Artis Perusahaan

1568 Kata
Suasana kantin tempat magang Titan ketika jam istirahat akan ramai sekali. Hari ini dia mengajak teman barunya makan siang di ruangan karena malas mengantri seperti kemarin. Titan benar-benar membawakan kotak bekal beserta isinya untuk Khaira. “Memangnya nggak apa-apa ini buat aku?” tunjuknya pada kotak bekal yang sudah kosong. “Iya, Ra. Mulai besok bekal makan siang kamu enggak bakal dingin lagi.” “Terima kasih, Titan.” “Sama-sama.” Khaira pamit untuk ke toilet sementara Titan masih sibuk ngemil buat strawberry dan cherry yang disiapkan oleh Eyang Uti. Selain, itu dia juga sedang membaca pesan penting yang dikirimkan oleh kedua sahabatnya di Group. Ternyata, daftar dosen pembimbing skripsi mereka sudah keluar. Ellyana dan Namira mengajaknya untuk ke kampus hari sabtu ketika kantor sedang libur. Karena, mereka masih anak magang baru jadinya belum boleh mengambil libur seenaknya. “Tumben lama kamu ke toilet, Ra?” “Ramai banget, Tan. Katanya sih ada artis.” “Artis siapa?” “Aku nggak begitu tahu juga. Mau tanya sama karyawan yang ada di sana nggak berani.” “Kok bisa artis di toilet. Sedang shooting pembersih kamar mandi?” Khaira terkekeh mendengar pertanyaan dari Titan. Teman barunya memang unik sekali. Orang yang tidak mengenal Titan pasti mereka akan menyangka jika gadis itu sangat elegan dan pintar. Kalau, sudah kenal 1 hari saja pasti pandangan mereka akan berubah. “Tadi nggak ada kameranya. Biasanya kalau shooting ‘kan banyak timnya juga.” Karena penasaran dengan cerita dari Khaira, Titan memutuskan untuk pergi ke toilet yang berada di ujung lorong menuju ke divisi pemasaran. Sebenarnya setiap divisi memiliki toilet sendiri, kebetulan bagian divisi keuangan sedang ada renovasi di bagian beberapa bilik toilet. “Kok sepi?” Gumamnya saat masuk ke dalam. Dia masuk ke dalam bilik untuk buang air kecil. Ada suara beberapa orang yang baru saja masuk ke dalam toilet. Titan sengaja berlama-lama di dalam bilik ingin mendengar gosip apa yang sedang beredar di lingkungan kantor. “Agatha itu mantan tunangannya Pak Direktur ‘kan?” “Bukan mantan tunangan! Mereka batal saat akan melangsungkan pertunangan. Keduluan Pak Direktur dijodohkan.” “Terus kenapa Agatha bisa berkunjung ke sini? Apa nggak takut dilabrak lagi sama istri sah Pak Direktur?” “Sepertinya wanita itu ingin menjadi pelakor!” Titan mengernyitkan dahi, dia teringat dengan wanita cantik, sexy juga montok yang berada di toko jam bersama Om Duda. Saat toilet sudah dalam keadaan kosong, Titan keluar mencuci tangan dan membenarkan penampilannya. Setelah itu, bergegas kembali keruangan untuk memberikan informasi pada Khaira. Sesampainya dia di dalam ruangan ternyata sudah ada Marsha yang sedang memakan buah yang dia bawa. “Hai, Tan.” “Hai, Kak. Tumben sudah kembali ke ruangan. Nggak antri lama?” “Aku tadi makan di luar. Tidak perlu menunggu antrian buat pesan,” jawabnya. “Btw, aku minta buah yang kamu bawa.” “Makan saja, Kak. Aku dan Khaira sudah kenyang. Iya ‘kan, Ra?” Khaira mengangguk, makan siangnya hari ini sangatlah mewah. Dia meragukan Titan yang berkata berasal dari keluarga biasa. Kalau dilihat dari semua barang yang dikenakan oleh gadis itu memang terlihat simple, namun Khaira dapat menebak harga dari merk yang terpasang. “Gimana tadi sudah tahu artisnya?” “Artis?” sahut Marsha. “Iya, Kak. Tadi waktu aku ke toilet katanya karyawan senior sedang ada artis di dalam. Jadinya, harus menunggu di luar,” terang Khaira. “Gak ada pengumuman jika di kantor ini akan kedatangan artis.” Titan terkekeh melihat wajah bingung Marsha. Lagian Zufar perusahaan yang bergerak di bidang tambang batu bara dan minyak bumi bukan production house mana mungkin ada artis ibu kota yang datang. “Artis itu hanya sebutan saja, Kak. Karena tamunya Pak Direktur adalah mantan calon tunangannya.” “Kamu tahu dari mana, Tan?” “Waktu Titan ke toilet tadi nggak sengaja dengar karyawan divisi pemasaran ngomongin soal wanita yang bernama Agatha.” “Oh, Wanita itu berani datang ke sini lagi? wah ... nekat sekali!” “Memangnya kenapa, Kak?” tanya Khaira. “Dia ‘kan habis dilabrak sama istri sah Pak Ammar waktu di mall. Duh, beritanya viral sekali masak kamu enggak tahu sih!” “Hehe, aku jarang buka sosmed, Kak. Makanya sering ketinggalan berita.” Titan baru sadar jika yang di maksud ‘Pak Direktur’ oleh karyawan tadi adalah Ammar. Otak cerdasnya ternyata lambat menyadari sesuatu yang penting. Senyumnya merekah sempurna karena dia tengah magang di perusahaan milik Ammar, Om Dudanya. “Kamu kenapa, Tan?” tanya Marsha. “Kakak tahu apa enggak nama panjang Pak Direktur?” “Ammar Shaquille Zufar, kenapa? Kamu kenal?” Titan mengangguk dengan cepat. “Pak Ammar ‘kan dosen di kampus ku, Kak.” “Benarkah?” tanya Marsha dan Khaira bersamaan. “Hmmm, awalnya sih hanya dosen tamu. Semester ini mulai ambil kelas mengajar namun hanya semester awal.” “Pasti seru kalau diajar oleh Pak Ammar. Sudah ganteng, padai menjelaskan pula.” “Benar sekali, Kak. Satu kelas nggak ada yang bicara sedikitpun selama perkuliahan. Penjelasan dari Pak Ammar mudah dipahami meskipun waktu itu materi yang diterangkan lumayan sulit.” Khaira yang belum pernah melihat pemilik perusahaan hanya diam mendengarkan kedua orang yang ada di sampingnya bicara. Dia berharap dapat memiliki kesempatan bertemu dengan Direktur Zufar sebelum magang selesai. *** Hari kedua magang berjalan lumayan lancar, hanya ada sedikit masalah itu pun bukan kesalahannya namun semua divisi keuangan mendapatkan imbasnya. Ternyata dunia kerja sangat mengerikan jika atasan sedang marah. Titan pikir para atasan akan memberi omelan seperti dosen yang sedang memberikan wejangan pada mahasiswa. Manager Keuangan menemukan kesalahan perhitungan dari penjualan bulan lalu dia memaki karyawan senior yang tidak teliti saat bekerja. Begitu banyak umpatan yang keluar dari mulut Manager yang memiliki tubuh kecil dan mungil membuat Titan sedikit merasa takut. “Titan pulang naik apa?” tanya Marsha. Ketiga gadis itu kini baru saja keluar dari lift akan menuju ke tempat parkir. “Naik angkot, Kak,” jawab Titan. “Kalau Khaira pulang naik apa?” “Naik motor, Kak.” Marsha mengangguk. “Titan bareng aku saja daripada naik angkot.” “Terima kasih, Kak. Titan sudah janjian sama supir angkotnya.” “Sudah besti ya? Bisa sampai janjian segala,” goda Marsha. “Titan tuh sama semua orang kayaknya bestie deh, Kak. Anaknya ramah sekali,” jawab Khaira. “Haha ... haha, kalian bisa saja. Ya, sudah. Aku duluan ya. Enggak enak sudah di tungguin.” Titan menuju ke luar kantor, sementara Kaira dan Marsha menuju ke tempat parkir motor dan mobil karyawan. Sebenarnya Titan tidak akan naik angkot. Mulai hari ini dia diantar jemput oleh supir pribadi Papanya. “Mau langsung pulang apa mau mampir dulu, Non?” tanya supir saat Titan sudah masuk ke dalam mobil. “Mampir ke cafe, Pak. Sudah lama nggak ke sana.” “Iya, Non.” Sepanjang perjalanan menuju ke cafe milik mendiang Mamanya, Titan sibuk mengetikkan sesuatu pada ponselnya. Dia sedang mengabarkan berita baik yang dia dapatkan hari ini. Kedua sahabatnya tidak percaya jika Ammar adalah anak pemilik dari Zufar Group. Mereka ingin melihatnya secara langsung saat Ammar datang ke kantor. Bagaimana bisa Titan memberikan bukti? Lift karyawan dan lift petinggi perusahaan saja berbeda. Tidak akan mungkin juga dia bertemu saat berangkat atau pulang kerja. Sesampainya di cafe, Titan langsung disambut oleh Beng-Beng. Karyawan sekaligus sahabatnya itu heboh menceritakan jika tadi siang ada keributan di luar cafe. “Kamu sudah cek rekaman CCTV di area halaman?” “Sudah, Mbak.” Beng-Beng membuka ipad yang berisi rekaman CCTV pertikaian antara 2 wanita cantik yang terjadi setelah jam makan siang. “Lah, mereka lagi” seru Titan. “Mbak Titan kenal?” “Kalau kenal sih nggak hanya sekedar tahu nama mereka saja.” “Owh, mereka cantik tapi ganas kalau lagi berantem.” “Nggak ada yang pisahkan?” “Mana ada yang berani, Mbak. Bisa-bisa kena cakar kalau bantu pisahin.” Titan menyerahkan kembali ipad cafe pada Beng-Beng. Dia memesan camila dan jus untuk dibawa ke ruang kerja Papanya. Dia akan mengecek laporan penjualan dan pembelian selama 1 minggu ini. Ihsan sudah berada di perjalanan menuju ke cafe. Mereka berdua sudah janjian akan makan malam di sana karena Eyang Uti sedang pergi dengan Oma. “Berantem lagi?” “Iya, Pa.” “Kali ini tidak ada Pak Ammar.” “Yang mulai siapa?” “Cecilia yang datang langsung jambak rambutnya Agatha.” “Siapa yang misahin mereka?” “Nggak ada!” “Terus?” “Mungkin kecapekan berantem. Dua-duanya berhenti sendiri terus pergi,” terang Titan dengan terkekeh. “Sebenarnya Cecilia itu niat bercerai apa enggak sih, Pa?” “Tadi siang dia datang ke kantor Papa berniat untuk membatalkan rencana perceraiannya.” “Alasannya apa?” “Dia masih mencintai Ammar.” “Hah? Aneh sekali! kalau cinta kok selingkuh. Idih, nggak tahu malu!” Ihsan tertawa melihat putrinya menggerutu sambil mengecek laporan yang ada di tangannya. Titan memang sangat sensitif dengan hal yang berbau perselingkuhan maka dari itu dia tidak mau berlama-lama di kantor Papanya. “Eyang besok mau pulang ke Semarang.” “Katanya 2 minggu mau nginep di Jakarta?” “Mau jenguk saudara jauh yang baru saja mengalami musibah kecelakaan.” “Besok Titan kerja, nggak bisa antar.” “Gak Papa, biar Papa yang antar Eyang ke bandara.” “Pengen ke Semarang ‘kan jadinya," gerutu Titan. “Mau ketemu sama Pak Ustadz?” “No, Papa!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN