B.14 The Key

1220 Kata
Sembari menunggu kabar dari Gaston soal keberadaan Argus yang memang menghilang semenjak ayahnya meninggal membuat mereka cukup kesulitan untuk menemuinya. Selama puluhan tahun Parsy dipimpin oleh Arsen, Argus hanya sesekali datang ke istana untuk menemui Arsen, tapi setiap kali Arsen bertanya dimana dia tinggal pria tua itu tak pernah menjawabnya. “Dok, hari ini jadwal dokter bertemu dengan Yang Mulia Ratu Zara,” ucap seorang perawat yang datang ke ruangannya sekaligus memberi map berisi laporan kesehatan keluarga kerajaan. “Terima kasih infonya Suster,” ucap Arsen ramah dan suster itu mengangguk. Arsen membuka map yang diberikan oleh perawat dan memeriksa apa ada hal penting yang perlu dilakukan kepada Ratu Zara. “Semua laporan menunjukkan kondisi yang normal, tapi entah kenapa aku masih merasa ada rasa sakit yang disimpan oleh Ratu Zara karena semua masalah ini,” gumam Arsen. Arsen membereskan peralatannya dan bersiap untuk pergi ke istana menemui Ratu Zara. Tak sampai 30 menit dia sudah sampai di istana dan menyusuri koridor untuk pergi ke istana Ratu. “Saya dokter Arsen datang untuk memeriksa keadaan Yang Mulia Ratu,” sapa Arsen di depan istana Ratu. Hera menyambut dokter Arsen dengan ramah dan mempersilahkan masuk. Arsen memasuki kamar utama dan melihat Ratu sudah duduk di sofa dengan anggun. “Salam sejahtera untuk Ratu pemilik Palaciada, semoga kesehatan dan kemuliaan selalu menyertai Yang Mulia,” salam hormat Arsen membuat Ratu Zara melirik Arsen. “Lakukan saja tugasmu secepatnya,” perintah Ratu Zara dan Arsen mendekati Yang Mulia Ratu. “Dari yang saya dengar, Ratu Zara memiliki kepribadian yang murah senyum dan ramah, tapi setiap saya datang kemari saya tak pernah melihatnya,” ucap Arsen pelan membuat bola mata Zara membulat tapi nampak menggemaskan bagi Arsen. Lelaki itu tersenyum ramah dan menatap Zara cukup lama sampai dia mengutarakan tujuannya. Sejenak Zara terkesima dengan senyuman itu tapi dia cepat menepisnya dan menyadarkan posisinya saat ini. “Saya akan melakukan pemeriksaan rutin Yang Mulia,” balas Arsen dan mengeluarkan stetoskop dan alat untuk mengecek tekanan darah. “Apa yang Yang Mulia rasakan saat ini?” tanya Arsen membuat Zara hanya menghela napas dan menggeleng. “Pusing,” balas Arsen dan kembali Zara menggeleng dan melihat hasil tekanan darahnya normal. “Boleh saya,” tanya Arsen mengacungkan stetoskop meminta ijin Zara untuk memeriksa detak jantungnya dan Zara mengangguk lirih. Arsen menempelkan stetoskop di tubuh depan Zara, lelaki itu fokus untuk merasakan detak jantung Zara. Kondisi ini membuat jarak mereka cukup dekat. Arsen merasa ada debaran yang berbeda pada dirinya dalam jarak sedekat ini. “Apa ada yang salah dengan wajahku Yang Mulia?” tanya Arsen pelan membuat Zara salah tingkah. Arsen menahan senyum melihat kelakuan Zara karena sejak jarak mereka dekat seperti ini, dia tahu Zara memperhatikannya. Zara hanya menghembuskan napasnya pelan tidak menjawab pertanyaan Arsen yang dia tahu sedang menyindir dirinya. “Berapa kali dalam setahun Yang Mulia meluangkan waktu untuk diri sendiri?” tanya Arsen membuat Zara bingung. Lelaki itu memundurkan tubuhnya dan tersenyum. “Saya akan merekomendasikan kepada Yang Mulia Raja untuk membawa Anda ke tempat yang tenang guna menyamankan diri Yang Mulia dan membuat kinerja otot Anda lebih baik,” jelas Arsen. Zara menggeleng mendengar ucapan Arsen itu membuat dokter itu paham arti tatapan dan gelengan itu. “Tenang saja Yang Mulia, ini hanya dilakukan oleh Anda seorang bukan bersama Yang Mulia Raja,” ucap Arsen. “Kenapa aku harus melakukannya?” tanya Zara cepat tapi muncul ekspresi tak suka. Arsen berdehem, “Sakit yang diderita Yang Mulia ini bukan semata sakit medis, tapi juga mengenai pikiran dan ketenangan hati Yang Mulia. Jika saja Ratu Zara bersedia meluangkan waktu dan menenangkan diri, itu pasti akan bagus dan membuat kesehatan Yang Mulia lebih baik,” jelas Arsen. Zara mulai goyah dengan ucapan Arsen tapi dia tak menyangkal jika memang dia tak pernah meluangkan waktu untuk dirinya sendiri selama puluhan tahun ini. Arsen sudah ada di sampingnya membuat Zara kaget dan sempat memundurkan tubuhnya tapi Arsen memegang lengannya. “Anda juga harus memiliki tenaga untuk menyaksikan Pangeran Laird naik tahta dengan menggulingkan posisi Adrien,” bisik Arsen. Zara menoleh dan menatap Arsen tajam dan dokter muda itu hanya tersenyum melihatnya. Dia memundurkan tubuhnya dan menulis resep untuk Zara. “Berikan obat ini sebelum tidur, untuk vitamin beliau sebelum beraktivitas esok harinya,” pesan Arsen kepada Hera dan asistennya itu mengangguk. “Saya permisi Yang Mulia, semoga kesehatan selalu menyertai diri Anda,” pamit Arsen. Zara menyadari ucapan Arsen sebelumnya dan menghalanginya untuk pergi dari sana. “Apa maksud ucapannmu tadi?” tanya Zara cepat. Arsen mengerutkan dahinya, “Berlibur?” balas Arsen bingung dan memastikan. Zara menggeleng dan menghela napas melihat tingkah Arsen yang pura-pura tak paham itu. “Lupakan saja, pergilah,” perintah Zara membuat Arsen undur diri dari sana. Dokter itu menyusuri koridor sepanjang istana Ratu dan ponselnya berdering membuatnya berhenti. Dia menerima panggilan dari Gaston dan matanya mengedarkan pandangan ke sekitar. “Tidak ada jejak yang bisa kita temukan soal kuda emas Bos, tapi ada sekelompok orang pernah melihat yang mirip dengan itu, mereka pernah melihat seseorang menggunakan jubah dengan lambang kuda emas tapi menghilang di pasar daerah Selatan setelah itu tak pernah melihatnya lagi,” jelas Gaston. Arsen mendengarkan ucapan Gaston tapi pandangan matanya tertuju pada salah satu foto di masa lalu Raja Kailash dan Ratu Zara melakukan aksi sosial di daerah Selatan. “Maksudmu Sontern,” ucap Arsen. Gaston mengiyakan hal itu dan Arsen mendekati foto itu untuk memastikan. Lelaki itu tersenyum sumringah sampai Gaston memanggilnya berkali-kali karena Arsen tak berkomentar lagi. “Mereka tak salah lihat, tapi kita yang tak pernah memperhatikan,” ucap Arsen membuat Gaston bingung. Arsen berputar dan dia melihat sekeliling memastikan tidak ada orang yang mendengar ucapannya. “Mereka ada di Sontern, karena Kailash dan Zara pernah ke sana sebelum kudeta itu terjadi,” kata Arsen pelan. “Dan Sontern merupakan desa penerima dana tetap bnatuan Palaciada dan Parsy,” lanjut Arsen membuat Gaston menyadari sesuatu. “Saya mengerti Bos, saya akan cek ke sana,” ucap Gaston dan mereka mengakhiri panggilannya. Arsen hendak melanjutkan langkahnya untuk keluar dari istana tapi dia mendengar ada suara ribut di salah satu ujung koridor membuatnya penasaran dan menghampirinya. “Apa kamu tidak tahu bagaimana kejamnya Raja Adrien jika sudah marah,” seru salh seorang pelayan dengan wajah lebih tua dari yang lain. Pelayan yang lebih muda itu menggeleng, “Saya tidak tahu Madam, karena selama ini saya melihat jika Raja Adrien orang baik dan selalu berbagi kepada sesame,” ucap pelayan muda itu. Arsen seketika ingat ucapan Recco soal rumor membuatnya mengeluarkan ponsel dan merekam semua kejadian itu. “Dengarkan baik-baik, semua yang Raja Adrien lakukan itu kamuflase dan tidak ada serang pun yang tahu bagaimana tabiat aslinya kecuali Ratu Zara, Madam Rosine dan Kepala Istana Berry,” ucap pelayan tua itu. Pelayan muda itu mendongak seakan mencari jawaban dengan apa yang diketahui tiga orang itu. “Mereka bertiga adalah saksi hidup kematian Raja Kailash dan pergantian Raja di istana ini,” jawab pelayan tua itu. Gotcha. Arsen merekam semua ucapan pelayan itu seolah menemukan ide baru untuk aksinya. “Sepertinya aku harus lebih sering berkunjung ke istana untuk mendapatkan banyak informasi semacam ini,” kekeh Arsen. “Cari tahu siapa Madam Rosine dan Kepala Istana Berry,” pinta Arsen saat dia menghubungi Recco. “Mereka adalah kunci gerbang kita untuk masuk istana,” desis Arsen. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN