Awal Kisah
Hari Minggu biasanya adalah hari dimana Titania Shanum Dirgantara, biasa dipanggil Titan akan menghabiskan waktu bersama Papanya.
Namun hari Minggu ini Titan harus ikut Papanya bertemu klien sebentar sebelum mereka menghabiskan waktu berdua di makam Mamanya.
"Siapa sih Pa kliennya? Biasanya juga pasti bakal di tolak sama Papa kalau ada klien minta bertemu di hari libur," tanya Titan saat mereka sudah berada dalam perjalanan menuju ke cafe.
"Adik Ipar dari teman Papa, Sayang. Dia hanya ingin menjelaskan masalah yang menjadi penyebab dia menggugat cerai istrinya, tidak akan menghabiskan hari libur kita."
Titan sedikit memiringkan badannya agar bisa melihat wajah tampan Papanya.
"Calon Duda, Pa?"
"Hmmm ... Pernikahannya belum ada satu bulan."
"Lah ... Singkat amat, Pa. Kayak naik kereta cepat," celetuk Titan seenaknya sendiri.
"Mereka dijodohkan, sepertinya itu salah satu yang menyebabkan perceraian."
Titan hanya mengangguk saja, dia kembali sibuk dengan ponselnya. Hari ini dia sudah menyiapkan satu video yang akan diputar saat berkunjung ke rumah peristirahatan Mamanya, Video dia memenangkan lomba karya ilmiah waktu di US mewakili kampusnya.
"Sudah selesai editnya?" Tanya Ihsan Dirgantara, Papa Titan.
"Sudah selesai sejak semalam, Pa. Tapi Titan lupa mau kasih lihat Papa tadi waktu sarapan,"jawab Titan dengan wajah merasa bersalah.
Dia selalu mengatakan apa yang dilakukannya pada Papanya, entah itu berhubungan dengan kuliah maupun kesehariannya.
"Gapapa, nanti waktu di cafe Papa bisa lihat, Sayang."
"Okay, Papa!" Serunya dengan senang.
Sepanjang perjalanan menuju ke cafe Titan terus saja bercerita jika dia mendapatkan tawaran beasiswa ke luar negeri, dia juga mengatakan jika menerima tawaran beasiswa itu saat lulus nanti Titan akan langsung bekerja di perusahaan raksasa yang ada di US.
Dia ini sedang merayu Papanya, Ihsan tidak memberi izin pada Titan untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri.
Jika anaknya sekolah jauh dia akan kesepian saat di rumah. Lagi pula Ihsan tidak akan memiliki teman yang diajak berkunjung ke rumah istrinya.
"Sayang, jangan mengajak Papa berdebat soal yang sudah jelas jawabannya. Sampai kapanpun Papa tidak akan memberi ijin untuk Titan kuliah ke luar negeri!"
Titan mencebikkan bibirnya, dia ini sudah memiliki rencana untuk sekolah ke luar negeri menyusul para sepupunya.
"Kata Oma, Titan boleh sekolah ke luar negeri asal tinggalnya sama para sepupu yang ada di sana, Pa."
Ihsan tidak menjawab rengekan dari putri tunggalnya, satu-satunya peninggalan dari almarhum istrinya.
Titan hanya menghela nafas kasar, sampai kapanpun dia tidak akan diberi izin oleh Papa untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri.
Sesampainya di cafe, Ihsan turun menggandeng tangan putrinya. Saat masuk ke dalam cafe pelayan cafe terpaku saat melihat kecantikan Titan. Membuat Pawang Yang ada di samping Titan memasang ekspresi galak dan jahat.
Ihsan sangat ketat dalampergaulan Titan, dia tidak mau jika Sampai putrinya masuk ke dalam circle yang salah.
"Dimana orangnya, Pa?”
“Ihsan mengedarkan pandangannya ke semua sudut ruang cafe, dia tidak menemukan orang yang sudah mengajaknya Bertemu."Sepertinya belum datang," ucapnya, membawa Titan ke salah satu meja yang sudah di pesan.
"Mau makan lagi atau ngemil?" Tawar Ihsan kepada putrinya.
"Gelato aja, Pa. Titan gak mau gendut," jawab Titan, dia kini sudah duduk manis di sebelah Ihsan.
Tidak perlu menunggu terlalu lama, Orang yang sudah ditunggu oleh Ihsan akhirnya datang juga.
Ammar datang bersama sekretarisnya karena dia akan meeting dengan kliennya.
"Maaf saya terlambat, Om."
Ihsan berdiri untuk menyambut dan berjabat tangan dengan Ammar dan Sekretarisnya. Sedangkan Titan dia masih asik membaca n****+ online di INNOVEL/DREAME karya penulis Syamwiek.
"Sebenarnya, Nak Ammar tidak terlambat. Saya yang datangnya terlalu pagi karena putri saya sudah tidak sabar untuk mengunjungi Mamanya," jawab Ihsan tak kalah ramahnya.
Ammar melirik ke arah dimana Titan duduk, dia tidak menyapa lebih dulu karena gadis itu juga tidak berniat menyapanya.
"Oh iya, kenalkan ini putri saya. Namanya Titania, biasa dipanggil Titan," ucap Ihsan Dia menyuruh anaknya untuk berkenalan dengan Ammar.
"Titan, Om ..."
"Ammar."
Titan terpana dengan ketampanan
klien Papanya kali ini, dia saja sampai lupa melepaskan jabat tangannya. Hingga deheman Ihsan membuat Titan sedikit berjengkit.
Setelah acara perkenalan singkat dan basa-basi, Ammar memulai menjelaskan masalah yang terjadi membuatnya memutuskan untuk menggugat cerai istrinya.
Dia juga menjelaskan jika akan memberikan tuntutan harta dan materi yang diminta oleh istrinya demi mempercepat proses perceraian mereka.
"Apa yang akan Nak Ammar berikan pada calon mantan istri?" tanya Ihsan.
Ammar menjelaskan jika akan memberikan rumah, mobil, dan beberapa aset yang dia miliki pada calon mantan istrinya Cecilia.
"Kenapa sebanyak itu? Bukankah pernikahan kalian baru seumur jagung, kalian bahkan belum memiliki anak."
"Soal harta tidak menjadi masalah bagi saya, Om. Yang terpenting adalah proses perceraian kami tidak dia persulit," jawab Ammar.
Titan sibuk dengan Ipad-nya diam-diam ikut mendengarkan pembicaraan Papa dan Klien tampannya. Dalam hatinya kini mengatakan jika jodoh yang selama ini ditunggu akhirnya datang juga.
Dia tidak mempermasalahkan status dari Ammar, yang terpenting dia kini sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Ammar.
"Sepertinya proses perceraian tidak akan lama, karena Mbak Cecilia sudah memberikan kuasa penuh pada saya juga untuk mempercepat pemberkasan di pengadilan agama," jelas Ihsan pada Ammar. Dia ini pengacara Ammar sekaligus Cecilia.
Bukan hanya Ammar saja yang tersenyum mendengar ucapan Ihsan, namun Titania juga menahan senyumnya. Karena sebentar lagi pengejaran cintanya akan segera dimulai.
"Om Duda, I'm Coming ..." Teriaknya dalam hati.
***
Setelah pertemuan dengan Ammar selesai, kini Titan sudah berada dalam perjalanan menuju makam sang Mama.
Semangatnya kini semakin bertambah untuk bercerita pada Mamanya. Ihsan fokus menyetir tidak melihat keanehan dari putri semata wayangnya.
Jika dia tahu pasti Ihsan akan mengira Titan sedang ketempelan jin.
Bagaimana tidak? Sejak tadi Titan terus tersenyum membayangkan wajah tampan Ammar sedang berbicara serius.
"Sayang sudah sampai," ucap Ihsan, ketika melihat Titan masih betah melamun.
"Ah iya ... Kok cepat sekali sih, Pa?"
"Kamu kenapa Sayang?"
Titan menggeleng, melepas seat belt, dia tersenyum pada Papanya.
"Gak papa kok, Pa. Yuk turun, gak sabar bertemu yang mulia ratu ..." Titan turun lebih dulu dari mobil, dia berjalan tergesa untuk menuju ke arah batu nisan bertuliskan nama tengahnya 'Shanum'.
Sementara Ihsan berjalan santai dengan membawa bunga tulip putih kesukaan ratunya.
"Selamat pagi, Mama. Titan sama Papa tampan datang. Maaf ya, Ma. Agak telat. Soalnya tadi Papa harus bertemu dengan klien dulu," ucap Titan saat sudah duduk di sebelah makam Mamanya.
Shanum, Mama dari Titan meninggal saat melahirkan putrinya. Setelah berhasil melahirkan anaknya ke dunia ini, dia mengalami pendarahan hingga membuat nyawanya tak tertolong.
"Selamat pagi, Sayang. Aku datang bersama putri cantik kita. Dia datang membawa kabar bahagia," Ihsan berbicara, mengelus nisan perempuan yang menjadi cinta pertamanya.
Titan mengulum senyum di depan makam Mamanya, dia ini paling malu kalau disuruh menceritakan soal prestasi akademik yang dicapai.
"Ayo, Sayang. Ceritakan sama Mama, agar beliau tahu jika putrinya telah membuat bangga kedua orang tuanya."
Titan mulai bercerita penuh antusias jika dia berhasil membawa medali emas dalam lomba karya ilmiahnya di US, selain mendapatkan medali emas dia juga mendapatkan hadiah uang tunai sebanyak 100 juta.
"Uang hasil lomba Titan di suruh sama Papa buat di donasikan ke panti asuhan, Ma. Jadi besok Papa sama Titan akan bertemu anak-anak panti asuhan milik Mama," ucap Titan
mengakhiri ceritanya. Ihsan memeluk putrinya dari
samping, dia beruntung memiliki anak yang pintar dan penuh pengertian seperti Titan. Meskipun pecicilan cenderung tidak bisa diam, Titan selalu menuruti apa yang dikatakan olehnya.
"Oh iya, Ma. Sebenarnya tuh Titan tadi sedikit sebel sama Papa. Soalnya gak di bolehin buat lanjut kuliah keluar negeri, padahal Titan dapat beasiswa," ungkap Titan, mencebikkan bibirnya.
Ihsan terkekeh ketika mendengar putrinya sedang mengadu pada Mamanya, selalu saja seperti itu. Titan akan mengatakan semua yang ada dalam hati dan pikirannya ketika berkunjung ke makam Shanum.
"Memangnya Titan gak kasihan sama Papa kalau tinggal sendirian?" Tanya Ihsan, pura-pura sedih.
Titan melihat Papanya murung langsung memeluk Papanya dengan erat.
"Maafkan Titan, Papa. Tadi hanya bercanda saja, Titan gak akan setega itu sama Papa."
Ihsan dan Titan terus saja bercerita di samping makam. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung ke tempat di mana ratu mereka berada.
Sejak kecil Titan diasuh oleh Ihsan seorang diri, di sela-sela kesibukannya sebagai pengacara kondang yang ada di Indonesia. Dia menjadi duda di usianya yang masih muda, namun memutuskan tidak akan menikah sampai ajal menjemputnya.
"Papa mau mampir kekantor?"
"Iya, Sayang. Ada berkas yang harus Papa pelajari untuk sidang besok. Titan mau ikut apa nunggu di cafe?"
"Di cafe aja deh, nanti Papa susul ya."
"Iya, Sayang." Setelah selesai berkunjung ke
makam Shanum, Ihsan akan mengantar Titan menuju ke cafe milik Shanum kini di kelola olehnya dan putrinya.
Titan ini paling malas kalau sudah diajak ke kantor milik Papanya, dia berkata di kantor sang Papa auranya terlalu aneh untuk gadis ceria sepertinya. Membuat Ihsan tertawa setiap kali mendengar putrinya berkata seperti itu.
"Bye, Pa. Jangan lama-lama ya, ingat ini hari libur ..." ucap Titan saat sudah turun dari mobil.
Ihsan melambaikan tangannya setelah itu pergi dari pelataran cafe yang cukup luas.
Cafe itu ramai setiap harinya. Selain tempatnya nyaman, makanan di sina juga enak dan tergolong murah harganya.
Mama Titan merintis usaha itu ketika dia masih menjadi mahasiswa. Dengan dibantu oleh Ihsan dalam masalah dana, dia bisa membesarkan cafe yang dulunya hanya ada beberapa meja saja.
"Selamat siang, Mbak Titan. Sendirian saja ..." Sapa karyawan cafe.
"Siang juga Beng-Beng, iya nih aku sendirian maklumlah ya jomblo memang begini."
"Cantik-cantik kok jomblo sih Mbak. Kalah sama Anita tuh yang punya pacar baru," tunjuk Beng-Beng pada meja berisi 2 anak manusia sedang kasmaran.
"Yah ... Beng-Beng patah hati lagi dong, hiksss hiksss ... Sabar yahhhh," ucap Titan, tertawa terbahak.
Dia ini suka menggoda karyawan cafe bernama Beng-Beng karena dia itu selain lucu juga tidak mudah marah kalau di jahili.
Sudah waktunya jam makan siang, Titan bersiap di meja kasir. Dia akan membantu untuk mencatat semua pesanan dari pelanggan.
Di cafe milik Mamanya semua makanan harus dibayar saat memesan, jadi disediakan kasir berjumlah 2 orang.
"Ramai sekali, ya. Sampai berkeringat aku, padahal Acnya sudah dingin."
Anita baru saja selesai melayani pelanggan yang memesan makanan ikut duduk di samping Titan.
"Iya, Mbak. Setiap hari begini, tapi kayaknya setiap hari Minggu akan bertambah banyak. Soalnya ada Mbak Titan menjadi kasir," jawab Anita.
"Alah ... Alah, kamu ini suka mengada-ngada."
"Yah ... gak percaya, nah itu buktinya pada lihatin sini dari tadi. Padahal live music ada di sebelah sana, Mbak," tunjuk Anita pada beberapa meja yang penghuninya sedang menatap ke arah Titan.
"Ihhh ... Pada ngapain sih?"
"Lihat pemandangan indah, Mbak."
Anita terkekeh melihat kedua pipi anak dari bosnya merona, dia suka sekali dengan Titan. Meskipun anak orang kaya tapi dia memperlakukan para karyawannya dengan baik.
"Loh ... Itu ada Om Duda, sejak kapan dia ada di sana?"
Anita ikut melihat ke arah pandangan mata Titan. "Siapa, Mbak?"
"Itu Om Duda, kamu tadi yang melayani pesanannya?" Anita menggeleng, dia saja baru lihat orang yang di maksud oleh Titan.
Karena tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas, Titan berdiri menghampiri Ammar yang sedang duduk sendiri. Karena Sekretarisnya sedang pergi ke toilet.
"Selamat siang, Om," sapa Titan saat sudah berada di dekat meja Ammar.
"Selamat siang, Kamu ini anaknya Pak Ihsan yang mengurus proses perceraian saya 'kan?"
"Iya, Om," Jawab Titan, mengulum senyum.
"Lalu mau apa kamu ke sini?" Tanya, Ammar sedang menunggu kliennya.
"Nyamperin Om Ammar. Titan tuh penasaran sama, Om."
Ammar mengangkat sebelah alisnya, dia merasakan ada sesuatu yang aneh dari anak pengacaranya. "Kenapa?"
"Kalau sudah officially Duda, Om Ammar mau gak jadi pacar Titan?"