"Ingat, bersikap baik!" ujar Prabu.
"Hmm." Hanya itu respon Raja.
"Ya sudah, Papa dan Bunda Seruni pulang dulu," ucap pamit Prabu.
"Terus, kartu Raja kapan dibuka?" tanya Raja. "Papa jangan sok lupa, udah pailit Raja!" ujarnya kesal.
"Kamu ini, besok Papa urus," jawab Prabu.
Raja berdecak, lalu membiarkan ayahnya pulang ke rumahnya. "Dasar menyebalkan," gerutu pria itu.
Raja masih berdiri di halaman rumah mewah ayah mertuanya tempat tadi dilangsungkan acara pernikahan yang hanya dihadiri oleh keluarga inti saja.
'Kenapa Mama gak datang?' batin Raja.
Tanpa pria itu tahu, di balkon kamarnya, Kanaya memperhatikan bagaimana Raja berdiri diam di halaman.
"Sayang."
Kanaya menoleh, dia masih diam di balkon. Kinanti datang menghampiri putrinya. "Sedang apa, ini sudah malam, kamu capek nanti sakit," ujar Kinanti.
Kanaya menatap penasaran pada ibunya membuat Kinanti juga turut penasaran. "Ada apa?" tanya Kinanti.
"Ma-mama," ucap Kanaya terbata.
Kemudian Kanaya menatap ke arah Raja yang masih berdiri di halaman rumah.
"Ada apa dengan Raja?" tanya Kinanti.
"Na, Nnn-Naya mau tanya," ucap Kanaya. "Ma, mmamanya, Mas Raja?" tanya Kanaya.
Kinanti pun mulai paham maksud putrinya. "Maksud kamu, ibu kandung Raja?" tanya Kinanti dan Kanaya menganggukan kepalanya.
"Ya, dia tidak datang, padahal ayahnya sudah mengundangnya," jawab Kinanti yang kemudian turut memandang pada menantunya yang baru saja masuk ke rumah.
"Raja itu tumbuh tanpa kasih sayang ibunya, jadi kamu cobalah bersikap baik padanya. Seburuk apapun cerita tentang suamimu di masa lalunya atau sebelum dia menikah denganmu, anggap itu sebagai pelajaran saja. Jangan pernah mengungkitnya," ujar Kinanti.
"Mama yakin, kamu pasti bisa menjadi istri yang baik. Kamu tahu kan bagaimana cerita papamu dulu? Yah, dan sekarang dia suami yang setia dan begitu bertanggung jawab." Dengan lembut Kinanti mengusap bahu putrinya.
"I-i-iya Ma," jawab Kanaya.
"Ya sudah, kamu bersiap-siap istirahat." Kemudian Kinanti keluar dari kamar putrinya.
Kanaya menghela napasnya panjang, lalu dia menoleh kembali ke arah halaman di mana Raja sudah tidak ada. Gadis itu pun kemudian turut masuk ke dalam kamarnya.
Di luar kamar Kanaya, Raja kebingungan dia harus ke mana? Pria itu menoleh ke kanan dan kiri, beberapa asisten rumah tangga tampak cuek padanya, dia mau bertanya di mana kamar Kanaya pun malu rasanya.
"Duh, tadi koperku dibawa ke mana ya?" gumam Raja.
"Mas Raja cari kamar Kak Naya?"
Raja menoleh, seorang pemuda tampan datang menghampirinya, dia Keenan, adik Kanaya.
"Hai bro," sapa Keenan.
Raja tak menjawab, dia gengsi. Keenan pun menahan tawanya. "Halah, bilang aja mau ke kamar, nggak sabar pengen malam pertama, ya kan?" kata Keenan menggoda kakak iparnya sambil menyentuh bahu Raja dengan bahunya.
"Lo anak kecil tahu apa?" tanya Raja.
"Mas, kecil apanya, aku ini udah SMA," ujar Keenan.
Raja hanya berdecak. Keenan melihat ke kanan dan ke kiri, lalu dia menarik bahu kakak iparnya. "Mas, awas kalau macam-macam sama Kak Naya ya!" ujarnya dengan tegas.
Raja kesal, lalu dia melepaskan rangkulan tangan adik iparnya itu. Pria itu kembali berdecak.
"Mungkin Kak Naya punya kekurangan, tapi kekurangan Kak Naya itu tidak sebanding dengan kelebihan yang dia punya, terutama hatinya. Dia sangat baik, polos dan murni. Jangan pernah sakiti dia!" tegas Keenan.
"Ck, bawel," ucap Raja dengan ketus.
Keenan menggelengkan kepalanya, lalu dia memutar tubuh kakak iparnya dan mendorongnya hingga tubuh Raja sampai di depan sebuah pintu kamar.
"Awas lo nyakitin kakak gue!" tegas Keenan sebelum pergi meninggalkan Raja.
Raja pun menahan kesalnya. Namun, dia harus ingat, sebelum kartu-kartunya dibuka kembali oleh ayahnya, dia harus bisa bersikap baik, pria itu menghela napasnya perlahan, lalu dia menatap pada pintu kamar di depannya, dia yakin itu kamar Kanaya, istrinya.
"Hufftt, kok gue tegang gini ya?" gumam Raja.
Raja menarik napasnya panjang, lalu dengan ragu dia mengetuk pintu kamar di depannya. Menunggu beberapa saat tidak ada jawaban, pria itu berniat mengulang mengetuk pintu. Tangannya sudah naik ke udara dan bersiap mengetuk, tetapi pintu lebih dulu terbuka.
Kanaya, membuka pintu sedikit, hanya wajahnya, juga sebagian tubuhnya yang terlihat.
"Em, i-itu," ucap Raja ragu.
Akhirnya, Kanaya membuka pintu, dia sedikit menyingkir dan mempersilakan suaminya untuk masuk ke dalam.
"Oh." Raja menghela napasnya, lalu masuk ke dalam kamar Kanaya yang rupanya sudah dihias bak kamar pengantin, banyak bunga dan tirai-tirai indah di dinding, semua serba putih.
"Em, a-aku mandi dulu," ucap Raja, pria itu langsung menuju kopernya yang sudah ia lihat di dekat meja depan ranjang.
Kanaya hanya diam, memperhatikan bagaimana Raja mengambil baju dan peralatan mandinya, pria itu kemudian terlihat bingung mencari letak kamar mandi. Kanaya pun hanya menggunakan jarinya untuk menunjuk kamar mandi.
Setelah Raja masuk ke kamar mandi, Kanaya langsung duduk di ranjang, gadis itu kemudian membuka laci dan mengambil sesuatu dari tempat itu.
Sementara itu di kamar mandi, Raja tengah menggosok tubuhnya dengan sabun di dekat shower. "Harus bersih dan wangi nih," gumam Raja.
"Ya meski gak cinta, tapi kan dia sah, halal."
Sambil mandi, Raja terus membayangkan malam pengantin yang akan dia lewati dengan Kanaya. Meskipun tidak ada cinta, tapi bagi Raja, kesempatan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Meskipun istrinya tidak bisa bicara, tapi dia cantik, selain itu, tubuhnya juga menarik dan satu hal lagi, Raja sangat penasaran akan seperti apa istrinya nanti saat mereka memadu kasih.
Apakah Kanaya akan mendesah?
Dan jika iya, bagaimana suaranya nanti?
Tiba-tiba Raja teringat dengan suara Kanaya yang ia yakin dengar waktu itu. "Gue masih penasaran. Gue yakin dia bisa ngomong, tapi kenapa dia nggak pernah ngomong di depan gue?"
"Coba nanti gue pancing ah, kalau dia keenakan, pasti dia bukan cuma akan mendesah, pasti akan ngomong, lagi Mas Raja, lagi, lebih dalam." Raja menahan tawanya.
Rasanya tak sabar untuk dia bisa melewati malam pertamanya dengan seseorang yang halal baginya. Ditambah, Raja sangat yakin Kanaya masih perawan, sesuatu yang sangat membuat pria itu penasaran, bagaimana rasanya bercinta dengan seorang perawan.
Di luar kamar, Kanaya tengah menyisir rambut panjangnya di depan meja rias. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Memakai gaun tidur satin dibalut kimono sutra berwarna putih. Seolah Kanaya sudah siap menyambut sang suami untuk malam pertama mereka.
Namun, sejujurnya Kanaya masih ragu, belum percaya dengan pernikahannya yang sudah terjadi dengan Raja tadi siang. Sekarang statusnya adalah sah istri Raja, seperti permintaan kedua orang tuanya, jika dia harus menjadi istri yang baik untuk Raja.
'Tapi aku belum siap,' batin Kanaya.
Hingga kemudian, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Raja yang berada di depannya. Kanaya penasaran saat muncul nama Luki di layar ponsel itu.
Tiba-tiba, Kanaya teringat dengan ibu kandung Raja yang membuat gadis itu penasaran. Apalagi, Luki adalah sahabat Raja. Karena itulah, Kanaya berpikir untuk mencari tahu tentang Raja melalui Luki agar dia bisa lebih mengenal siapa suaminya.
Kanaya pun kemudian mengambil ponsel Raja, dia berniat untuk mencatat nomor Luki. 'Eh, tidak dikunci?' batin Kanaya saat ponsel di tangannya langsung terbuka.
Kanaya langsung membuka pesan Luki, berniat untuk mencatat nomor sahabat suaminya itu.
Namun, pesan dari Luki itu membuat Kanaya seketika melebarkan matanya.
'A-apa maksudnya ini?'