07

1038 Kata
Present day Upacara pernikahan sudah usai. Resepsi pernikahan pun sudah selesai digelar. Namun, raut wajah Shinbi tak ubahnya manekin. Datar. Benar, seharusnya ia bahagia dengan pernikahannya. Tapi hal itu hanya akan terjadi kalau ia menikah atas dasar cinta. Masalahnya, ia tidak mencintai suaminya. Sebaliknya, Shinbi begitu membencinya. Pernikahan ini pun terjadi karena Sehun yang memaksanya. Cih. Bahkan, menyebut nama pria itu saja sudah mampu membuat darah Shinbi mendidih. Shinbi benar-benar muak padanya. Ia membenci Sehun hingga ke urat nadinya. Ia sedang benar-benar tidak ingin melihat wajah pria itu saat ini. Dan Shinbi bersyukur karena pria itu tidak sedang berada di sisinya. Saat ini Shinbi sedang sendirian di dalam sebuah kamar yang Kepala Pelayan Jung bilang adalah kamarnya. Kamar Shinbi di d******i warna gading. Well, sebenarnya ruangan itu tidak jauh berbeda dengan ruangan-ruangan lain di mansion Sehun yang memang di d******i warna gading. Hanya saja, sprei ranjang Shinbi memberi sedikit warna yang membuat kamar itu tidak tampak membosankan, yaitu warna merah. Shinbi menghela nafas berat. Hari ini, kehidupan bak neraka baginya baru saja dimulai di dalam mansion megah bak surga milik Sehun. ***** "Seharusnya kau menikmati malam pertamamu, bukannya minum-minum di sini," Chanyeol berkomentar sambil menghempaskan pantatnya ke kursi tinggi di samping Sehun duduk di meja bar. Sehun hanya melirik Chanyeol sebentar lalu kembali menandaskan seloki vodka yang dipesannya. Chanyeol menghembuskan nafasnya perlahan melihat sikap tidak acuh Sehun. Kemudian, ia ikut memesan vodka yang dipesan sepupunya itu pada bartender. Chanyeol memusatkan atensinya kembali pada Sehun. "Akhirnya, kau mendapatkannya. How do you feel now?" Sehun kembali menenggak vodkanya. "I don't know,"  tandasnya setelah terdiam cukup lama. Ia kembali menuang vodka ke dalam gelas lalu menandaskannya dalam sekali tenggak. Chanyeol menghela nafas berat. Ia ikut menuangkan vodka ke dalam gelasnya lalu meminumnya sedikit. Chanyeol tersenyum sendu sambil memainkan gelasnya yang masih berisi sedikit vodka yang habis diminumnya. "Sejak dulu, kau susah sekali ditebak, Hun. Aku sudah mengenalmu seumur hidupku, tapi belum pernah sekalipun aku bisa mengerti jalan pikiran maupun isi hatimu." Sehun diam, tapi ia tampak mendengarkan. Chanyeol melanjutkan, "Sembilan tahun yang lalu, tepat setelah pertengkaran hebatmu dengan Shinbi, kau memutuskan untuk pergi ke Amerika untuk belajar bisnis di sana. Padahal, sebelumnya kau bersikeras menolak belajar bisnis karena tidak mau jadi pewaris ayahmu. Lalu, setelah kau pulang dari Amerika dan diangkat menjadi CEO menggantikan ayahmu yang meninggal, kau membuat ayah Shinbi bangkrut dan memaksa Shinbi untuk menikah denganmu. Padahal, selama ini kau bahkan tidak pernah menyebut namanya dan menanyakan kabarnya. Dan saat kutanyakan padamu bagaimana perasaanmu, kau tidak tahu." Chanyeol menghembuskan nafas cukup panjang sambil berhenti memainkan gelasnya. Ia menoleh pada Sehun lalu menatapnya serius. "Sebenarnya apa tujuanmu melakukan semua itu? Apa rencanamu pada Jo Shinbi?" Sehun menatap gelasnya tajam sambil mencengkeramnya kuat. Chanyeol dengan sabar menanti jawaban dari pertanyaannya walaupun ia tahu belum tentu juga Sehun akan menjawabnya. Chanyeol tahu pasti kalau Sehun pasti melakukan semua itu—belajar bisnis dan menikahi Shinbi— untuk tujuan tertentu. Ia tahu Sehun merencanakan sesuatu. Alih-alih menjawab, Sehun mengeluarkan dompetnya lalu mengambil beberapa lembar uang dari sana. Kemudian, ia meletakkannya di meja bar. "Apa pun tujuan dan rencanaku, biar itu menjadi urusanku," Sehun berkata dingin sambil bangkit dari duduknya lalu melangkah pergi meninggalkan Chanyeol. Chanyeol menatapnya terkejut, tapi ia tidak menahan Sehun untuk tetap tinggal. Chanyeol hanya mampu menatap punggung Sehun yang menjauh dengan tatapan ingin tahu. Andai saja aku bisa membaca pikiranmu, Hun, Chanyeol membatin. ***** Jam dinding menunjukkan pukul 11 malam. Shinbi masih setia duduk di tepi ranjang queen size miliknya, menghadap keluar jendela kamarnya yang gordennya sengaja ia biarkan terbuka. Shinbi begitu karena ia tidak bisa tidur. Banyak sekali hal yang sedang dipikirkannya. Shinbi begitu merindukan ayahnya. Tidak pernah Shinbi merasakan kerinduan yang sebesar ini pada ayahnya, mengingat ayahnya sering meninggalkannya untuk kepentingan bisnisnya. Kali ini, tentu saja berbeda karena Shinbi-lah yang meninggalkan ayahnya untuk berumah tangga. Parahnya lagi, ayah yang begitu dicintainya itu kini sedang terbaring koma akibat penyakit jantung yang dideritanya. Selain ayahnya, Shinbi juga merindukan sosok lain yang begitu berharga dalam hidupnya. Dia adalah Lee Taeyong, mendiang tunangannya. Setelah Sehun diketahui pergi ke Amerika secara mendadak, hubungan Shinbi dan Taeyong berkembang semakin dalam hingga ke tahap pacaran lalu bertunangan. Naas, dua minggu sebelum hari pernikahan mereka dua tahun yang lalu, Taeyong mengalami kecelakaan mobil yang begitu parah. Taeyong tewas seketika itu juga. Rencana indah mereka hancur begitu saja. Dan kini, Shinbi malah menikahi pria yang sejak dulu dibencinya. Pria yang akan membawa kesengsaraan padanya. Ceklek. Shinbi mendengar langkah seseorang memasuki kamarnya. Shinbi yang awalnya tidak peduli dengan siapa sosok yang memasuki kamarnya, kini menoleh setelah mendengar suara pintu yang dikunci. Matanya melebar begitu melihat Sehun sudah berdiri di dekat ranjangnya dengan seringai kejam menghiasi bibirnya. Shinbi sedikit bergidik melihat seringaian itu, tapi ia tetap bersikap biasa dan dengan cepat berpaling. "Untuk apa kau kemari?" Shinbi bertanya dengan nada ketus. Berbeda dengan ekspresi wajah dan sikapnya yang tampak dingin, sebenarnya ia begitu gugup dan sedikit tegang. Sehun melangkahkan kembali tungkai-tungkainya semakin mendekati Shinbi. Semakin Sehun mendekat, Shinbi semakin mengeratkan pegangannya pada tepian ranjang. Melihat hal itu, Sehun menyeringai makin lebar. "Sepertinya kau gugup," seloroh Sehun dengan nada mengejek. Ia membungkukkan tubuhnya sedikit agar wajahnya sejajar dengan wajah Shinbi yang enggan menatapnya. "Kenapa? Apa kau berpikir kalau aku ke sini untuk meminta hakku? Kau belum siap memberikannya, ya?" Shinbi mengernyit tak suka. Nafas Sehun berbau alkohol. Dia mabuk. Shinbi memilih diam. Ia sama sekali tidak ingin menjawab, takut jawabannya mengakibatkan sesuatu yang tak ia inginkan. Ia memilih untuk semakin berusaha menutupi kegugupannya. Namun, sikap diam Shinbi justru membuat kesabaran Sehun habis. Sehun menggeram marah lalu mencengkeram kasar rahang Shinbi. Ia memaksa Shinbi agar menatap wajahnya. Shinbi hanya menatap Sehun sengit. "Tatap dan jawab aku saat aku sedang bicara padamu, Sialan!" Sehun membentak. Shinbi bergeming. Sedetik kemudian, ia mengalihkan tatapannya ke arah lain, tak mau menatap Sehun lama-lama. Sehun semakin geram dengan sikap Shinbi. "Jadi kau ingin main-main denganku, hm?" Sehun mendesis. Seringai mengerikan kembali menghiasi wajahnya. "Baiklah, kalau begitu akan kuladeni permainanmu." Sejurus kemudian, Sehun mencium bibir Shinbi secara paksa. Shinbi terkejut lalu memberontak dengan berusaha memukuli d**a Sehun. Namun, Sehun menahan kedua tangan Shinbi agar tidak bisa bergerak. Kini, Sehun mendorong Shinbi agar berbaring di ranjang. Sehun menindihnya dan mengunci kedua tangan Shinbi di kedua sisi kepalanya. Shinbi memberontak sebisanya.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN