XIV. Perkenalan Kedua yang Serasa Perkenalan Pertama.
Umurku kini 19 tahun, umur yang pas untuk masuk dalam lingkaran perkuliahan yang rumit. Ospek merupakan hal yang dinantikan para mahasiwa/mahasiswi baru. Berkenalan dengan teman baru sesama fakultas ataupun fakultas lainnya. Yang perempuan berebut lelaki tampan, dan laki-laki berebut perempuan cantik. Hubungan timbal balik yang keren, manusia munafik.
“aku pikir kau ingin meminumnya, sudut bibirmu hampir menumpahkan air liur” Rey tiba-tiba mengeluarkan s**u coklat dari sakunya. Fakta yang harus diketahui adalah, aku memang ingin meminum s**u coklat itu. Tapi sudut bibirku sama sekali tidak mengeluarkan air liur atau apapun itu.
“aku pasti akan meminumnya” aku meraihnya, bentuk botol s**u itu terlihat mewah. Sebenarnya aku tertarik dengan bentukkannya seperti botol kaca.
Pada akhirnya aku memilih satu kampus dengan Rey, atau ia yang memilih satu kampus denganku?. Aku lumayan senang saat tau jurusan dan kelasku bahkan sama dengan dia. Setidaknya aku bisa berdiam diri di kampus dan menutup diriku. Satu fakta yang cukup menakutkan, ingat cinta pertamaku yang sebenarnya? Dia adalah alumni kampus ini.
Aku sempat hampir berpas-pasan dengannya di koridor kampus, dengan cepat aku menghilangkan diriku. Mengelak dari segala jenis kejadian buruk yang akan terjadi. Untuk hal ini, aku sudah melupakannya. Janji pada diriku saat kecil sudah menjadi tameng besar di depan mataku.
Aku melihat dahinya berkerut saat sekelebat bayangan tiba-tiba menghilang di depannya. Apapun dipikirannya mungkin ia merasa diikuti oleh hantu, dan itu pertanda bagus. Aku tersenyum saat melangkah ke lapangan utama di mana kami akan diospek.
“apa yang kau rahasiakan kali ini?” Rey yang curiga dengan senyumku yang mereka mulai mencoba menggali sebuah infomasi rahasia.
“tidak ada” aku menjawabnya dengan nada mengejek, dia terlihat sedikit kesal.
“tidak peduli tentang ada atau tidaknya sesuatu. Wajahmu malah menampakkan sebuah peritiwa yang lucu, jujur saja apa itu?” Rey Nampak tidak sabar dengan jawaban yang akan kulontarkan.
“eum.. aku bertemu dengan dia, dan aku berhasil menakut-nakutinya” aku memukul lengannya secara spontan. Biasa, kelakuan perempuan saat senang adalah menjadi pemukul yang hebat.
“lalu kau yakin itu dia?” Rey meniup-niup bekas pukulan di lengannya
“yah! Aku terlewat yakin sekarang” aku menjawabnya dengan penuh semangat, tanpa ada rasa takut sedikitpun.
“dan kau masih menyukainya?” Tanya Rey heran untuk kedua kalinya dalam satu waktu.
“pertanyaan macam apa itu?” mataku membelalak sepertinya Rey mengerti aku sedikit shock saat mendengar pertanyaanya. Ia langsung mengubah topik pembicaraan.
“ah bagaimana kondisi ibumu sekarang?” ia melempar pandangannya ke arah lain sambil memegang lehernya.
“tidak begitu baik, emosinya masih tidak bisa dikontrol..” aku mengedarkan pandanganku.
Sound sistem kampus mulai mengeluarkan suara. Seseorang meraih mic dan mulai mengucapkan salam pembuka yang menyegarkan, beberapa orang lainnya di belakang mulai bersorak ria. Dan aku masih santai sambil duduk dan memandangi langit yang tampak amat bersahabat hari ini. Doaku pagi ini tidak terkabul, tak ada tanda-tanda hujan akan menapaki tanah.
“kau tau? Kadang doa tak selalu dikabulkan” seakan-akan Rey dapat membaca pikiranku. Ia selalu menaruh curiga saat aku diam dan mulai menebak-nebak sesuatu yang tak pasti kupikirkan.
Semua orang mulai bersorak serempak sambil mengangkat tangan mereka. Aku lumayan bosan dengan penampakkan seperti ini, mereka belum tau bagaimana sulitnya masa-masa kuliah. Orang di atas panggung mulai mengetuai suara sorakan hingga hebohnya bisa mencapai 3 km dari kampus.
Iringan music mulai terdengar mengeras, aku mulai tak yakin apakah ini kampus atau tempat mendengar musik masal? Biarkanlah pertanyaan itu memenuhi kepalaku.
Seketika seluruh mahasiswa baru diberikan beberapa permainan, seperti bergoyang. Kepedean mereka patut diacungi jempol. Tanpa rasa malu sedikitpun mereka bisa menggerakkan b****g mereka dengan lentur tanpa ada kendala. Bahkan aku harus bersusay payah untuk meniru gerakan itu, terkadang iri namun aku lumayan bersyukur tidak perlu mempermalukan diriku sendiri. Singkat cerita iri ini membawa pada sebuah keberuntungan mungkin?.
Lalu kami semua diajak untuk berdiri dan menikmati masa-masa orientasi ini dengan semangat. Mungkin ini sebuah dorongan, karena betapa sulitnya masa yang akan kami dapatkan selama kuliah.
“dorongan yang luar biasa kak” aku brgumam sambil mengacungkan jempolku naik.
Sekelebat aku merasakan ada tatapan menakutkan dari atas panggung. Bukannya kepd-an, ini fakta dan aku mencoba mencari manusia yang menatapku kejam. Aku melirik semua yang ada di atas panggung dengan api membara di punggungku, ternyata ketakutanku ikut menjalar naik sampai ke ubun-ubun. Kupaksakan diriku tetap mencari tau sebelum menyesal tak tau apa-apa. Dan bingo! Aku melihat seseorang di ujung kanan panggung dengan pakaian all black, sampai ke sepatunya semua adalah hitam. Hampir mendekati tipeku, bagaimanapun laki-laki yang memakai setelan hitam semua adalah orang tertampan di dunia yang pernah ku temui. Karena mata rabunku melihat ke kejauhan, yang bisa ku ketahui hanyalah ia tampan namun buram.
Tapi kupastikan dia benar-benar tampan, aku mencoba bertanya kepada rey. Barangkali ia juga melihat lelaki itu.
“Rey…. Kau lihat laki-laki di atas panggung yang di ujung sana tuh” entah mengapa saat melontarkan kata ini, bibirku ikut monyong menunjuk ke arahnya.
“eum di mana? Di mana?????” pergerakan kepala Rey terlalu mencolok. Terlihat seperti ular yang kegirangan menemukan mangsanya.
“tolong, santai saja Rey. Gerakanmu malah membuatnya curiga” aku memukul kepalanya pelan.
“HEH?! Valeria sayang.. kau sudah gila?” matanya melotot seakan-akan bola matanya ingin keluar dan melarikan diri.
“pertanyaanmu mengubah hidupku boy” aku menjawabnya santai, namun wajah Rey tetap terkejut. Bahkan ia tak melepas pandangannya kepadaku.
“apa?” tanyaku polos kepadanya.
“dia laki-laki yang mencampakkanmu, kau lupa?”
Aku merasa jantungku di sambar listrik bertegangan tinggi. Bagaimana bisa?! Bahkan postur tubuhnya tak terlihat mirip seperti laki-laki itu. Orang ini lebih tinggi dan jangkung ketimbang dia! Ketimbang si inisial J itu. Mereka berbeda jauh, atau dia yang berubah? Benar! Aku sudah lama tak melihatnya. Namun perubahan ini terlalu frontal perbedaanya, aku berharap besar bahwa mata Rey juga rabun sepertiku. Anggap aku menyumpahi Rey, lebih penting lagi memastikan kebenaran laki-laki itu.
Aku merasakan ketakutan yang sama seperti dahulu. Harusnya trauma ini sudah hilang sejak lama, harusnya aku sudah bangkit dari masa lalu. Harusnya semua itu sudah selesai hati itu juga. Tuhan cukup sering bermain-main denganku sekarang, kepalaku sedikit pusing. Pandanganku mulai gelap, semua buyar. Aku memang rabun, tapi pandangan gelap bukanlah gejala rabun. Apa ini? Kenapa ini? Apa yang terjadi?? Kenapa banyak pertanyaan di kepalaku yang melintas. Seketika aku hilang keseimbanganku dan terjatuh seperti dalam drama.
Aku melihat, sebuah bayangan hitam datang ke tempatku dan mulai menggendongku tanpa rasa ragu. Aku terlelap dalam sebuah mimpi yang aneh, rasa nyaman orang itu mengalir padaku. Rasanya aku pasrah dalam gendongannya. Bau manis itu mengitari seluruh tubuhku, bau fenomon laki-laki yang dulu pernah ku kenal. Biarkan aku bangun dalam mimpi ini dan menamparnya di dunia nyataku. Aku mohon padamu yang berada di atas dan sedang mempermainkanku……