenai kecelakaan itu, saya dan empat orang rekan saya yang lain datang menyelamatkan Raja Kabarash dan membawanya ke gubug di perbatasan Parsy,” jelas Reynold. Arash ingat kejadian itu dan amarah yang dia rasakan mulai turun berganti dengan kenangan buruk saat itu. “Raja Humeera mengirim dokter untuk menyelamatkan Raja Kabarash tapi saya mulai merasakan keanehan saat Raja Kabarash kondisinya menurun dibanding saat awal kecelakaan,” kata Reynold. Arsen mengerutkan dahinya penasaran. “Apa maksudmu dengan kondisinya menurun?” tanya Arsen tak sabar. Reynold menghela napas, “Saat kecelakaan saya tahu Raja Kabarash hanya lemah dan luka, kesulitan berjalan, tapi entah apa yang dilakukan dokter itu malah membuat Raja Kabarash lumpuh dan mengalami gangguan penglihatan,” jawab Reynold. Arash terkejut dan mengembalikan memorinya pada waktu itu. Arsen memperhatikan reaksi pamannya sepertinya pamannya juga tak menyadari perubahan itu dan menurutinya saja. “Apa dokter itu diutus oleh ayahku?” tanya Arsen yang berharap jika jawaban bukan. Reynold mengangguk yakin. “Dan saya juga sering melihatnya keluar masuk istana dengan bebas seperti dokter kerajaan yang lain, saya juga melihat dia pernah mengecek kesehatan Yang Mulia Ratu,” sahut Reynold. Arsen diam berpikir, jika memang dokter itu utusan ayahnya kenapa ayahnya membuat kondisi yang mengerikan kepada saudaranya sendiri di saat genting yaitu kudeta Palaciada. Dia ingat ada buku harian ayahnya yang belum selesai dia baca, Arsen berdoa semoga jawabannya ada dalam buku itu. “Kenapa Yang Mulia Humeera melakukan hal itu?” tanya Recco membuat semua orang kembali fokus pada pembicaraan itu. “Hal yang tidak saya ketahui sampai hari ini, bahkan saat saya mendengar Palaciada direbut oleh Adrien, Raja Humeera tidak bereaksi apapun sampai empat tahun lalu ada sebuah surat anonym datang dan meminta saya datang kembali ke gubug dimana Raja Kabarash dirawat,” kata Reynold membuat Arsen penasaran. “Apa isi suratnya?” tanya Arsen cepat. Reynold berpikir sejenak mengulang isi surat itu. “Saya agak lupa detailnya,” kata Reynold sebagai pembuka. “Datanglah ke gubug Ashtar, rawatlah pria di sana dan tinggal di rumah nomor 16 di pedesaan Palaciada melalui jalur sungai di balik bukit. Semua petunjuk untuk bertahan hidup ada di sana,” ucap Reynold. “Karena tak yakin, aku membawa tim yang sama seperti sebelumnya dan di tengah jalan kami diserang sampai dua orang temanku tewas. Aku dan Hasan sampai di gubug dengan selamat tapi aku menemukan sebuah surat yang memintaku untuk membunuh Hasan,” ujar Reynold. “Awalnya aku menolak hal itu sampai entah bagaimana ceritanya Hasan menyerangku dan terpaksa aku membunuhnya. Lalu, kita berdua pindah kemari sesuai petunjuk dan hidup di sini sampai sekarang,” kata Reynold. Recco dan Gaston yang mendengar drama ini sama sekali tak memahami benang merahnya dan merasa jika semua ini terlalu rumit. “Kenapa ceritanya jadi rumit begini, sebenarnya apa yang dimiliki Palaciada sampai harus ada kudeta semacam ini,” celetuk Recco membuat Arsen jadi berpikir hal yang sama. “Dan kenapa Parsy tidak terkena imbasnya padahal Parsy berkerabat dengan Palaciada,” gumam Arsen. Gaston diam berpikir dan menatap Reynold yang masih berlutut di hadapan Arsen dan Arash. “Apa kamu ingat ada symbol atau petunjuk lain dari surat anonim itu?” tanya Gaston membuat Arsen paham apa maksud Gaston. “Lebih bagus lagi jika kamu masih menyimpan bukti itu,” celetuk Gaston santai. Reynold menggeleng pelan, “Aku tak yakin apa ini petunjuk atau symbol tapi yang aku ingat di pucuk surat itu ada tanda kuda emas, rasanya tak asing tapi aku lupa melihatnya dimana,” ujar Reynold. Gaston mengeluarkan ponselnya dan mencari beberapa gambar kuda emas yang dimaksud. Dia menunjukkan beberapa gambar sampai Reynold menunjuk satu gambar yang mendekati apa yang dia lihat. “Bagaimana kalian bisa mengakses internet dengan mudah di sini?” tanya Reynold menyadari jika sebagai orang asing mereka mendapat akses yang mudah. Gaston berdecak dan mencari tahu dari gambar itu. tak lama pengawalnya itu menunjukkan kepada Arsen apa yang dia temukan dan Arsen cukup terkejut dengan hal itu tapi tak lama dia mengembangkan senyumnya. “Harusnya aku sadar saat dia memaksa pensiun saat kerajaan dalam kondisi penuh konflik,” kekeh Arsen. Recco ikut melihat gambar yang dimaksud Gaston dia ingat lambang itu. “Bukankah itu lambang kelompok masyarakat yang didirikan Argus saat Parsy ingin memperluas kerajaannya,” komentar Recco dan Arsen mengangguk. “Aku kira mereka sudah bubar saat Parsy memenangkan banyak wilayah lewat peperangan dan kerja sama politik,” gumam Recco tapi masih didengar oleh semuanya. “Itu kenapa aku bilang seharusnya aku sadar saat Argus buru-buru pensiun padahal masih banyak hal yang perlu diselesaikan di Parsy dengan alasan beda generasi, tapi sepertinya dia mendapat amanat sendiri oleh ayah untuk urusan ini,” jelas Arsen. “Aku masih tak mengerti apa yang kalian bicarakan,” kata Arash yang bingung dengan kondisi ini. Arsen tersenyum dan menggenggam tangan pamannya hangat. “Paman tunggu di sini saja dan menunggu hasilnya, biar Palaciada kembali ke tangan semestinya,” ucap Arsen. Lelaki muda itu menghela napas dan mencium tangan orang yang dihormatinya selain ayahnya. Tindakan Arsen ini membuat Arash bingung sekaligus terharu. “Aku minta maaf mewakili ayahku atas apa yang dia lakukan kepada Paman dan membiarkan semua ini terjadi,” ucap Arsen sendu. Arash tersenyum dan membalas genggaman itu. “Aku kenal ayahmu seumur hidupku, aku yakin dia melakukan ini pasti memiliki tujuan yang tidak sepele Zeyd. Jangan benci ayahmu karena hal ini, jangan biarkan pengorbanannya sia-sia,” pesan Arash dan Arsen mengangguk. Setelah diskusi panjang, ketiga pria itu memutuskan untuk pamit dan sepakat untuk bertindak tidak saling mengenal jika mereka bertemu di luar rumah ini. Dalam perjalanan kembali ke rumah mereka Recco dan Gaston melihat jika ekspresi Arsen berubah saat berada di hadapan pamannya dan saat tak bersamanya seperti sekarang. “Kenapa kamu tidak membiarkan mereka tahu rencana kita?” tanya Recco tak tahan lagi. Arsen menghela napas dan menggeleng, “Aku masih ragu apa yang sebenarnya mereka lakukan dalam mode santai seperti itu. Seakan mereka tahu jika bantuan akan datang di saat yang tepat,” kata Arsen. Keduanya ikut memikirkan ucapan Arsen yang memang masuk akal. Dan kehidupan mereka di sini seakan masuk dalam labirin yang tak jelas dimana jalan keluarnya. “Lalu, apa yang akan Bos lakukan sekarang?” tanya Gaston membuat Arsen menyandarkan tubuhnya di jok mobil. “Jujur, aku tak tahu harus mulai dari mana lagi setelah aku tahu pamanku yang aku kira meninggal puluhan tahun lalu ternyata hidup sehat tapi anaknya meninggal dengan cara mengenaskan,” keluh Arsen. “Kenapa aku mencurigai Argus dalam hal ini atau hanya aku yang berpikir berlebihan,” komentar Recco tiba-tiba. Arsen hanya menghela napas dan tak tahu harus memberi komentar apa soal ini. Gaston berpikir tapi pandangan masih di jalanan, mobil mereka berhenti di perempatan lampu lalu lintas dan dia melihat balon udara promosi yang terbang di langit Palaciada. Balon itu memberikan dia ide meskipun tak tahu Arsen akan menyetujuinya atau tidak. “Kenapa kita tidak mencoba memancing kehebohan, anggap aja sebagai ajang promosi kerja kita selama ini,” usul Gaston membuat Arsen dan Recco menatap Gaston bingung. “Sejauh ini kita pusing memikirkan siapa orang yang menjadi sekutu Adrien dan tidak. Aku rasa membuat kehebohan sedikit untuk tahu apa rakyat Palaciada memerlukan hiburan atau tidak,” kata Gaston ambigu. “Contohnya,” timpal Arsen singkat. “Rumor,” jawab Recco cepat dan Gaston mengangguk. Arsen memikirkan banyak rumor yang perlu disebar di Palaciada tapi menurutnya semua rumor itu belum saatnya diketahui publik. “Tak perlu rumor besar cukup rumor kecil soal ketenangan dan syarat masuk Palaciada ini, kita bisa mengatakan jika semua itu karena ketakutan Raja yang khawatir akan ada kudeta berulang,” ujar Recco menekankan dua kata terakhirnya. “Dan itu bisa jadi jalan kita untuk mencari tahu respon orang media memang jadi sekutu Adrien atau tidak, karena akses internet di Palaciada juga dibatasi maka yang diberitakan hanya yang baik-baik bukan kenyataan,” lanjut Gaston. “Aku mengerti, siapkan semuanya dan kita cek bagaimana respon rakyat Palaciada soal ini,” perintah Arsen dan keduanya mengangguk paham. Pembicaraan mereka berakhir tepat ketika mobil masuk ke garasi rumah Arsen. Recco langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah sedangkan Arsen mengambil air di dapur. Lelaki itu ingat sebelumnya pembicaraan mereka sempat membahas soal lambang kuda emas dan dia ingin tahu lebih banyak soal itu. “Apa kuda emas itu masih bisa kita selidiki?” tanya Arsen tiba-tiba membuat Recco menegakkan tubuhnya. Gaston yang baru saja masuk ikut mendengarkan apa yang dibicarakan oleh bosnya itu. “Kuda emas yang di masa lampau membantu Parsy memperluas wilayah,” komentar Gaston dan Arsen mengangguk. “Cari markasnya dan semua hal yang berkaitan dengannya, jadi kita tahu siapa orang yang ada di balik kuda emas itu,” ucap Arsen dan Gaston mengangguk. “Sepertinya saya tahu dari mana semua ini berasal dan sumber utama yang harus kita cari,” ucap Gaston gantian mengambil gelas dan minum segelas air dingin yang sebelumnya sudah diambil oleh Arsen. “Argus Dumonga.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN