Ciuman dan pelukan keduanya begitu intens, bibir Alice yang merah walau tak memakai lipstik selalu membuatnya candu. Bahkan Galins tak pernah puas dengan ciuman itu, rasa ingin mencecap terus ada dipikiran Galins. Rasa ingin memiliki badan Alice selalu melintas di otak kecilnya yang m***m. Ia bersumpah jika masalah ini sudah selesai, Alice akan membawa Alice ke atas altar, mengikat wanita itu dengan janji suci dihadapan Tuhan.
"Galins, sebaiknya kita hentikan ini." Alice berkata dengan lirih, matanya sayu karena dirundung nafsu. Dia terbuai dengan ciuman Galins yang begitu lihai. Ah darimana pria tampan ini belajar?
Galins tersenyum, menatap Alice yang sudah lemas walaupun hanya ia kasih ciuman dan sedikit rabaan, dibeberapa titik tubuhnya.
"Bagaimana kalau dengan satu round?" Galins bertanya dengan suara serak yang cukup aneh dipendengaran Alice.
Alice memutar matanya jengah, "Hei! Apa kau kira ini adalah sebuah pertandingan?!"
Galins terkekeh, dia merapatkan tubuh Alice yang berada di pangkuannya agar semakin rapat dengan tubuhnya. "Ya, aku akan menunggumu siap Alice."
"Aku akan siapa jika kau telah menikahi ku."
Galins semakin mengembangkan senyumnya, itu berarti Alice ingin menikah dengannya.
"Alice, sepertinya kau harus siap-siap terlebih dahulu."
Alice mengerutkan keningnya, "Hum. Apa sekarang?"
"Ya, kita harus mempercepatnya, agar semuanya cepat selesai."
Alice mengangguk, lalu mulai beranjak dari pangkuan Lian untuk mengambil baju hangat. Gila jika dia menggunakan baju tipis saat salju sedang turun diluar sana.
*
Mereka berjalan mengendap-endap untuk sampai keluar ruangan, sepanjang jalan tangan Galins selalu menggenggam erat tangan wanitanya. Ia tak ingin kehilangan Alice walau hanya sejenak. Tujuan utama dirinya sekarang adalah Mansion X. Di sana Alice dan dirinya akan aman.
Ditengah perjalanan Galins tak sengaja bertemu dengan sepupunya, Kenzie. Pria itu melambaikan tangannya pada Galins.
"Kenapa kau berada disini, Kenzie?"
"Kau sedang tak aman, Galins. Aku melindungi mu. Cepatlah pergi! Aku selalu berada di belakang mu." jawab Kenzie, lalu kembali bersembunyi dibalik pepohonan yang kebanyakan sudah tertutup salju.
Galins menyunggingkan senyum tenang, Kenzie memang sepupunya yang selalu ada untuk dia. Pria itu terlampau baik padanya, ralat bukan hanya pada dirinya tetapi kepada saudara-saudara lainnya.
***
Mobil Galins di hadang oleh mobil lain saat perjalanan menuju ke mansion X. Saat Galins akan masuk ke dalam mobil, assiten pribadinya yang bernama Cleo, sudah berada didepan mobilnya tanpa Galins tahu. Ia yakin itu pasti ulah daddy-Nya yang telah mengirim Cleo.
"Tuan bagaimana ini, kita kekurangan orang. Mereka sangat banyak sekali." Galins memijat pelipis dengan sebelah tangannya, para bodyguard lain pasti sudah tumbang akibat mereka, sehingga mereka dengan mudah menghadang jalannya. Benar apa yang dikatakan oleh Cleo, dirinya tadi tidak banyak membawa Boddyguard hanya satu mobil saja. Sedangkan orang disana lebih dari tiga puluh orang, Galins yakin orang yang melakukan ini adalah Alzy atau malah Darwin. Kecemasannya akan hal seperti ini dari pertama kali dia berniat untuk membawa Alice ke kota memang sangat beralasan. Terbukti sekarang mobilnya dihadang oleh orang-orang sialan, yang tak pernah puas dengan kehidupan.
"Galins bagaimana ini?A..aku begitu takut, sudah kubilang kan kalau aku mati saja. Percuma aku akan mati." ucap Alice saat orang berpostur tegap dan tinggi terus mengetuk-ngetuk jendela mobil sebelahnya.
"Tidak apa-apa dear, kau tak harus berbicara seperti itu, ada aku kau angan takut ya! Bukankah aku sudah berjanji, tak akan membiarkan siapapun menyakitimu, kau tak akan mati, kita berdua akan mati saat tua." Galins mencoba menenangkan Alice, dia mencium puncak kepala wanitanya dengan perasaan sayang.
"Bagaimana jika mereka ingin mencelakai mu? Aku tidak ingin kamu kenapa-napa, lebih baik aku yang kenapa-napa, Galins."
"Sutt." Galins menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Alice.
"Semuanya akan baik-baik saja. aku berjanji Dear."
"Cleo cepat hubungi Kenzie, dan jangan menolong sebelum boddyguart yang lain datang. Atau tidak kita menyerang terlebih dulu." Galins memberikan perintah pada Cleo.
"Baik Tuan" jawab Cleo.
"Tunggu di sini jangan kemana-mana, oke!" Galins tak bisa membiarkan mereka terus menerus menakuti Alice, darahnya seakan mendidih karena marah. Galins keluar dari dalam mobil diikuti oleh Cleo. Tak segan-segan Galins menghajar para Boddyguard suruhan Alzy atau Mr. Darwin dengan membabi buta hingga beberapa orang terkapar begitu juga dengan Cleo, dia menghajar beberapa boddyguart hingga tumbang. jika situasibya tidak seperti ini, maka Alice akan memberikan tepuk tangan untuk Galins, betapa hebat dan keren suaminya saat bergulat seperti itu. Namun, lagi-lagi kenyataan kembali menamparnya. Alice tak henti memanjatkan doa dia berharap bantuan segera datang untuk mereka bertiga.
Saat Galins dan Cleo sudah menghajar habis beberapa Boddyguard suruhan itu. Dia berjalan ke arah mobil depan yang di yakini adalah mobil Alzy. Belum sempat sampai ke arah mobil itu, kepala bagian belakang mereka berdua sudah ada yang memukul menggunakan tongkat, pukulan itu membuat keduanya meringis dan linglung secara bersamaan. Galins dan Cleo akhirnya tak sadarkan diri.
***
Saat diperjalanan Galins terbangun dari pingsannya. Dia menatap ke sekeliling dan mendapati Alzy di mobil yang sama dengannya. Galins ingin berontak tetapi tangannya diikat dengan tali yang cukup kuat, disampingnya pun ada boddyguart.
"Kau rupanya sudah bangun!" Alzy berkata dengan senyum miring yang terpatri jelas di bibirnya.
"Sialan kau! b******k! Badebah!" teriak Galins membuat Alzy tersenyum. Bahkan senyuman devil Alzy sudah berubah menjadi tawaan.
Galins tak berontak lagi, percuma semuanya tak akan membuat dirinya lepas. Saat dia sudah sampai di depan gerbang mansion yang diketahui adalah mansion Darwin. Mata Galins tak sengaja menangkap Kenzie dengan memakai seragam hitam. Dalam diamnya Galins menyunggingkan senyum. Senyum yang penuh arti, sepupunya itu sudah menjadi penyusup. Akan mudah bagi daddy-Nya untuk menyelamatkan dirinya.
"Bawa pria sialan ini, bukankah adiknya berada disini? Sebelum mengakhiri ajal dia, lebih baik mereka berdua berpelukan dan meratapi nasibnya bersama-sama." ujar Alzy pada penjaga penjara ruang bawah tanah.
"Adik? Apakah yang dimaksud adikku? Apa dia berada disini? Ah rasanya sangat tidak mungkin." batin Galins.
Alzy pergi entah kemana, sedangkan penjaga itu segera membawa tubuhnya untuk dimasukkan kedalam penjara. Tetapi dia merasa ada yang aneh dengan penjaga itu.
Ya! Galins sangat mengetahui siapa pria yang mempunyai lensa mata berwarna grey, itu adalah sepupunya. Tak mungkin, tak mungkin Galins salah.
Galins semakin menelisik pada penjaga itu, hingga penjaga itu menganggukkan kepalanya.
Galins menyunggingkan senyumnya, senyum licik pada keluarga Darwin. Ternyata Bryan sudah berhasil menjadi penyusup, tetapi bagaimana dia bisa masuk? Bodoh! Penjagaan Darwin tak seketat penjagaannya.
Saat Galins sudah sampai didepan pintu ruangan yang diyakini ruang tahanan, kembali Galins membulatkan matanya. Dia begitu tahu siapa penjaga pintu ruangan itu, bibirnya semakin menyungging. Pantas saja Bryan begitu gampang menjadi penyusup karena sebelumnya sudah ada uncle Jordi disini.
Bryan menyerahkan Galins pada uncle Jordi, lalu setelah itu. Galins digiring untuk masuk. Betapa terkejutnya Galins kala dia melihat orang yang paling ia cintai, berada diruangan ini. Ia begitu tahu, kalau itu adalah Keana, adik kecilnya. Ya benar! Dia adalah Keana. Mata teduh dan wajah damai itu adalah Keana.
Ciuman dan pelukan keduanya begitu intens, bibir Alice yang merah walau tak memakai lipstik selalu membuatnya candu. Bahkan Galins tak pernah puas dengan ciuman itu, rasa ingin mencecap terus ada dipikiran Galins. Rasa ingin memiliki badan Alice selalu melintas di otak kecilnya yang m***m. Ia bersumpah jika masalah ini sudah selesai, Alice akan membawa Alice ke atas altar, mengikat wanita itu dengan janji suci dihadapan Tuhan.
"Galins, sebaiknya kita hentikan ini." Alice berkata dengan lirih, matanya sayu karena dirundung nafsu. Dia terbuai dengan ciuman Galins yang begitu lihai. Ah darimana pria tampan ini belajar?
Galins tersenyum, menatap Alice yang sudah lemas walaupun hanya ia kasih ciuman dan sedikit rabaan, dibeberapa titik tubuhnya.
"Bagaimana kalau dengan satu round?" Galins bertanya dengan suara serak yang cukup aneh dipendengaran Alice.
Alice memutar matanya jengah, "Hei! Apa kau kira ini adalah sebuah pertandingan?!"
Galins terkekeh, dia merapatkan tubuh Alice yang berada di pangkuannya agar semakin rapat dengan tubuhnya. "Ya, aku akan menunggumu siap Alice."
"Aku akan siapa jika kau telah menikahi ku."
Galins semakin mengembangkan senyumnya, itu berarti Alice ingin menikah dengannya.
"Alice, sepertinya kau harus siap-siap terlebih dahulu."
Alice mengerutkan keningnya, "Hum. Apa sekarang?"
"Ya, kita harus mempercepatnya, agar semuanya cepat selesai."
Alice mengangguk, lalu mulai beranjak dari pangkuan Lian untuk mengambil baju hangat. Gila jika dia menggunakan baju tipis saat salju sedang turun diluar sana.
*
Mereka berjalan mengendap-endap untuk sampai keluar ruangan, sepanjang jalan tangan Galins selalu menggenggam erat tangan wanitanya. Ia tak ingin kehilangan Alice walau hanya sejenak. Tujuan utama dirinya sekarang adalah Mansion X. Di sana Alice dan dirinya akan aman.
Ditengah perjalanan Galins tak sengaja bertemu dengan sepupunya, Kenzie. Pria itu melambaikan tangannya pada Galins.
"Kenapa kau berada disini, Kenzie?"
"Kau sedang tak aman, Galins. Aku melindungi mu. Cepatlah pergi! Aku selalu berada di belakang mu." jawab Kenzie, lalu kembali bersembunyi dibalik pepohonan yang kebanyakan sudah tertutup salju.
Galins menyunggingkan senyum tenang, Kenzie memang sepupunya yang selalu ada untuk dia. Pria itu terlampau baik padanya, ralat bukan hanya pada dirinya tetapi kepada saudara-saudara lainnya.
***
Mobil Galins di hadang oleh mobil lain saat perjalanan menuju ke mansion X. Saat Galins akan masuk ke dalam mobil, assiten pribadinya yang bernama Cleo, sudah berada didepan mobilnya tanpa Galins tahu. Ia yakin itu pasti ulah daddy-Nya yang telah mengirim Cleo.
"Tuan bagaimana ini, kita kekurangan orang. Mereka sangat banyak sekali." Galins memijat pelipis dengan sebelah tangannya, para bodyguard lain pasti sudah tumbang akibat mereka, sehingga mereka dengan mudah menghadang jalannya. Benar apa yang dikatakan oleh Cleo, dirinya tadi tidak banyak membawa Boddyguard hanya satu mobil saja. Sedangkan orang disana lebih dari tiga puluh orang, Galins yakin orang yang melakukan ini adalah Alzy atau malah Darwin. Kecemasannya akan hal seperti ini dari pertama kali dia berniat untuk membawa Alice ke kota memang sangat beralasan. Terbukti sekarang mobilnya dihadang oleh orang-orang sialan, yang tak pernah puas dengan kehidupan.
"Galins bagaimana ini?A..aku begitu takut, sudah kubilang kan kalau aku mati saja. Percuma aku akan mati." ucap Alice saat orang berpostur tegap dan tinggi terus mengetuk-ngetuk jendela mobil sebelahnya.
"Tidak apa-apa dear, kau tak harus berbicara seperti itu, ada aku kau angan takut ya! Bukankah aku sudah berjanji, tak akan membiarkan siapapun menyakitimu, kau tak akan mati, kita berdua akan mati saat tua." Galins mencoba menenangkan Alice, dia mencium puncak kepala wanitanya dengan perasaan sayang.
"Bagaimana jika mereka ingin mencelakai mu? Aku tidak ingin kamu kenapa-napa, lebih baik aku yang kenapa-napa, Galins."
"Sutt." Galins menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Alice.
"Semuanya akan baik-baik saja. aku berjanji Dear."
"Cleo cepat hubungi Kenzie, dan jangan menolong sebelum boddyguart yang lain datang. Atau tidak kita menyerang terlebih dulu." Galins memberikan perintah pada Cleo.
"Baik Tuan" jawab Cleo.
"Tunggu di sini jangan kemana-mana, oke!" Galins tak bisa membiarkan mereka terus menerus menakuti Alice, darahnya seakan mendidih karena marah. Galins keluar dari dalam mobil diikuti oleh Cleo. Tak segan-segan Galins menghajar para Boddyguard suruhan Alzy atau Mr. Darwin dengan membabi buta hingga beberapa orang terkapar begitu juga dengan Cleo, dia menghajar beberapa boddyguart hingga tumbang. jika situasibya tidak seperti ini, maka Alice akan memberikan tepuk tangan untuk Galins, betapa hebat dan keren suaminya saat bergulat seperti itu. Namun, lagi-lagi kenyataan kembali menamparnya. Alice tak henti memanjatkan doa dia berharap bantuan segera datang untuk mereka bertiga.
Saat Galins dan Cleo sudah menghajar habis beberapa Boddyguard suruhan itu. Dia berjalan ke arah mobil depan yang di yakini adalah mobil Alzy. Belum sempat sampai ke arah mobil itu, kepala bagian belakang mereka berdua sudah ada yang memukul menggunakan tongkat, pukulan itu membuat keduanya meringis dan linglung secara bersamaan. Galins dan Cleo akhirnya tak sadarkan diri.
***
Saat diperjalanan Galins terbangun dari pingsannya. Dia menatap ke sekeliling dan mendapati Alzy di mobil yang sama dengannya. Galins ingin berontak tetapi tangannya diikat dengan tali yang cukup kuat, disampingnya pun ada boddyguart.
"Kau rupanya sudah bangun!" Alzy berkata dengan senyum miring yang terpatri jelas di bibirnya.
"Sialan kau! b******k! Badebah!" teriak Galins membuat Alzy tersenyum. Bahkan senyuman devil Alzy sudah berubah menjadi tawaan.
Galins tak berontak lagi, percuma semuanya tak akan membuat dirinya lepas. Saat dia sudah sampai di depan gerbang mansion yang diketahui adalah mansion Darwin. Mata Galins tak sengaja menangkap Kenzie dengan memakai seragam hitam. Dalam diamnya Galins menyunggingkan senyum. Senyum yang penuh arti, sepupunya itu sudah menjadi penyusup. Akan mudah bagi daddy-Nya untuk menyelamatkan dirinya.
"Bawa pria sialan ini, bukankah adiknya berada disini? Sebelum mengakhiri ajal dia, lebih baik mereka berdua berpelukan dan meratapi nasibnya bersama-sama." ujar Alzy pada penjaga penjara ruang bawah tanah.
"Adik? Apakah yang dimaksud adikku? Apa dia berada disini? Ah rasanya sangat tidak mungkin." batin Galins.
Alzy pergi entah kemana, sedangkan penjaga itu segera membawa tubuhnya untuk dimasukkan kedalam penjara. Tetapi dia merasa ada yang aneh dengan penjaga itu.
Ya! Galins sangat mengetahui siapa pria yang mempunyai lensa mata berwarna grey, itu adalah sepupunya. Tak mungkin, tak mungkin Galins salah.
Galins semakin menelisik pada penjaga itu, hingga penjaga itu menganggukkan kepalanya.
Galins menyunggingkan senyumnya, senyum licik pada keluarga Darwin. Ternyata Bryan sudah berhasil menjadi penyusup, tetapi bagaimana dia bisa masuk? Bodoh! Penjagaan Darwin tak seketat penjagaannya.
Saat Galins sudah sampai didepan pintu ruangan yang diyakini ruang tahanan, kembali Galins membulatkan matanya. Dia begitu tahu siapa penjaga pintu ruangan itu, bibirnya semakin menyungging. Pantas saja Bryan begitu gampang menjadi penyusup karena sebelumnya sudah ada uncle Jordi disini.
Bryan menyerahkan Galins pada uncle Jordi, lalu setelah itu. Galins digiring untuk masuk. Betapa terkejutnya Galins kala dia melihat orang yang paling ia cintai, berada diruangan ini. Ia begitu tahu, kalau itu adalah Keana, adik kecilnya. Ya benar! Dia adalah Keana. Mata teduh dan wajah damai itu adalah Keana.