Setelah Eyang Putri pulang ke Semarang. Kini tugas Titan sudah kembali seperti semula. Gadis manis itu setelah subuh langsung memasak sarapan dan juga membantu Bibik membereskan rumah.
Titan akan ke kampus untuk melihat siapa dosen pembimbing skripsinya. Menurut informasi dari Ellyana ada 2 dosen baru yang akan menjadi dosen pembimbing mulai semester ini. Dia berharap dosen senior lah yang menjadi dosen pembimbingnya.
“Sayang, nanti ke kampus bareng Papa atau diantar supir?”
“Bareng Papa saja sekalian. Nanti pulangnya bareng sama Nam-Nam.”
“Memangnya mau kemana?”
“Anterin Liliput buat ambil kerjaan yang belum selesai, Pa. Katanya berkasnya ketinggalan di kantor.”
“Oke, Sayang.”
“Hari ini Papa pulang cepat ‘kan?”
“Iya. Hanya ada satu persidangan.”
“Sidang pertama perceraian Pak Ammar dan Cecilia?”
“Hmm, semoga tidak ada drama yang dilakukan Cecil. Papa sudah malas sekali mengurus kasus perceraian mereka.”
“Lagian ya, kenapa juga harus pakai pengacara yang sama? Biar apa coba?”
Ihsan terkekeh mendengar gerutuan dari putrinya. Titan ketika diajak bicara soal kasus yang sedang ditangani pasti akan emosi. Memang benar dia tidak mengambil jurusan hukum sebagai pengganti dirinya. Bisa-bisa jika jadi pengacara akan membuat kerusuhan di ruang sidang.
“Awalnya, mereka sepakat untuk bercerai secara damai. Keluarga mereka juga setuju jika bercerai karena Cecilia memang terbukti salah. Entah kenapa tiba-tiba dia mengurungkan niatnya untuk bercerai?! Sepertinya, ada sesuatu yang terjadi pada Cecil hingga dia butuhkan berlindung di bawah nama besar Ammar.”
Titan yang sedang duduk di sebelah Ihsan menggeser kursinya agar menempel. Gadis itu pasti akan membicarakan sesuatu yang sensitif jika sudah bertindak aneh. “Apa Cecilia terlibat kasus pros*titusi online, Pa?”
“Husssttt, Sayang. Gak boleh bicara seperti itu!”
“Bisa saja sih, Pa. Para model itu ‘kan gayanya hedon banget, Pa. Mereka butuh uang banyak untuk menunjang penampilan dan gaya hidup.”
“Cecil berasal dari keluarga kaya, Sayang.”
Titan menggeser kembali kursinya ke tempat semula. Piringnya sudah bersih dari makanan yang tadi dia isikan. “Bisa saja, Pa. Namanya juga orang kepepet!”
Keduanya menyudahi obrolannya mengenai kehidupan Cecilia. Ammar mengantar Putrinya ke kampus sebelum dia berangkat ke pengadilan agama. Rutinitas menyenangkan bagi Ihsan yang dilakukan sejak Titan sudah mulai masuk sekolah TK hingga masuk Universitas.
“Sampai sini saja, Pa. Itu Nam-Nam dan Liliput nungguin di sana,” tunjuknya pada depan gerbang masuk kampus.
Titan mencium tangan dan mencium pipi Papanya setelah itu turun dari mobil sedikit berlari untuk menghampiri kedua sahabatnya.
“Selamat Pagi Nona Titan,” Sapa Namira dan Ellyana.
“Selamat Pagi Nona Nam-Nam dan Nona Liliput.”
Ketiga sahabat itu saling berpelukan melepas rindu selama 5 hari tidak bertemu.
“Masuk yuk, kita lihat siapa dosen pembimbing kita. Aku sudah penasaran sekali!” ajak Ellyana.
Mereka berjalan menuju ke gedung Fakultas Ekonomi. Menurut informasi yang diterima oleh Ellyana. Nama dosen pembimbing mahasiswa yang mengambil skripsi semester ini sudah di tempel di mading depan perpustakaan.
Suasana hati Titan sedang cerah sekali hari ini, membuat gadis itu terus saja tersenyum sepanjang bertemu dengan para adik tingkat maupun kakak tingkat sepanjang jalan. Membuat kedua sahabatnya merasa ada yang aneh dengan Titan.
“Tumben kamu menebar senyuman?” tanya Ellyana.
“Senyum itu ibadah, Liliput,” jawab Titan.
“Abis dapat kado apa dari Papa Ihsan?”
“Ye, Nam-Nam mah suka begitu! Memangnya kalau aku sedang bahagia hanya karena abis di kasih kado sama Papa Love?!”
“Biasanya ‘kan gitu, Tan. Iya ‘kan, Li?”
“Benar sekali, Nam-Nam.”
Titan menghentikan langkahnya ketika Genk Franda berada di depan mading. Manusia menyebalkan itu pasti sengaja berlama-lama berada di sana agar bisa membuat masalah dengan Titan.
“Ayok, ih kesana! Ngapain juga kita nungguin di sini? itu para lampir nggak akan pergi sampai kita nyamperin mereka.” Ellyana terus saja menggerutu. Dia paling semangat jika disuruh adu mulut.
Namira melihat ke arah Titan meminta persetujuannya. “Gimana Titan aja.”
“Iya, ayok ke sana. Aku sudah penasaran sama dosen pembimbingku.”
Akhirnya, Genk Titan berjalan mendekat ke arah mading. Ketiganya bergaya elegan menunjukkan jika mereka adalah para perempuan berkelas.
“Permisi, bisa agak minggir sedikit kami juga ingin melihat pengumuman yang ada di mading.” Namira bicara dengan lembut. Tidak lupa di barengi dengan senyuman cantik.
“Girls, geser! Ada tiga kuman yang mendekat. Jangan sampai kita terkena penyakit!” seru Franda.
Namira terkekeh mendengar apa yang barusan Franda katakan. Dia hanya mengacuhkan Putri kampus yang merasa paling sempurna itu.
“Ini namaku ketemu,” ucap Ellyana.
“Ah, namaku juga,” saut Namira.
Titan masih berusaha mencari namanya di bawah mahasiswa bimbingan dosen senior namun tidak ada. Akhirnya, dia mencari di bawah bimbingan dua dosen baru yang baru bergabung pada semester ini.
“Titan belum ketemu?”
“Belum, Nam-Nam. Bantuin cari.”
“Eh, Titan ini nama kamu,” ujar Ellyana dengan menunjuk nama Titan. “Kamu beruntung sekali, Tan. Bimbingan sama Pak Ammar.”
Titan dan Namira melihat ke arah jari telunjuk Ellyana untuk memastikan. Ternyata benar, Ammar adalah dosen pembimbing pertama Titan.
“Mimpi apa aku semalam? bisa-bisanya keruntuhan durian,” ucap Titan dengan senyum mengembang.
“Selamat ya Titan. Kamu akan sering bertemu dengan Pak Ammar.”
Titan memeluk Namira. “Di dua tempat sekaligus.”
“Jadi benar Pak Ammar itu anak pemilik Zufar Group.” Namira masih tidak percaya dengan informasi dari Titan.
“Iya, ngapain juga aku bohong. Nggak ada faedahnya juga.”
“Dasar perempuan genit! Setelah Kak Erik pasti dia sedang mengincar dosen baru yang ganteng itu!” cibir Franda.
“Kamu nggak hilang ingatan ‘kan?” tanya Ellyana.
“Maksudmu apa?”
“Semua mahasiswa di sini pasti tahu jika Kak Erik mengejar Titan sejak dia menjadi MABA! Aku ingatkan lagi kalau kamu lupa!”
Ellyana sudah lama tidak berdebat dengan putri kampus. Pasti dia tidak akan mau mengalah kali ini.
Franda tertawa dengan mengejek. “Oh, iya kah?! Kalau begitu, kenapa Kak Erik lebih memilih jadi pacarku?”
“Aduh kamu ini benar-benar naif. Sudah jelas Kak Erik baru saja ditolak lagi sama Titan makanya dia butuh pelampiasan untuk menghilangkan rasa sakit hatinya. Ada seorang perempuan terus saja mengejarnya pasti dia berpikir lumayan bisa dimanfaatkan secara GRATIS!” Ellyana menekankan kata terakhirnya untuk menyindir Franda.
“Jaga mulutmu! Dasar perempuan gatal!”
“Haha ... haha, jangan ngomongin gatal! Masak kamu enggak ngaca sih?! Berapa kali kamu sudah menembak Kak Erik? Berapa kali kamu mendapatkan penolakan hingga akhirnya diterima tapi hanya untuk pelampiasan saja?!”
Franda langsung menyerang Ellyana dengan ganas namun bisa ditangkis oleh Namira. Kini kedua tangan Franda akan menjambak rambut Ellyana sedang di cekal dengan kuat oleh Namira.
Gadis itu berteriak meminta dilepaskan karena cekalan Namira begitu kuat hingga menyakiti pergelangan tangannya.
“Nam-Nam sudah hentikan! Jangan sampai ada dosen yang melihat kita bertengkar di lingkungan kampus,” bisik Titan. “Lebih baik kita ke sekretariat saja meminta nomor ponsel dosen pembimbing kita.”
Namira menghentakkan kedua tangan Franda sedikit keras hingga gadis itu terdorong kebelakang. Setelah itu, mereka lari ketakutan karena Namira si jago karate sudah menunjukkan kekuatannya.
Ellyana tertawa melihat wajah panik Franda dan Gengnya. “Hanya segitu saja keberaniannya! Tidak sepadan dengan mulut besarnya!”
“Sudah Liliput. Ayo,” ajak Titan.
Titan tidak menyangka jika dia akan mendapatkan dosen pembimbing yang diimpikan oleh semua orang. Ammar adalah dosen tamu favorit semua mahasiswa ekonomi karena wajah tampan dan kepintarannya dalam menjelaskan materi yang diajarkan.
Setelah mendapatkan nomor dosen pembimbing masing-masing ketiganya menuju ke kantin untuk mendiskusikan langkah selanjutnya yang akan mereka lakukan sebelum mengajukan judul skripsi.
“Aku langsung di balas sama Bu Niken, senin sudah bisa mengajukan judul.”
Titan dan Ellyana melihat ke arah layar ponsel Namira untuk memastikan.
“Eh, aku juga dibalas nih sama Pak Aryo,” ucap Ellyana.
“Apa katanya?” tanya Titan.
“Senin bisa mengajukan judul,” jawabnya dengan menunjukkan layar ponselnya.
Hanya Titan yang belum di balas oleh dosen pembimbingnya. Gadis itu menunggu dengan harap-harap cemas.
“Kayaknya Pak Ammar sedang sibuk. Tahu sendiri ‘kan? Selain menjadi dosen dia juga menjadi Direktur Utama perusahaan besar.” Namira berusaha menghibur sahabatnya.
“Iya, palingan juga lagi rapat,” saut Ellyana.
“Semoga saja cepat di balas.”
“Amin paling keras.”
“Amin paling kenceng.”
Jawab Ellyana dan Namira. Kedua gadis itu merasa jika Ammar akan menjadi dosen pembimbing suka mempersulit mahasiswa bimbingannya. Kasihan sekali Titan!
Seperti rencananya ketiga sahabat itu, setelah dari kampus mereka langsung menuju ke kantor milik keluarga Namira. Ellyana melupakan pekerjaannya yang harus dikumpulkan hari senin. Dia malah meninggalkan berkas penting di laci mejanya.
“Hari sabtu masih ada karyawan masuk kerja.”
“Biasanya mereka ada deadline yang harus segera dikumpulkan makanya memilih lembur di hari libur,” terang Namira. “Memangnya di Zufar nggak ada yang masuk kerja hari sabtu?”
“Aku nggak tahu, Nam-Nam. Kalau di lihat dari sistem kerjanya sih kemungkinan ada apalagi karyawan yang kemarin kena semprot sama manager. Pasti mereka akan memilih lembur di hari libur untuk memperbaiki laporannya yang salah.”
Titan dan Namira menunggu di lobby saat Ellyana naik ke lantai 4. Meskipun Namira anak pemilik perusahaan tetap saja dia tidak mau begitu saja masuk ke dalam. Dia juga akan mematuhi aturan yang sudah dibuat oleh Kakeknya. Lagipula, Papanya sedang tidak ada di kantor.
Ketika keduanya sedang bercanda ada pesan masuk di ponsel Titan.
AYANG DOSBING
“Hari senin kumpulkan di meja saya.”