06

1134 Kata
Agaknya Shinbi harus bersyukur karena hari ini adalah hari Sabtu. Kalau tidak, mungkin ia harus izin tidak masuk sekolah karena kakinya masih terasa sangat sakit. Padahal, ia sudah minum obat penghilang rasa sakit. Tapi sakitnya tidak kunjung hilang. Alhasil, ia hanya bisa berbaring di ranjang seharian. Dan itu semua karena si Berengsek Oh Sehun. Sungguh, Shinbi benar-benar tidak mengerti. Sebenarnya, bagaimana kepribadian pemuda itu? Terkadang, sikapnya begitu menyebalkan, tapi di lain hari ia bersikap begitu dingin. Apa dia bipolar? Entahlah. Shinbi tidak tahu dan tidak ingin tahu. Sudah cukup ia dibuat penasaran oleh pemuda itu. Ponsel barunya tiba-tiba berdering. Dengan antusias ia mengambil ponselnya hendak menjawab panggilan, berharap itu dari Taeyong. Shinbi memang sengaja tidak mengganti nomornya karena takut membuat orang-orang kebingungan karena tidak bisa menghubunginya. Padahal, Sehun sudah menggantikan nomornya dengan nomor baru. Bicara tentang Taeyong, sejak kemarin, ia terus menelepon pemuda itu, tapi tetap saja tidak tersambung. Kalau saja kakinya tidak sedang sakit, ia pasti sudah pergi ke kafe tempat kerja Taeyong untuk menanyakan keadaannya atau mungkin alamat rumahnya. Namun, itu semua mustahil ia lakukan mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan. Sayangnya, itu bukan Taeyong yang menelepon, melainkan ayahnya yang sedang berada di Jepang. "Ya, Appa. Ada apa?" Shinbi menyapa dengan nada setengah senang setengah kecewa. Ia senang karena ayahnya menelepon setelah dua hari tidak menanyakan kabarnya karena sibuk dengan bisnisnya. Di sisi lain, ia kecewa karena bukan Taeyong yang sejak kemarin ia harapkan yang meneleponnya. "Ahjumma bilang kakimu sakit, itu benar?" Shinbi meringis mendengar nada khawatir ayahnya. Yah, mau bagaimana lagi? Ia adalah putri ayahnya satu-satunya. Sejak ibunya meninggal setelah melahirkannya, hanya Shinbi-lah yang dimiliki ayahnya. Wajar bila ayahnya begitu mengkhawatirkan Shinbi. "Iya, Appa. Kakiku terkilir, tapi tenang saja. Aku baik-baik saja." "Bagaimana bisa?" Shinbi terdiam mendengar pertanyaan ayahnya. Astaga, dia harus bilang apa? Dia tidak mungkin bilang kalau dia dijegal sampai jatuh. Bisa-bisa ayahnya panik dan langsung memindahkannya ke sekolah lain karena mengira Shinbi menjadi korban penindasan. Ayahnya itu sangat protektif, omong-omong. "Eh, itu ... aku tersandung kakiku sendiri lalu jatuh. Appa tenang saja, aku tidak apa-apa, sungguh." Shinbi mendengar ayahnya berdecak. "Astaga, kenapa kau begitu ceroboh, Shinbi?" "Maaf, Appa." "Kenapa meminta maaf? Lain kali, lebih berhati-hatilah. Kau tahu 'kan kalau Appa tidak bisa selalu berada di sisimu untuk menjagamu? Jadi, Appa harap kau bisa lebih menjaga dirimu sendiri, mengerti?" Shinbi tersenyum lalu mengangguk. "Iya, Appa. Aku mengerti. Ya sudah, lanjutkan saja pekerjaan Appa. Aku janji tidak akan membuat Appa khawatir lagi." "Baiklah. Tapi, kalau ada apa-apa, langsung kabari Appa, ya." Shinbi dan ayahnya mengakhiri obrolan mereka. Shinbi tersenyum sambil menatap ponselnya. Astaga, ia begitu merindukan ayahnya. Tak lama kemudian, Shinbi menguap. Rasa kantuk luar biasa menyerangnya. Ah, obat yang diminumnya mulai bereaksi rupanya. Shinbi pun segera merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata. Baru lima menit memejamkan mata, ponselnya berdering lagi. Sambil setengah menggerutu, Shinbi mengambil ponselnya. Ia mengernyit saat mendapati nomor asing yang tertera di layar ponselnya. "Halo?" ***** Plakk! Sebuah tamparan keras mendarat dengan mulusnya di pipi kiri Sehun. Tidak hanya Sehun yang terkejut, tetapi juga Jongin, Chanyeol, Baekhyun, dan teman-teman sekelas mereka yang pagi itu sedang berada di kelas. Sehun menatap marah pelaku utama penamparannya—Shinbi— yang menatapnya dengan tatapan geram dan penuh luka. "Apa yang kau lakukan?" "Kau laki-laki paling berengsek yang pernah kutemui, kau tahu? Tega sekali kau melakukan hal tidak manusiawi seperti itu," Shinbi mendesis. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya. Wajahnya mengeras. Shinbi terlihat sangat marah. Sehun menatap Shinbi datar saat berkata, "Apa yang sedang kau bicarakan? Aku sama sekali tidak mengerti apa maksudmu." "Omong kosong! Kau paham betul dengan apa yang kubicarakan, Oh Sehun!" Shinbi membentak. Dadanya naik turun karena amarah yang memenuhi rongga dadanya. "Kau dalang dari pemukulan Taeyong, 'kan? Cepat jawab aku! Kau pasti dalangnya, 'kan?" Semua orang yang mendengar hal itu kini menatap Sehun terkejut. Tak terkecuali Jongin, Chanyeol, dan Baekhyun yang sama sekali tidak tahu-menahu soal hal itu. Sementara itu, Sehun hanya menatap Shinbi dalam diam. Shinbi mendapat kabar itu dari Lee Taerin, adik kandung Taeyong yang dua hari lalu meneleponnya sambil menangis dan marah-marah. Shinbi waktu itu tidak tahu apa-apa. Taerin kemudian memberitahunya kalau Taeyong dikeroyok sekumpulan preman dan preman-preman berkata agar Taeyong menjauhi dirinya. Pikirannya langsung tertuju pada Sehun. Ya, hanya Sehun yang mampu melakukan hal semacam itu, bukan? "Benar, aku dalangnya. Aku yang menyuruh preman untuk menghajarnya. Kenapa? Ada masalah?" Sehun berujar ringan. Shinbi tidak terlalu terkejut mendengarnya. "Tentu saja, ada! Karena dirimu Taeyong hampir saja buta dan kini ia harus berbaring lemah di ranjang rumah sakit selama berminggu-minggu karena patah tulang. Bagaimana bisa kau begitu kejam padanya?!" "Aku melakukannya karena dirimu!" Sehun membentak. Ia menatap Shinbi marah. "Kau selalu bersikap manis padanya, tetapi tidak padaku yang notabene-nya adalah pacarmu. Selain itu, Taeyong sudah tahu kalau kau adalah milikku, tapi dia masih saja mendekatimu. Karena itulah aku memberinya peringatan." "Peringatan katamu?" Shinbi mendengus kasar. "Asal kau tahu saja, sejak awal aku bukanlah milikmu! Aku tidak pernah setuju jadi pacarmu dan aku sangat membencimu! Kau berengsek, menyebalkan, egois, dan pemaksa. Wajar bila aku tidak pernah bersikap manis kepadamu. Sedangkan Taeyong? Dia adalah temanku. Dia mendekatiku murni sebagai seorang teman. Dia sangat baik dan bersikap dewasa. Tidak pernah sekalipun Taeyong membuatku kecewa ataupun marah. Dia jelas-jelas seribu kali lebih baik darimu. Jadi kau—" Shinbi menunjuk Sehun geram sambil menggeleng."—tidak pantas memperlakukannya seperti itu." "Kau monster! Aku bersumpah akan membencimu selamanya," Shinbi menambahkan. Usai mengatakan kalimat itu, Shinbi segera enyah dari hadapan Sehun. Padahal, kakinya masih belum sembuh benar, tapi ia tetap melangkahkan kakinya lebar-lebar. Shinbi sungguh tidak peduli pada kondisi kakinya. Setidaknya untuk saat ini. Yang ia pedulikan saat ini hanyalah rasa muaknya pada Sehun dan rasa tak ingin melihat wajah pemuda itu lagi. Kini, kadar kebenciannya pada Sehun meningkat berpuluh-puluh kali lipat. Sepeninggal Shinbi, kini semua murid yang tadi mendengar pertengkaran mereka hanya terdiam. Pun dengan Sehun yang hanya menatap punggung Shinbi yang menjauh sambil mengepalkan tangannya kuat. Rahang Sehun juga ikut mengeras. Monster, Sehun membatin. Ia menggeram kemudian pergi meninggalkan kelas. Jongin, Chanyeol, dan Baekhyun tidak berani bertanya pada Sehun perihal apa yang terjadi dan kemana ia akan pergi. Pada saat Sehun sedang marah besar seperti ini, tidak ada hal yang lebih baik daripada mendiamkannya. Sehun rupanya pergi ke halaman belakang sekolah yang sepi. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi seseorang. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya panggilannya tersambung. "Ada apa?" "Soal yang kemarin itu, aku menyetujuinya." Sehun berujar mantap. "Apa?" "Aku setuju untuk pergi ke Amerika besok." Hening. Lima detik kemudian, Sehun mendengar suara kekehan pelan dari ujung sambungan. "Pilihan yang tepat, Nak. Memang itulah yang seharusnya kau lakukan sejak awal. Kalau begitu, Appa akan menyiapkan segalanya untuk keberangkatanmu besok." Sehun bergumam pelan kemudian mengakhiri panggilan. Wajahnya kembali mengeras. Kata-kata Shinbi yang menyebutnya sebagai monster kembali muncul ke pemukaan. Ia mencengkeram ponselnya kuat. "Aku bersumpah akan membuatmu menyesali perkataanmu selama-lamanya, Jo Shinbi."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN