setelah meninggalkan kantor, Reinald dan juga Hanna pergi ke kosan Mira, kosan yang selama seminggu lebih menjadi tempat tinggalnya. Hanna merasa enggan untuk kembali kesana, ia masih merasa sakit atas sikap Reinald ketika di Paris waktu itu, namun ia juga tidak bisa melakukan apapun. Bahkan surat gugatan yang ia kirim untuk suaminya itu sudah dirobek oleh suaminya.
‘Hahh’
Hanna mencoba menghela nafas. ia bimbang, ragu akan janji suaminya. Namun kali ini ia benar-benar memberi satu kali kesempatan untuk suaminya, jika memang masih seperti dulu, maka ia akan benar-benar mengakhirinya. Sejujurnya, dalam hati kecilnya ia tidak ingin merasakan yang namanya perceraian, apalagi mengingat usia pernikahannya yang baru seumur jagung, ditambah usianya yang masih amat sangat belia. Akan sangat memprihatinkan jika ia sudah harus menerima gelar ‘janda’ diusinya ini.
namun,bukankah memang kita tidak bisa memaksa keadaan? sekeras apapun kita berusaha mempertahankan, jika memang pasangan kita tak ingin memperbaiki, kita bisa apa? menikah itu membutuhkan dua belah pihak, bukan hanya sepihak. Sakit rasanya jika harus berjuang sendirian.
“ abis ini kita kemana Naa?” Tanya Reinald membuyarkan lamunan Hanna.
“ lurus aja mas, nanti di depan masuk gang sebelah kanan, kosan warna hijau” jawab Hanna.
“ oke”
setelahnya sepi, tidak ada yang ingin memulai pembicaraan diantara dua makhluk itu, mereka asyik dengan fikirannya masing-masing.
“ stop mas, ini kosannya.”
Hanna masuk kedalam kosan Mira setelah mengucapkan salam. Mira sudah pulang bekerja.
“ assalamualaikum” salam Reinald.
“ waalaikumsalam” jawab Hanna dan Mira bersamaan. Reflek Mira melirik Hanna. Hanna yang mengerti segera menariknya ke dalam kamar.
“ aku akan kembali pulang ke rumah Raa, terimakasih banyak ya selama ini kamu udah membantuku.”
“ kamu udah batalin niat kamu untuk bercerai Naa?”
“ iya” jawabnya singkat
“ Alhamdulillah… semoga kamu selalu bahagia ya Naa.”
“ aamiin”
setelahnya Hanna membereskan barang-barangnya dibantu oleh Mira.
“ perkenalkan saya Reinald, suaminya Hanna. Terimaksaih banyak karena selama ini telah membantunya ya.”
“ eh, iya sama-sama pak.”
“ panggil saja Reinald, tidak perlu terlalu formal.”
“ saya merasa segan pak, karena saya bekerja di kantor ayah bapak. yang berarti bapak bos saya juga.”
“ ah begitu, ya sudah, kami mohon undur diri ya. terimaksih sekali lagi.”
“ sama-sama pak”
“ Mira, aku pulang dulu ya. maaf selama ini aku merepotkanmu.”
“ tidak apa Naa, aku malah merasa senang, jadi aku ada teman di kosan.”
“ aku pamit ya Mir.” sambil memeluk Mira.
“ iya hati-hati ya Naa.”
setelahnya mereka meninggalkan kosan Mira, menuju rumah yang selama ini mereka tempati.
selama perjalana hanya kesunyian juga klakson kendaraan yang menemani perjalanan mereka, Reinald diam, begitu juga Hanna. mencoba mencairkan suasana, Reinald memulai obrolan.
“ kamu ada mau mampir ke tempat lain dulu?” Tanya Rei.
“ gak ada mas.”
“ mau makan sesuatu?” Tanya Rei lagi.
“ tidak mas” jawab Hanna singkat.
“ Hahh” Reinald menarik nafas, sangat sulit fikirnya membangun pembicaraan dengan Hanna.
tak lama mereka telah sampai di rumah, terlihat Raline telah menunggu kedatangan mereka, tadi Rei mengabari bahwa ia telah bertemu Hanna, ia juga mengatakkan kedatangan ayah dan bundanya ke kantor, Rei dapat bernafas lega, bahwa bundanya tidak datang ke rumah, entah apa yang akan terjadi jika mereka datang ke rumah tanpa adanya pemberitahuan. dia takut ayah dan bundanya mengetahui keberadaan Raline di rumahnya.
setelah mereka keluar dari mobil, Raline langsung saja memeluk Hanna. ada kelegaan di hati Raline mendapati Hanna ada dihadapannya.
“ kamu kemana aja Naa, kami khawatir sama kamu.”
“ maaf udah buat khawatir.” jawab Hanna.
“ sudah lupakan, yang terpenting kamu sudah kembali, kita akan memulainya dari awal ya Naa. tolong maafkan kami jika tak sengaja ada ucapan atau sikap kami yang menyakitimu.”
Hanna hanya tersenyum menanggapinya.
“ ayo masuk, mbak udah siapkan makan malam untuk kita.”
mereka masuk ke dalam rumah, Reinald membawa koper milik Hanna sampai ke kamarnya.
“ istirahatlah, nanti sehabis sholat maghrib kita makan bersama.”
Hanna hanya mengangguk saja.
setelah membereskan barang bawaannya dan juga membersihkan diri, serta melaksanakan sholat maghrib, Hanna turun untuk ke dapur, dibawah sudah ada suami dan juga madunya yang sudah menunggunya di meja makan.
seperti biasa, jika ada Raline diantara mereka, Hanna tidak akan melayani suaminya. ia segan untuk melayani suaminya, terlebih Raline juga tidak pernah mengambilkan makanan untuk Reinald, Hanna tidak tahu, apa memang Raline sengaja melakukannya karena ada dirinya, atau memang dia tidak biasa melakukannya.
namunHanna merasa ada aura kecanggungan disini, reflek ia menyendokkan makanan ke piring suaminya yang masih kosong, lalu memberikan kepadanya, tanpa berucap sepatah katapun. setelahnya ia mengambil untuk dirinya sendiri. Tak lupa Reinald mengucapkan terimakasih, ada rasa senang mendapatkan perhatian yang biasa ia dapat ketika hanya berdua dengan Hanna, perhatian yang telah lama hilang, ketika ada Raline diantara mereka.
dari sudut matanya Hanna dapat melihat jika suami dan madunya saling tatap, seperti ingin mengatakkan sesuatu namun terlihat ragu, Hanna hanya mengabaikan saja pasangan tersebut, ia masih asyik dengan makannya.
“ hmmm.. Hanna ada yang ingin kami sampaikan” Raline mencoba berbicara.
“ iya, ada apa mbak” Hanna mengalihkan atensinya ke madunya.
“ Rei, lebih baik kamu aja yang bicara.” ucap Raline.
“ Hanna, kami sepakat, mulai malam ini sampai seminggu ke depan, saya akan tidur di kamar kamu, lalu seminggu setelahnya di kamar Raline.”
Hanna mengernyit heran mendengarnya, ada angin apa suaminya berbicara seperti itu.
“ saya sudah berjanji bukan, akan memulainya perlahan dari awal, ini salah satu cara agar kita dapat memulainya dari awal.” katanya.
“ aku tidak ingin memaksakan sesuatu, jika memang mas merasa terpaksa lebih baik jangan dilakukan.” ucap Hanna.
Raline dan Reinald saling menatap satu sama lain, sambil menggenggam tangan Hanna segera Raline membuka suaranya.
“ Hanna tolong jangan salah paham, Reinald merasa tidak terpaksa, bukankah ia juga memiliki kewajiban dan hak terhadapmu, mbak tahu selama ini Rei dan aku sudah sangat menyakitimu. namun kami harap kamu mau memberi kesempatan pada kami untuk memperbaiki segalanya.”
Hanna mencermati segala perkataan madunya. apa benar Reinald ingin memulai dari awal. karena bingung mau menjawab apa, akhirnya Hanna hanya menganggukkan kepalanya saja.
setelah makan Hanna membantu membereskan bekas makan mereka, menyuci bekas alat makan mereka, setelah memastikan bersih semua, Hanna menuangkan air kedalam botol agar ia bawa ke dalam kamarnya, persediaan jika ia merasa haus tengah malam, ia tak perlu repot turun ke bawah. ketika Hanna sudah membuka kamarnya, ia mendapatkan Reinald, suaminya sudah duduk santai di atas kasurnya, Hanna merasa sangat canggung. Tak sadar, ia malah terdiam di depan pintu kamarnya.
“ Hanna, kemarilah.” pinta suaminya.
perlahan Hanna segera mendekati suaminya.
“ kamu belum sholat isya kan?” tanyanya.
Hanna hanya menggeleng.
“ ayo kita sholat berjamaah.” ajaknya lagi.
segera Hanna ke kamar mandi, menggosok gigi, serta mencuci mukanya, rutinitas yang ia lakukan sebelum tidur, tak lupa ia juga berwudhu.
selesainya dari kamar mandi, ternyata Reinald telah menggelar sajadah untuk mereka, segera Hanna memakai mukenanya, dan mengikuti sholat yang kali ini diimami oleh suaminya. Ada sedikit kehangatan melakukan kegiatan ini, lagi-lagi dalam hatinya berharap, pernikahannya dengan Reinald memang bisa diselamatkan, tak apa dia menjalani pernikahan poligami, asal pernikahan ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya.
setelah sholat dan dzikir serta doa, Hanna segera mencium takzim tangan suaminya, ketika ia hendak melepasnya, Reinald menahan palanya agar tetap menunduk, lalu setelahnya, Reinald mencium kening Hanna, tak terasa air mata jatuh di pipi Reinald, ada rasa bersalah sekaligus dosa karena telah mendzolimi istri pertamanya, istri yang selalu ia tolak kehadirannya, serta ia sakiti hatinya.
Hanna merasakan keningnya basah, dalam hati ia berfikir, mungkinkah suaminya menangis? setelah melepaskan ciuman dikening Hanna, Reinald menatap mata indah milik istri pertamanya, Hanna dapat melihat dengan jelas mata suaminya yang memerah. Jadi benar suaminya menangis.
sambil menggenggam tangan Hanna, Reinald mengumamkan kata maaf atas sikapnya selama ini.
“ maafkan saya karena selama ini sudah menyakiti hatimu, terlebih saya sudah bersikap kasar padamu waktu itu. maafkan atas kekalutan saya Hanna, saya hanya merasa terkejut saat itu. maafkan saya sekali lagi Hanna.”
Hanna hanya mengangguk saja, sebenarnya ia masih belum bisa menerima perlakuan kasar suaminya. setelahnya Reinald membantu Hanna melepaskan mukenanya, dan juga melipatnya kembali.
Reinald sudah bersandar pada tempat tidurnya, sedangkan Hanna memilih memainkan hpnya di sofa yang berada di kamarnya, ia ragu atas sikap lembut suaminya. tak lama, Reinald memanggilnya.
“ Hanna, tidurlah, ini sudah larut.” pintanya.
Hanna bergegas menuruti perintah suaminya, setelah ia menutup jendela serta pintu balkon kamarnya, serta mematikan lampu kamar, ia mengambil posisi di samping suaminya, terdapat jarak diantara keduanya. Perlahan Hanna membaringkan tubuhnya, lalu ia membelakangi suaminya.
“Hahh”
Reinald menarik nafasnya. ia menyadari sikap dingin Hanna padanya. Perlahan ia juga turut membaringkan tubuhnya, setelah ia menyalakan lampu tidur yang ada diatas nakas. tak lupa ia juga memeluk tubuh Hanna yang sedang membelakangi dirinya. Hanna menegang karena pelukan tersebut, ia mencoba melepas pelukan suaminya, namun urung terlepas, yang ada pelukannya terasa lebih erat.
“ tidurlah, saya hanya akan memelukmu saja.” setelahnya ia mencium rambut Hanna setelah merasa istrinya tersebut merasa tenang.
“ selamat malam Hanna.”