Alea merengek di pagi itu di hadapan Alaric. Kali ini bukan mengenai Rania. Dia menginginkan Alaric melunasi vila kecil di Bogor yang dibelinya dua bulan lalu. “Sisa tiga ratus juta. Aku sudah punya dua ratus, tinggal seratus nih. Bisa yaaaa,” rengeknya sambil merangkul pundak Alaric dari belakang. Alaric balas dengan anggukkan. “Sekarang, Ric,” rengek Alea lagi. Kini dia berpindah ke hadapan Alaric. “Iya, sedang aku transfer,” Alea mengamati wajah datar Alaric. Perasaannya sangat senang. Alea beri ciuman bertubi-tubi ke pipi Alaric. “Mau nggak? Special breakfast loh,” ujarnya sambil mendekatkan dadanya ke wajah Alaric. Alaric tersenyum seraya menghela napas panjang. Dia lirik sekilas d**a kenyal Alea. “Lain kali,” ucapnya sambil mengusap-usap pinggang Alea dan memberi tatapa