B.15 Adventure

1650 Kata
Arsen kembali ke rumahnya setelah menyelesaikan tugasnya di istana dan rumah sakit. Lelaki itu melihat Recco dan Gaston di ruang tengah sedang diskusi. Arsen menghampirinya penasaran apa yang mereka diskusikan. “Jadi maksudmu Madam Rosine dan Kepala Istana Berry melihat sendiri apa yang dilakukan oleh Adrien kala itu?” tanya Recco membuat Arsen mengerutkan dahinya. “Apa aku ketinggalan sesuatu?” sela Arsen membuat keduanya yang asyik diskusi kaget melihat kehadiran Arsen. “Ah ini soal permintaanmu untuk mencari tahu soal Madam Rosine dan Kepala Istana Berry, mereka masih tinggal di istana tapi hanya ditugaskan untuk mengurus urusan rumah tangga Palaciada tapi tidak terlibat langsung dengan Raja, lebih banyak dengan Ratu Zara,” jelas Recco. “Salahnya dimana?” tanya Arsen masih tak emngereti. “Madam Rosine dulu pelayan pribadi Raja Kailash dan Kepala istana selalu melaporkan urusan rumah tangga bersama dengan Ratu, tapi semenjak Adrien jadi Raja dia hanya melapor kepada Ratu dan kekuasaan rumah tangga sepenuhnya ada dalam kendali Ratu Zara,” Gaston memperjelas ucapan Recco. “Okay, tapi setidaknya kita punya kunci gerbang untuk masuk istana kan?” ucap Arsen. Keduanya mengangguk setuju. “Kalau gitu atur pertemuan dengan mereka berdua secara terpisah agar kita bisa minta bantuan mereka untuk akses ke istana tanpa curiga,” ujar Arsen berlalu dari sana tanpa menunggu balasan dari keduanya. Menjelang malam, Zavia datang dan duduk di meja makan bersama tiga pria yang ada di rumah itu. Awalnya kedatangan Recco dan Gaston mengundang perhatian bagi penduduk Genio tapi Arsen meminta ijin langsung kepada Raja untuk memperbolehkan keduanya tinggal di sana sebagai asistennya karena dia butuh teman untuk diskusi soal medis. Permainan kata yagn dibuat oleh Arsen membuat Raja tak bisa menolak meskipun banyak pejabat yang menentangnya, tapi dia kembali mengingatkan jika urusan kesehatan Raja adalah hal yang utama dan dia membutuhkan orang yang siaga untuk membantunya yaitu Recco dan Gaston. “Kenapa kamu tidak ganti baju atau cuci tangan dulu sih, langsung aja duduk di meja gini,” keluh Arsen membuat Zevia hanya nyengir tak berdosa. “Aku lapar Kakak, makan dulu ya, mandinya nanti, aku juga udah cuci tangan kok,” rengek Zevia membuat Arsen hanya menggelengkan kepalanya. Mereka menikmati makan malam dengan sesekali bercanda ssampai Arsen ingat sesuatu. “Zev, bagaimana perkembanganmu bersama Pangeran Laird, apa dia mulai menunjukkan ketertarikan untuk berbagi banyak hal denganmu?” tanya Arsen membuat Zevia menghela napas. “Ternyata dia lelaki yang sudah untuk terbuka dengan orang asin, meskipun aku memancingnya sekalipun itu tak menunjukkan kalo dia tertarik berbagi urusan istana denganku,” keluh Zevia. Arsen terseyum dan membelai rambut adiknya lembut. “Gunakan cara lain dan cara yang menurutmu berhasil saja, tidak perlu harus seperti yang Kakak lakukan,” ucap Arsen. Zevia berbinar mendapat lampu hijau seperti itu. “Beneran Kak?” tanya Zevia tak percaya membuat Arsen tertawa lalu mengangguk. Ponsel Gaston berdering membuat konsentrasi mereka tertuju pada Gaston dan dia berdiri untuk minta ijian menerima panggilan.Tak sampai sepuluh menit dia kembali dan melaporkan hal yang sudah ditunggu oleh Arsen. “Kita sudah tahu dimana lokasi Argus Bos,” ucap Gaston sembari menarik kursi. Arsen menatap Gaston lekat. “Dimana?” tanya Gaston cepat. “Sesuai dugaan Anda, Sontern,” jawab Gaston membuat Arsen tersenyum puas. “Jadi siapa yang akan kita temui dulu Bos?” tanya Recco memecah keheningan. Zevia yang mendengar pembicaraan ini membuatnya penasaran. “Ini maksudnyaPaman Argus, asisten Papah dulu?” tanya Zevia membuat ketiganya mengangguk. “Ada apa dengannya?” tanya Zevia penasaran. Arsen memang belum cerita soal keberadaan Kabarash yang masih hidup dan dia tak tahu ini akan menjadi hal yang perlu atau tidak untuk Zevia tapi Arsen hanya sedikit memberikan petunjuk kenapa mereka harus menemui Argus. “Kenapa kalian harus menggali masa lalu, bukankah tujuan kita di sini untuk fokus di masa depan,” ucap Zevia yang membuat dua orang kepercayaan Arsen diam. Arsen menghela napas berusaha memberikan pengertian kepada adiknya. “Kaka tahu maksudmu, itu kenapa Kakak memintamu untuk bisa dekat dengan Pangeran Laird karena kalian satu generasi,” ujarArsen. Zevia menggeleng tak mengerti. “Kakak harus mencari Argus, karena dia memang tahu masalah kudeta Palaciada yang nantinya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menggulingkan kekuasaannya yang tak masuk akal di sini,” jelas Arsen. Zevia diam. “Ini memang berat untukmu karena itu fokus saja dengan Pangeran Laird, sisanya biar kita bertiga yang urus, ingat kamu juga harus bisa leluasa masuk istana sehingga tak ada kecurigaan diantara mereka,” kata Arsen. “Kenapa bisa menghindari kecurigaan bukannya jika itu ada kaitannya dengan istana maka orang dalam yang kena?” Zevia menuntut jawaban karena dia tak mengerti jalan pikiran Arsen. Arsen menggeleng, “Adrien tidak seperti itu, dia lebih senang melindungi diri dalam cangkangnya yang artinya di dalam istananya, dia tidak akan mencurigai siapapun yang ada di dalam istana, karena itu Kakak minta kamu bisa dapat akses ke istana melalui Laird.” Arsen beralih menatap Gaston, “Weekend kita ke Sontern setelah itu kita baru menemui Madam Rosine dan Kepala Istana Berry,” pinta Arsen. Setelah menyelsaikan makan malam Arsen ke kamarnya, dia mencari buku harian milik ayahnya yang sudah lama tidak dia baca dan penasaran dengan isinya. Arsen membuka halaman demi halaman untuk mencari petunjuk mengenai kudeta Palaciada dan dia menemukan tulisan ayahnya yang mengungkapkan soal kudeta Palaciada. Arsen menahan napas membacanya, sesekali ada rasa kesal, sedih dan imajinasinya membayangkan peristiwa itu yang membuatnya darahnya mendidih. “Apapun alasannya seharusnya Atta tidak melakukan hal itu,” tutup Arsen dan dia menyimpan buku itu di laci meja miliknya. *** Perjalanan mereka ke Sontern membutuhkan waktu setidaknya enam jam jalan darat, karena itu sejak matahari belum terbit mereka sudah bersiap dan berangkat ke sana. Arsen berpesan kepada Zevia untuk hati-hati selama mereka tak ada dan jangan percaya kepada siapapun. Jalan yang mereka lalui ternyata tidak mudah dan membuat mereka harus meninggalkan mobil mereka sebelum sampai di Sontern. “Kenapa ada desa yang terpencil kaya gini sih,” keluh Recco dan membawa satu tas berisi peralatan pengintaian sama seperti Gaston. Arsen membawa satu tas berisi perlengkapan untuk melindungi diri. Lelaki itu mengawasi sekitar dan dia melihat tempat ini sengaja dibuat terisolasi oleh dunia luar. “Apa menurutmu kita masuk di jalan yang salah?” celetuk Arsen yang membuat Gaston melihat peta dan mencocokkannya dengan informasi yang dia terima melalui ponsel. “Jalannya bener yang ini Bos, tapi saya juga ga tau jika bentang alamnya seperti ini,” ucap gaston. “Lalu, orang yang melihat jubah kuda emas itu naik apa jika bentang alamnya seperti ini,” komentar Recco yang melihat sekeliling hanya hutan. Arsen menginjak sesuatu yang tak biasa dan dia melihat kotoran kuda menempel di sepatunya. “Kuda, mereka menggunakan kuda sebagai transportasi,” ucap Arsen. “Like old time,” tambah Gaston. Recco mengeluarkan ponselnya dan memeriksa apakah sinyal masih berfungsi di sini atau tidak. Pria itu mengerutkan dahinya bingung karena ponselnya masih berfungsi dengan baik bahkan jaingan internet juga masih oke. “Not really like old time,” ujar Recco menunjukkan ponselnya yang masih bisa dipakai untuk internet. Arsen cukup terkejut dengan kondisi ini tapi tak lama dia tersenyum paham. Keduanya menatap Arsen bingung. “Sesuai dugaanku mereka membuat lokasi ini terpencil, lihat saja pohon yang ada di sini adalah pohon yang tumbuh besar dalam waktu lima tahun dan itu pasti dibuat seperti itu untuk mengelabui desa ini,” arsen menunjuk beberapa jenis pohon yang dimaksud.  Ketiganya melanjutkan perjalanan berdasarkan peta digital yang mereka gunakan. Hampir satu jam mereka berjalan dan jalan mereka buntu hanya menemukan air terjun yang deras. “Apa-apaan ini? Kenapa jadi buntu tidak ada jalan lain lagi. Kamu yakin petanya bener?” protes Recco dan Gaston kembali memeriksa peta yang dia bawa. Arsen juga tak menyangka jika perjalanan mereka berakhir di air terjun. Sembari menunggu Gaston memeriksa, Arsen mengambil air yang ada di sana dan dia melihat ada kejanggalan di pusaran air itu. “Apa kita punya baju atau alat untuk menyelam?” tanya Arsen membuat Recco sedikit kesal. “Kenapa kamu masih sempat berpikir soal menyelam dalam situasi macam ini,” keluh Recco. Arsen melambaikan tangan dan keduanya menghampiri bosnya. Arsen menunjuk pusaran air yang terlihat aneh membuat keduanya diam. Gaston mengubah pengaturan peta digital miliknya untuk melakukan analisa mengenai air tersebut dan mengejutkan dari tampilan peta digitalnya dia melihat ada rongga di balik air tersebut. Gaston meletakkan tasnya dan melihat ada tanda atau petunjuk untuk mengetahui posisi yang pas memasuki rongga itu. Dia melihat ada batu hitam yang membuatnya penasaran dan melompat pada batu hitam itu. Arsen dan Recco kaget dengan tindakan Gaston membut mereka memanggilnya berkali-kali. “Bodoh, apa yang kamu lakukan?” omel Recco begitu dia melihat nama Gaston di layar ponselnya. “Lompatlah tepat di batu hitam, maka kalian tidak akan basah,” ucap Gaston membuat Recco menengok untuk melihat batu hitam yang dimaksud. Recco masih ragu dan dia melempar tas yang dibawa Gaston tepat di batu hitam itu dan hilang tak terlihat. Arsen bingung dengan tingkah Recco. “Apa Gaston mengatakan sesuatu?” tanya Arsen. “Kita disuruh lompat tepat di batu hitam itu untuk masuk ke dalam tanpa kena air,” ucap Recco sambil menatap Arsen ragu. Arsen melihat batu yang dimaksud terlihat seperti batu pada umumnya, apa benar yang dikatakan Gaston, tapi selama ini Gaston memang tidak pernah mengatakan hal yang tak masuk akal. “Aku akan mencobanya,” ucap Arsen dan Recco menghalanginya. “Jangan Yang Mulia, eh Arsen maksudku, lebih baik saya yang mencobanya lebih dulu,” ucap Recco. Asistennya itu melempar semua barang bawaan mereka, dia menarik napas panjang dan melompat. Perlahan Recco membuka matanya dan dia merasakan jika dia menapak di tanah bukan air. “Apa aku bilang kenapa kalian lama sekali masuk ke sini,” protes Gaston. Recco hanya nyengir tak bersalah. Arsen melihat tak terjadi apa-apa kepada Recco dan Gaston membuatnya ikut melompat. Mereka berjalan menyusuri lorong itu dan sebuah suara membuat ketiganya berhenti. “Jadi kalian sudah berhasil menemukan tempat ini.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN