Mala agak telat pulang malam ini. Biasanya pukul sembilan malam dia sudah berada di rumah, tapi Bu Ajeng memintanya lembur hingga pukul sepuluh. Biasanya rekan kerja Mala yang laki-laki yang mendapatkan shift malam, tapi mereka sedang cuti satu minggu. Mala pun menyanggupinya.
Di bulan-bulan sebelumnya, Mala sering menggantikan rekan kerjanya yang tidak bisa bekerja karena berbagai alasan, sakit, cuti, atau alasan mendesak lainnya. Mala dikenal pekerja keras, dia juga tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya. Bu Ajeng sangat menyukainya.
Seperti malam-malam sebelumnya, ada beberapa kantor yang tetap buka. Masih ada beberapa staff yang lembur. Sebagian dari mereka sudah mengenal Mala dengan baik. Itulah sebabnya Mala tidak takut bekerja hingga malam, karena sikap staff yang ramah dan baik terhadapnya. Bahkan terkadang mereka sisihkan makanan buat Mala makan, atau memberi tips lebih jika menyuruh Mala mengerjakan sesuatu untuk kenyamanan mereka. Wajarlah, semua staff yang mengenal Mala sangat senag dengan hasil pekerjaan Mala yang bersih dan rapi. Semua ruangan terasa sangat nyaman jika Mala yang bertugas.
Karena seluruh toilet yang ada di lantai 43 sudah Mala bersihkan, Mala pun membereskan sekaligus menyusun alat-alat kebersihannya di atas troli kebersihan, yang akan dia kembalikan ke ruang janitor yang ada di lantai bawah. Mala senang, ada beberapa staff yang memberinya tips karena kebetulan sekarang adalah awal bulan. Langkahnya pun terlihat riang saat mendorong troli kebersihannya.
Namun, langkah Mala tertahan saat matanya tersita ke sebuah pintu ruang kantor yang sedikit terbuka. Mala heran, seingatnya pintu ruang kantor tersebut sudah tertutup rapat sebelumnya. Mala pun mendekatkan diri ke pintu tersebut hendak memastikan apa ada orang di dalamnya.
Hampir saja dia sentuh pintu itu, Mala mendengar suara-suara aneh yang berasal dari dalam ruangan tersebut. Jantung Mala tiba-tiba berdegup sangat kencang. Penasaran, dia dorong sedikit pintu.
Betapa terkejutnya Mala saat megintip, ternyata ada pasangan yang sedang bercinta hebat di depan meja kerja. Mereka berdua masih berpakaian lengkap. Mata Mala bergerak memastikan siapa gerangan pria yang sedang menghentakkan pinggulnya dengan kuat dan penuh semangat ke tubuh perempuan yang terungkup menungging di atas meja kerja.
Tampak pria yang hanya menurunkan celananya menekan-nekan b****g perempuan itu kuat-kuat.
"Turunkan pantatmu. Turunkan..."
"Sakit, Dam..."
"Sial..., enak kan?"
Perempuan itu mengerang kesakitan.
"Aaaauh..., awsome..."
"Must be awsome. It's me..."
"Akh, Damian. You're gorgeous, Baby... Ooooh..."
Mala meneguk ludahnya melihat pemandangan yang sama sekali tidak dia duga. Ternyata pria itu adalah Damian, si pemilik gedung tempatnya bekerja. Mala memang tahu wajah pria yang sering menjadi bahan pembicaraan teman-temannya. Wajah yang tidak berekspresi, dingin tak banyak bicara, wajah yang menakutkan.
Mala amati wajah garang Damian. Entah kenapa Mala merasa ada yang tersimpan dari balik wajah tampan nan garang itu. Sebuah kekecewaan.
Plak...
Mala bergidik.
"Daaaamiaaan..., Ohh..."
Plak. Plak...
Perempuan itu mengerang kesakitan. Tapi tak lama kemudian dia malah tertawa-tawa.
"Fu...k you. I fu... you..."
"Awsome, Dam. Hit that. Keep going..."
Damian menggeram. Sambil mencengkeram b****g perempuan itu dengan mencakar, dia kembali menghentakkan pinggulnya tanpa ampun.
"Aaakh. Dammm. You damn it. Fu...k. Ooooh. Keep going, keep going..."
"Ohhhh..."
Damian memundurkan pinggulnya dari tubuh perempuan setelah kepuasan mendera tubuhnya.
Mala melihat ada benda yang ditarik Damian dari senjatanya yang masih mengacung dan melemparnya begitu saja ke atas sofa yang tidak jauh dari posisinya berdiri.
"Hug me, Dam... Hug me..."
Bukannya memeluk, Damian malah menepis b****g perempuan itu. Perempuan itu tertawa terbahak-bahak.
"Kamu memang jauh lebih perkasa dibanding suamiku..." ujar perempuan itu sambil memperbaiki baju kerjanya. Damian juga sibuk menarik celananya dan menutup kembali dua kaki panjangnya.
"Dia hanya bisa melakukannya satu kali saja dalam satu kali permainan..., ini kamu? Sudah keenam kalinya malam ini. ooooh, My baby."
Damian terlihat meraih rokoknya. Dia juga menawarkan rokok ke perempuan itu. Tapi perempuan itu menolak tawarannya.
"Kapan suamimu pulang?" tanya Damian.
"Minggu depan..."
Perempuan itu lalu duduk selonjoran di atas sofa. Dan Damian duduk di atas kursi kerjanya.
"Ah. Aku benar-benar nikmat malam ini. Nggak pernah aku mendapatkan kenikmatan seperti ini dari suamiku. Meski dia jauh lebih muda dari kamu, tapi miliknya tidak sekuat milikmu, Damian..."
"Jadi kamu bisa memastikan bahwa aku akan memenangkan proyek di perusahaanmu, Linda?"
Perempuan itu ternyata bernama Linda.
"Ya. Tapi apa bisa kita begini lagi, Dam?"
Damian menggeleng.
"Aku tidak mau ambil resiko. Suamimu tidak seperti suami Brigitte yang tidak cemburuan."
"Ah. Aku iri dengan kehidupan Brigitte yang bebas."
"Tak masalah kalo kamu ragu untuk memberikan proyek itu."
"Oh, Damian. Jangan khawatirkan masalah itu..."
Perempuan itu lalu beranjak dari duduknya dan mendekati Damian. Dia hampir ingin mencium wajah Damian, tapi Damian menjauhkan wajahnya dengan meraih kepalanya dengan sedikit menjambak rambutnya dan menurunkannya ke pangkal pahanya.
"What the..."
"Suck it..."
Mala menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau lagi mengintip adegan selanjutnya. Dia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju lift barang yang ada di ujung koridor lantai tersebut.
Saat berada di dalam lift, Mala tampak berusaha mengusir bayang-bayang pasangan yang bergumul di ruangan tadi. Mala terus menggeleng dengan mata terpejam. Tapi dia tidak kuasa menghapus bayang-bayang tersebut.
Mala buka matanya. Mala mendesah. Entah kenapa tiba-tiba dia mengingat masa-masa indah bercinta di atas ranjang dengan Agung. Mala tutup lagi matanya. Senyum Mala melebar membayangkan tubuh indah Agung menindih tubuhnya di malam-malam indah. Mala masih saja mengingat kata-kata mesra dari mulut Agung saat mencumbui tubuhnya. Agung sangat pandai membuatnya tenang dan terbuai selama berada di dalam dekapannya.
Napas Mala terasa berat saat merasakan cairan ke luar dari miliknya.
"Mas Agung..." desahnya. Tanpa sadar dia selipkan tangannya ke celana dalamnya yang sudah basah dengan lendir.
Ting!
Bunyi lift menyadarkan Mala. Cepat-cepat Mala menarik tangannya dan menepis gangguan yang ada di benaknya.
***