PROLOG
Damian Rubiantara
Damian (35) merebahkan tubuhnya yang masih berbalut kemeja biru muda di atas sofa empuk di ruang kantornya. Dia renggangkan dasinya sambil meneguk Johnnie Walker Blue. Penguasa saham perusahaan keuangan terbesar serta penguasa beberapa gedung di kawasan elit Jakarta ini tidak pernah lelah bekerja siang malam. Sejak istrinya, Kathleen James, meninggal dua tahun yang lalu, hidup Damian hanya terfokus dengan uang, minuman keras, dan perempuan. Hampir setiap malam dia habiskan waktunya dengan ketiga hal tersebut.
"Perawan? Aku mau yang berpengalaman. Dia butuh uang? Haha..., aku nggak suka perempuan manja," decak Damian sambil memainkan bungkusan kecil berisi kondom berigi. "Desahannya tidak membuatku puas secara sempurna. Ganti saja. Atau kau hubungi Karin. Aku pakai dia lagi saja malam ini."
Damian menyudahi panggilannya dengan perasaan sebal. Jenis perempuan yang akan menghiburnya tidak ada yang bisa datang ke kantornya malam ini. Akhirnya, mau tidak mau dia pakai jasa perempuan yang pernah melayaninya dua minggu lalu, Karin namanya. Perlakuan Karin lumayan membuat Damian semangat kembali bekerja hingga larut malam.
Kira-kira setengah jam kemudian, Damian bangkit dari rebahnya karena pintu kantornya diketuk seseorang.
"Hai..." sapa Damian dingin kepada seorang wanita yang berpakaian minim di hadapannya. Wanita itu memandang Damian dengan perasaan sebal bercampur senang. Dia Karin. Wanita yang dikehendaki Damian.
"Pasti kamu kembali ke aku kan? Nggak bisa lupain rasa tubuhku..." Karin langsung mendaratkan kecupan ke bibir Damian sambil mendorong pintu kantor Damian dengan kakinya.
Karin memang tipe perempuan yang tidak menyukai basa basi. Sama halnya dengan Damian. Dia menyukai perempuan yang langsung menyerahkan tubuhnya tanpa basa basi. Apalagi perempuan yang mengeluh, Damian tidak menyukainya sama sekali.
Seperti yang dilakukan Karin seminggu lalu, dia langsung menundukkan tubuhnya sambil menurunkan bawahan Damian, juga dalamannya.
"Kamu belum on..." rutuk Karin sebelum mendaratkan lidahnya ke milik Damian.
"Make it on..." balas Damian.
Karin yang tertantang, melaksanakan titah Damian. Dia putar-putar lidahnya mengelilingi milik Damian.
Entah kenapa malam ini Damian tidak begitu b*******h. Padahal sebelumnya hasratnya lumayan menggebu ketika menghubungi salah satu bawahannya agar menghadirkan seorang perempuan melayaninya malam ini.
Beberapa menit kemudian, barulah Damian menggeram. Miliknya sudah mantap menegang. Damian mulai mendesis ketika oral Karin bekerja.
Tak tahan ingin merasakan milik Karin, Damian tarik tubuhnya agak kasar. Dengan cepat dia angkat tubuh semok Karin dan mendorongnya agar rebah di atas sofa empuknya.
"Jilat, Dam..." rintih Karin.
Damian menggeleng. Minggu lalu Karin memintanya, Damian tidak mau melakukannya.
"Aku kasih free kalo kamu menjilatnya..."
Damian menggeleng. Dia dorong tubuhnya sedikit kasar ke tubuh Karin yang mengangkang lebar.
"Aku heran kenapa kamu menyukai permainan ini begini. Apa nikmatnya?
Damian diam saja. Dia terus bergerak maju mundur di atas tubuh Karin. Sadar dirinya hendak meraih kepuasan, dia raih kondom dari saku kemejanya. Dengan cepat Damian memasangkannya ke kejantanannya.
"Aaaakh. Damiaaaan..." erang Karin saat merasakan gerigi kondom yang dipakai Damian.
Erangan Karin membuat Damian semakin b*******h. Dia bergerak semakin cepat dan menekan lebih dalam.
"Cepat, Damian. Aku hampir sampai. Sedikit lagi..."
Damian memelankan gerakan pinggulnya sejenak, ingin mengumpulkan kekuatan agar bisa bertahan sedikit lebih lama.
Tak lama kemudian barulah dia percepat gerakannya.
"Oooh," lenguhnya diiringi erang panjang dan tertahan dari Karin.
Puas. Damian lempar beberapa lembar uang merah ke arah Karin.
"Lusa? Aku nganggur. Masih mau pakai aku, Dam?" tawar Karin setelah berhasil mengumpulkan uang yang berserakan di atas lantai kantor Damian.
"Lihat nanti," decak Damian masih dengan ekspresi dinginnya.
Karin senang. Uang yang didapatnya malam ini lebih banyak dari malam-malam sebelumnya. Damian memang tidak pernah mengecewakan.
Setelah berkemas seadanya, Karin pun pergi ke luar dari kantor Damian.
Meski bukan malam terbaiknya, Damian masih bisa mengumpulkan semangat kembali bekerja hingga larut malam. Malam ini dia harus menyelesaikan target pekerjaannya. Jika tidak, keuntungan yang didapatkan perusahaannya tidak banyak dan itu sangat menyebalkan bagi Damian.
***
Nirmala Ciptasari
Pagi yang selalu indah dalam kehidupan Nirmala Ciptasari (30) sejak menikah dengan Agung Bram Wicaksono (36), seorang wakil manager perusahaan makanan yang cukup terkenal di daerah Jakarta Utara. Kehidupan yang sangat sempurna yang dimiliki Nirmala, memiliki seorang suami tampan dan mapan, dua anak perempuan yang cantik dan lucu, Jeanny (8) dan Wenny (10), serta seorang asisten rumah tangga yang sangat patuh dan rajin, Lina (32).
Nirmala dan keluarga tinggal di perumahan elit. Ada dua mobil mewah dan dua motor besar di garasi berukuran sedang di depan rumahnya. Nirmala sangat puas dengan kehidupannya sekarang.
"Aku dinas di Cilegon dua malam. Kamu mau titip apa?" tanya Agung yang ternyata sudah siap berangkat dengan satu koper kecil pagi-pagi. Nirmala cukup kaget dengan keputusan Agung. Biasanya Agung selalu meminta persetujuannya apakah dia setuju dirinya pergi dinas tiba-tiba. Tapi pagi ini sikapnya seperti menodong izin dari Nirmala.
Nirmala pasrah. Karena diamatinya suaminya sudah benar-benar siap pergi. Ingin bertanya, tapi lidahnya seakan kelu. Di bulan ini saja sudah tiga kali Agung pergi dinas luar kota.
"Aku titip sate bandeng aja, Mas," ucap Nirmala. Wajahnya menunjukkan tidak semangat.
"Jangan cemberut, Sayang. Ini mendadak dari bos..." bujuk Agung sambil mencium bibir Nirmala. Nirmala memalingkan wajahnya. Entah kenapa pagi ini perasaannya sangat berat melepaskan kepergian suaminya.
Nirmala yang merasa sikapnya mengecewakan Agung, kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Agung. Dia kecup bibir Agung lebih hangat dan lebih lama. Agung tersenyum senang melihat wajah Nirmala yang kembali hangat.
Itulah kehangatan terakhir yang Nirmala rasakan dari Agung, yang kini menjadi mantan suaminya.
***