B.16 The Story Begin

1581 Kata
Ketiga pria melihat sekeliling dan menyadari jika mereka ada di sebuah lorong panjang. Arsen mengeluarkan senter dari dalam tas agar mereka bisa melihat seberapa panjang lorong itu. "Kita telusuri lorong ini untuk tahu apa yang ada di ujung sana," perintah Arsen yang bersiap untuk memimpin jalan tapi Gaston menghalanginya. "Saya di depan Bos, Recco di belakang, Bos di tengah," ucap Gaston. Ketiganya berjalan sambil melihat sekeliling tapi tak menemukan sesuatu yang menarik ataupun petunjuk. Ketiganya berhenti di ujung lorong yang memiliki dua cabang. Ketiganya saling bertatapan bingung memilih jalan yang akan mereka telusuri. Arsen mendengar suara air dari arah ke kiri, instingnya mengatakan lorong yang ada di kiri adalah jalan keluar lain yang bermuara di ar terjun tadi. “Kita ke kanan saja,” ucap Arsen membuat dua orang yang lain tak membantah. Mereka kembali menyusuri lorong dan tiba di ujung lorong yang membuat mereka tercekat karena pemandangan di hadapan mereka. “Apa yang mereka lakukan?” gumam Recco tak ditanggapi oleh yang lain karena mereka juga terkejut. Di hadapan ketiganya ada tanah lapang yang luas dikeilingi bukit hijau dan tanaman yang subur. Tapi fokus mereka bukan itu tapi orang-orang yang sedang berlatih ilmu bela diri di area itu yang membuat ketiganya tercengang. “Pasukan khusus,” gumam Gaston dan Arsen mengangguk setuju. “Apa mungkin Argus yang membuatnya?” tebak Recco membuata Arsen mengedarkan pandangan mencari orang yang mereka bicarakan. Sepanjang mata memandang hanya ada perbukitan yang subur, berbatu yang medannya memang cocok unutk melatih pasukan. Dari kondisinya tempat ini memang sudah berfungsi sejak lama dan dibuat khusus untuk pelatihan pasukan. Saking asyiknya melihat pertunjukan di hadapannya ketiganya tak menyadari jika ada orang lain yang memperhatikan mereka. “Jadi, kalian berhasil menemukan tempat ini,” ucap sebuah suara membuat ketiganya kaget dan Gaston sigap melindungi Arsen. Pria yang menyapa mereka dan dua orang di belakangnya menunduk hormat membuat Arsen paham siapa orang itu. “Argus,” panggilnya dan Gaston memperhatikan dengan seksama pria di hadapannya. “Selamat datang Yang Mulia Parsy, Raja Zeyda El Wyn di Acasha,” sapa Argus hormat. “Panggil saja aku Arsen, karena aku tidak ada di istana,” balas lelaki itu pelan tapi nadanya kesal. Argus melirik kepada dua orang asisten yang bersamanya dan pergi dari hadapan mereka setelah memberi hormat. “Sebaiknya kita bicara di ruang pertemuan, saya akan menunjukkan jalannya Yang Mulia,” ajak Argus membuat ketiganya tak membantah. Tiga pria itu lebih kageet lagi begitu melihat ruang pertemuan itu yang penuh dengan berbagai macam peta dan tanda bap eta strategi perang jaman dulu yang sempat mereka pelajari. “Apa atta tahu soal tempat ini?” tanya Arsen tak sabar dan Argus mengangguk. “Tempat ini berdiri berdasarkan perintah Yang Mulia Raja Humeera, siapapun yang tahu tempat ini dan membocorkannya ke publik, mereka akan dibunuh,” ucap Argus. “Peristiwa Pemberontakan Pasukan Pribadi,” ujar gaston dan Argus mengangguk. “Raja Humeera sebenarnya tak ingin melakukannya, tapi beliau menyadari harus ada yang dikorbankan untuk mencapai tujuan yang mulia,” timpal Argus sok bijak. Arsen berdecih, “Mulia dari sisi mana, sedangkan atta tahu Palaciada dan Kailash akan terbunuh tapi tidak bertindak apapun,” keluh lelaki itu. Reaksi Argus berubah menjadi tegang, Arsen memperhatikan perubahan itu seakan dia menyadari sesuatu dan memang dia tak salah untuk datang kemari. “Apa yang kamu sembunyikan dariku, Argus Dumonga,” tekan Arsen. Argus berlutut dan langsung memohon ampun membuat Gaston dan Recco tak mengerti kenapa pria tua itu melakukan hal itu. Arsen mengepakan tangannya karena merasa ditipu selama ini oleh Parsy, ayahnya dan sekarang orang kepercayaan ayahnya. “Ini semua demi Kerajaan Parsy dan keselamatan Yang Mulia Raja Zeyda demi membebaskan Parsy dari belenggu Palaciada,” ucap Argus membuat ketiganya tak mengerti. “Bangun dan cepat katakan yang sebenarnya sebelum kesabaranku habis,” perintah Arsen membuat Argus mendongak dan menjelaskan apa yang seharusnya Arsen ketahui. “Semua ini berawal dari ambisi Jerico yang iri dengan Raja Kabarash. Jerico merasa dia juga berhak menjadi raja di Palaciada karena selama ini dia tinggal di sana dan mengabdikan hidupnya untuk Palaciada,” jeda Argus. “Sebenarnya siapa Jerico itu?” potong Arsen tak sabar. Argus menghela napas, “Jerico sebenarnya ada hubungan darah dengan Raja Kabarash, dia adalah anak di luar nikah dari Raja Turminash, ayah Raja Kabarash.” Sontak saja ketiga pria itu kaget, mereka kenal Raja Turminash dikenal dengan kelihaiannya dalam berperang dapat menaklukkan banyak wilayah di daratan Sembian sampai akhirnya membagi kerajaan jadi dua Palaciada dan Parsy. “Jerico tidak pernah diakui keberadaannya karena ibunya memang sengaja menjebak Raja Turminash agar bisa masuk istana sebagai selir. Kelicikan ibunya itu tak disangka Raja Turminash sebagai petaka keluarganya di kemudian hari,” jelas Argus. “Selalu kembali pada titik awal, kekuasaan seorang Raja,” keluh Arsen. Argus terkekeh mendengarnya, “Hanya orang bodoh yang tidak ingin menjadi raja Yang Mulia, seperti Anda menjadi raja adalah takdir dari langit yang tidak akan bisa digantikan dengan usaha manusia,” ucapnya. Gantian Arsen yang berdecak tidak setuju dengan ucapan Argus. “Lalu, Jerico memiliki anak yaitu Adrien dan melampiaskan dendamnya dengan menjadikan Adrien sebagai bonekanya,” tebak Recco tapi Argus hanya berdehem. “Sebenarnya Adrien bukanlah anak kandung Jerico,” ucap Argus yakin membuat ketiganya kembali terkejut. “Astaga, kenapa otakku mendadak kusut terlalu banyak drama kehidupan di Palaciada,” keluh Recco memijat keningnya. “Jelaskan semuanya dari awal Argus, biar kami mengerti,” pinta Arsen. Argus menjelaskan jika Jerico memiliki anak lelaki yang nantinya dididik menjadi raja Palaciada menggantikan Raja Kabarash. Sayangnya rencana itu diketahui oleh Raja Kabarash saat Kailash telah lahir. Kondisi itu membuat Raja Kabarash memerintahkan pengawal khusus untuk membunuh anak Jerico. “Astaga Paman Arash kenapa melakukan hal bodoh seperti itu, seharusnya dia fokus menjaga Kailash dan kerajaannya bukan malah membunuh,” keluh Arsen. “Sepertinya Raja Kabarash lupa akan hal itu, beliau terbawa suasana karena saat yang sama terjadi gejolak politik di Palaciada karena Raja Humeera mulai merebut banyak wilayah sedangkan Palaciada sibuk dengan urusan dalam istana,” komentar Argus. “Tunggu, apa selama ini yang menjaga Paman Arash itu kau, Argus,” selidik Arsen dan Argus tersenyum. “Apa Raja Kabarash dalam kondisi sehat, Yang Mulia?” tanya Argus balik. Arsen berdecak kesal mendengarnya karena dia tahu Argus pasti mendapat informasi terbaru mengenai kondisi pamannya itu. “Kalian sendiri yang membuat masalah ini rumit sampai mengorbankan Kailash,” gerutu Arsen. “Raja Kailash tahu semua kenyataan ini dan beliau mengajukan diri melalui Raja Humeera. Sebenarnya Raja Humeera sempat menolak dan menawarkan perlindungan tapi beliau menolak dengan alasan, jika tidak ada yang berkorban rantai balas dendam ini tidak akan berakhir,” jelas Argus. Arsen menggebrak meja yang ada di hadapannya dan menatap Argus tajam. “Persetan dengan balas dendam! Atta memintaku untuk mengungkap kudeta yang dilakukan Adrien, apa itu bukan balas dendam namanya,” geram Arsen tapi Argus masih tenang. “Yang Mulia tenangkan diri Anda, jika Raja Humeera merencanakan balas dendam beliau pasti akan melakukannya sendiri, cukup menunggu lima tahun dari masa pemerintahan Adrien, tapi ini sudah 20 tahun dan meminta Anda mengungkapnya itu artinya Raja Humeera ingin Anda yang memutus rantai balas dendam ini,” Argus mencoba meredakan emosi Arsen. Gaston mengangguk paham, “Saya juga setuju dengan ucapan Tuan Argus, Yang Mulia. Raja Humeera bukan raja yang lemah, beliau pasti bisa menghancurkan Palaciada dalam satu gebrakan jika memang ingin balas dendam dan pertumpahan darah, saya yakin ada yang ingin dijaga oleh Raja Humeera sampai bertahan sejauh ini.” Argus berdehem sebelum kembali melanjutkan ceritanya, “Jerico menjadi Panglima yang sadis setelah kehilangan anaknya membuatnya dihukum di pengasingan oleh Raja Kabarash. Saat pengasingan itulah Jerico menemukan Adrien yang hilang ingatan karena kecelakaan yang menimpanya,” lanjut Argus. “Dan Adrien menjadi boneka Jerico sampai sekarang,” tebak Recco dan Argus mengangguk. “Entah apa yang terjadi, tapi lima tahun setelah Adrien menjabat, seharusnya dia membebaskan ayahnya tapi Jerico ditemukan mati bunuh diri dengan racun sianida,” kata Argus. “Sianida?” selidik Arsen seakan dia mengingat nama racun itu dan matanya membulat sempurna. “Itu racun yang membuat matha meninggal,” gumam Arsen dan Argus mengiyakannya. Arsen menatap asisten ayahnya itu sengit. “Jadi, kamu juga tahu jika matha terbunuh dengan sengaja,” tekannya dan Argus menunduk diam. “Saya tidak menemukan bukti untuk menangkap pelakunya tapi saya meyakini jika ini perbuatan Adrien dan Jerico,” ucap Argus pelan dengan nada penyesalan. “Hukum mati saya Yang Mulia, seharusnya saya tidak menuruti keinginan Ratu untuk terus meminum racun itu demi Parsy,” suara Argus berubah sendu. “Raja Humeera sebenarnya sudah menentukan pilihan jika beliau akan menyelamatkan keluarganya dan merelakan kerajaan Parsy, tapi Ratu meminta Raja Humeera bertahan demi penerus Parsy dan masa depan Palaciada,” ungkap Argus. “Konyol, kenapa atta harus menuruti keinginan matha yang dramatis itu,” protes Arsen membuat kedua orang kepercayaan Arsen setuju mengenai hal itu. Argus menatap Arsen lekat, seakan sorot mata itu ingin mengungkapkan kebenaran yang selama ini tak pernah diketahui oleh lelaki muda di hadapannya. “Raja Humeera dan Ratu Roseline telah kehilangan seorang anak, tidak mungkin mereka akan mengorbankan satu anak lagi yang dijadikan harapan mereka menjadi penerus kerajaan,” kata Argus pelan tapi jelas. Ucapan Argus dan tatapan mata itu seakan menyiratkan banyak arti bagi Arsen. Namun, raja muda itu tak bisa berbohong jika dia beru mendengar masalah ini. “Anak, anak siapa? Anak yang mana?” gumam Arsen. “Pangeran Mahkota Zeyran El Wyn,” ucap Argus terbata. Hening. “Saudara kembar Yang Mulia Zeyda El Wyn,” lanjut Argus. Deg. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN