PERTAMA
PERTAMA
_Prolog_
Aku benci laki-laki, mereka semua sama. Tidak ada yang benar-benar berbeda. Terkadang semakin kita mencintai mereka, maka semakin bodoh kita. Kenapa? Mereka tidak benar-benar mencintaimu. Namun saat kau tidak mencintainya, kau tau apa yang mereka lakukan?. Yang akan mereka lakukan adalah membuaimu dengan kata-kata manisnya. lalu kau akan jatuh lebih dalam ke perasaan yang tak berujung itu. Layaknya sebuah vakum cleaner yang menghisapmu sampai kau jatuh dan tak bersisa.
Ketika hidup menawarkan hadiah yang jauh melebihi harapanmu, tidak masuk akal untuk menyesalinya bila hadiah itu harus pergi.
Sang pemburu tersenyum bersahabat saat ia membekap mulutku, menyuruhku diam dan memasrahkan tubuhku kepadanya. Saat itu juga aku berharap hadiah itu musnah saja bersamaan dengan kematianku.
Aku tak pernah membayangkan tentang bagaimana aku mati nantinya. Meskipun semua orang memiliki alasan untuk memikirkannya. Tapi kalaupun memiliki alasan, aku tak pernah membayangkan kematian seperti ini. Ah tidak..... Lebih tepatnya siksaan kematian seperti ini.
"Kesetiaan adalah ketika sebuah cinta bisa saling percaya dan berkomitmen. Jangan pernah melupakan artinya, hanya karena sebuah rasa sayang dan cinta yang berlebihan. Alunan musik penuh cinta mengiringi cerita hari ini yang akan berakhir tanpa diketahui siapapun.
- Velaria Sutanto, 29 september 2019"
_I. Awal Mula Sebuah Cerita._
Aku dan ibuku tinggal di rumah kecil di sebuah desa. Ibuku berharap besar bisa mengubah hidupku menjadi anak mandiri. Setelag ayahku lebih memilih perempuan lain di luar sana. Ibuku tetap kuat, ia tak depresi. Sebaliknya, ia malah semakin mantap hatinya untuk meninggalkan lelaki sialan yang tak bertanggung jawab itu.
Pernikahan mereka hanya bertahan 4 tahun. Saat itu ibu berusia 30 tahun menikah dengan seorang duda yang terpaut 12 tahun dari umurnya. Pernikahannya disuguhkan secara sederhana, dengan tema hangatnya sebuah keluarga. Mereka hanya memanjatkan doa kepada leluhur. Apa gunanya? Entahlah, mungkin mereka memohon agar rumah tangga mereka berhasil atau semacamnya. Bagi ibuku ini adalah pernikahan pertama yang ia syukuri. Namun bagi ayahku ini hanyalah pernikahan kedua yang tak bermakna apa-apa. Di akhir cerita, hubungan suami istri mereka kandas. Bagaimana bisa rumah tangga dibangun tanpa adanya rasa percaya satu sama lain? Kebohongan yang sangat mulus.
Umur 2 tahun tanpa adanya ayah, seperti berjalan di atas lumpur hisap dan dibarengi dengan kabut putih yang tebal. Seperti seseorang tunanetra yang dipaksa melihat dan tunawicara yang dipaksa berbicara, melakukan semua di luar kehendak mereka yang mustahil.
Tidak mudah tentunya untuk ibuku membuka usaha di sini, kaum minoritas dipandang terlalu rendah. Mulai dengan bekerja pada orang lain, dipecat berkali-kali. Bahkan aku tak begitu yakin tentang pola makan kami. Terkadang makan 2 kali atau tidak makan sama sekali. Hanya meminum secangkir air putih saja, kata bersyukur bisa ia lontarkan dengan senyuman.
Pergi kesana kemari memohon pekerjaan yang tak ada habisnya, separuh umurnya hanya ia habiskan untuk bekerja. Namun kau tau? Kerja keras tidak akan pernah mengkhianati hasilnya. Kepura-puraan rasa bahagia yang selama ini ia lontarkan menghasilkan kebahagiaan yang sesungguhnya.
_II. Kehidupan Manis Mereka_
ibu tak mau melepas pelukannya
Hari itu, aku masuk sekolah untuk pertama kalinya. Umurku sekitar 5 atau 6 tahun, ia melepas kepergianku dari depan rumah. Sebuah mobil besar yang mengangkut banyak orang berhenti tepay di depan kami, begitulah aku menyebutnya. Semua orang melihat perpisahan kami yang mengharukan. Ia melepas pelukan hangatnya dan secara sontak menyeimbangkan tubuh kecilku yang masih lemah.
Tentengan tasku tidak berat sama sekali, ia membelikanku tas berwarna pink yang indah. Tas itu penuh dengan gambar putri disney yang diidamkan semua anak perempuan saat mereka kecil, tepatnya saat mereka masih belum tau banyak tentang dunia. Ia memasukkan 2 buku baru yang gambarnya sangat cocok dengan tas kecilku. Ia memberiku beberapa batang kayu dengan ujung tajam berwarna hitam, serta sebuah kotak putih bersi dengan ukurannya yang kecil. Tampak semuanya adalah hal baru untukku.
Aku masih sibuk menganggumi benda-benda aneh itu hingga lupa tentang sekolah. Kemarin aku memohon padanya untuk memaikanku seragam yang sama seperti anak-anak yang sering bermain di depan rumah kami. Seragam putih dengan bawahan merah itu amat menarik!! Aku terjun ke dalam sesuatu baru yang aku impikan, tanpa ragu aku berbicara..
"Ma! Aku mau sekolah!" aksen imutku membekas dalam pikirannya.
_III. Cinta Pertama_
Aku tak begitu yakin tentang perasaanku hari itu, pertama kalinya melangkahkan kaki ke dalam ruangan kelas di umur beliaku. Aku termenung sesaat melihat begitu banyak orang yang harus kuhadapi di sini.
Di dalam keadaan cukup hangat dan lebih terang dari yang kuharap. Ruang kelas kecil dengan kursi berwarna-warni mirip permen, karpet merah yang menutupi seluruh lantai, sebuah kotak besar yang panjang berwarna putih, ada sebuah jam dengan lingkar antik yang menyambutku pagi itu. Semua hal-hal baru yang baunya sangat enak. Ada beberapa meja di sisi kanan kelas, dan 2 kursi yang menjadi pasangannya.
Aku memainkan rokku yang mengembang tak karuan. Aku nampak sangat imut dengan seragam itu. sepatu hitamku nemiliki hak pendek dibelakangnya, tak lupa kaos kaki berenda menemaninya. Ibu menyisir rambutku ke belakang. Dan menaruh bedak di wajahku seperti membumbui seekor ayam. Dahiku putih karrna bedak yang baunya amat aneh. Walaupun aku masih kecil, setidaknya diriku tau cara mengusap pergi bedak di dahiku yang berlebihan.
Dengan pintarnya aku meraih sebuah kursi dan mendudukinya. Aku melihat anak-anak masih kebingungan, beberapa dari mereka masih ditemani orang tua.
Aku meletakkan tasku dengan hati-hati di ujung kursi, persis seperti yang diajarkan ibu sehari sebelum aku berada di sini. Ia benar-benar mempersiapkan mentalku sedemikian rupa. Tak lupa ia memberiku larangan dengan beberapa ancaman menakutkan untuk anak kecil
"Halo..." ia melontarkan sebuah senyuman dengan lambaian tangan kecilnya. Seorang pangeran menemui putrinya hari ini.
Aku mendongak "halo juga..." mungkin senyum yang kulemparkan tak semanis senyumannya.
Dia seorang laki-laki berseragam yang sama seperti aku, kulit wajahnya agak kusam. Aku pun tau ia tidak melaksanakan mandi pagi. Tanpa ragu ia menarik kursi di sebelahku dan mendudukinya. Kami terdiam, memandangi anak-anak lain berlalu lalang.
"lihat-lihatt, dia menangis" Ia menepuk punggungku. Aku menatapnya heran dan tertawa keras. Kau mengerti kenapa? karena kami berdua merasa aneh dengan mereka yang menangis, sedangkan kami terlalu berani untuk masuk ke dalam kelas. Hari itu kami tutup dengan perkenalan, aku mengingat namanya sampai sekarang. "Frederic" nama yang indah.....
Aku rasa, Aku menyukainya! Menemukan cinta pandangan pertama di usia 5 tahun tidaklah buruk. Sayangnya, aku telat menyadari perasaan itu karena kepolosanku yang mutlak. Mereka menyebutku perempuan bodoh yang tak tau diri.
"Frederic jika kau membaca ini, aku hanya ingin mengucapkan rasa terima kasihku karena kau menjadi orang pertama yang ku cintai di dunia setelah ibuku. Mungkin pertemuan selanjutnya tidak akan selama ini
-Velaria Sutanto”
HII SEMUAA, SENANG BISA MENJADI KARYA YANG DIBACA DI DREAME.
DI EPISODE KHUSUS NANTI AKAM SAYA CERITA AWAL MULA MEMILIH CERITA INI!! PASTIKAN TETAP MEMBACANYA SAMPAI HABIS YAH.