Mala dan anak-anaknya sibuk memilih pakaian yang terbaik hari ini. Mereka bertiga akan bertemu orang yang paling mereka sayangi di sebuah mall mewah. Mala melihat kerinduan yang menggebu-gebu dari tingkah anak-anaknya. Wajar saja, Wenny dan Jeanny sebelumnya sangat dimanjakan oleh Papa mereka. Agung selalu mewujudkan semua keinginan kedua anaknya.
Tidak ingin semua yang melekat di tubuh mereka terganggu oleh apapun, Mala memutuskan memilih mobil taksi mewah untuk mengantar mereka ke mall yang dituju. Lagi-lagi, Mala sangat senang melihat kebahagiaan tersirat di wajah anak-anaknya. Sesekali mereka bersenandung gembira, karena tak lama lagi akan bertemu dengan Papa mereka.
"Kata Papa ketemuannya di café yang di sampingnya ada ATM, Ma..." ujar Wenny yang membaca pesan pendek dari layar ponselnya.
"Oh. Kalo begitu saya antar di belakang Mall ya, Bu. Biar nggak jauh jalannya..." sela sang supir yang mendengar ucapan Wenny.
"Iya, Pak..., duh, makasih, Pak. Jadi merepotkan..."
"Nggak papa, Bu. Soalnya saya juga sekalian mau ke ATM. Mau bayar sewa kontrakan..." ucap Pak sopir.
Mala senang sekali dengan tawaran sopir mobil mewah tersebut. Walau tak saling kenal, Pak sopir mau membantunya. Sepertinya pertemuannya dengan mantan suaminya akan berjalan dengan lancar.
Setiba di depan café, ternyata Agung sudah berdiri tepat di sebelah ATM. Dia kelihatan baru ke luar dari salah satu ruang ATM.
Tidak dapat Mala pungkiri, penampakan Agung sekarang jauh lebih memukau. Agung terlihat lebih sehat dan terawat. Wajahnya lebih bersih daripada sebelumnya. Tubuhnya pun lebih atletis dan seksi. Mala senang melihat keadaannya. Sempat terlintas kilat di benaknya, malam-malam indah di mana dia disetubuhi pemilik tubuh indah itu. Kini kerinduan tak terbendung dirasakan Mala. Hampir saja dia menangis haru. Akhirnya dia bisa bertemu kembali dengan orang yang sangat dia cinta setelah enam bulan tanpa memberi kabar.
Agung sepertinya tidak tertarik memandang Mala. Dia langsung memeluk kedua anaknya yang juga berebut memburunya. Sadar dirinya tidak diharapkan, Mala menahan langkahnya dan duduk di bangku besi yang ada di depan pintu ruang ATM. Mala biarkan kedua anaknya larut dalam kebahagiaan. Dia tidak ingin merusak hari bahagia anak-anaknya dan papa mereka.
Mala benar-benar tidak diacuhkan Agung. Agung membawa anak-anaknya ke café resto yang tidak jauh dari ruang ATM.
"Mama nggak diajak, Pa?" tanya Wenny. Dia sedikit iba melihat mamanya duduk di luar café.
"Mama kan hampir setiap saat sama kalian. Sekarang giliran Papa..."
Wenny tersenyum mengerti. Dia menoleh ke arah mamanya yang sekarang beranjak dari duduknya menuju salah satu toko baju yang juga tidak jauh dari lokasi café.
"Maafkan Papa yang nggak menghubungi kalian. Papa lumayan sibuk akhir-akhir ini," ungkap Agung.
"Iya, Pa. Mama juga bilang begitu kok. Katanya Papa sibuk. Jadi nggak sempat ketemu..." sela Jeanny yang dipangku Agung.
Agung terperangah mendengar ucapan anaknya. Dia melirik ke arah luar café. Mala ada di dalam salah satu toko pakaian. Tampak Mala sedang memilih-milih baju.
"Maaf, Pa. Semalam aku dan Mama bahas masalah uang yang pernah Papa janjikan..." ucap Wenny tiba-tiba.
"Ya. Memang itu yang ingin Papa bicarakan. Ini memang hak kalian berdua. Makanya Papa ingin kita bertiga saja bertemu tanpa melibatkan Mama..."
"Oh begitu ya, Pa..."
"Iya. Nanti Papa kasih kalian ATM sama nomor telepon Papa yang baru dan khusus untuk memantau kalian berdua. Papa khawatir, uang ini malah dimanfaatkan Mama kalian..."
Wenny dan Jeanny saling pandang. Sepertinya Papa mereka benar-benar tidak ingin diganggu Mama mereka lagi.
"Nanti suatu saat Papa akan perkenalkan kalian dengan istri Papa yang baru. Tapi bukan sekarang. Ada waktunya..., hm...,"
Wajah Wenny dan Jeanny berubah sumringah.
"Yang benar, Pa? Cantik ya, Pa, Mama baruku?" tanya Wenny penuh binar.
Agung mengangguk.
"Pintar..., tidak seperti Mama kalian..."
"Waaa..., kapan, Pa. Jangan lama-lama..."
"Pasti, Sayang. Papa sudah atur waktunya..."
Wenny dan Jeanny saling berpegangan tangan. Keduanya tampak tidak sabar lagi ingin hidup dengan Papa mereka yang penuh dengan kemewahan. Wenny senang dengan kesuksesan papanya. Matanya binar melihat ponsel mahal yang dipegang papanya. Sekilas dia perhatikan semua yang melekat di tubuh papanya, semua serba mewah. Pastinya semua mahal harganya. Berbeda jauh dengan Mama mereka yang penampilannya lusuh dan murahan.
"Hape Papa bagus banget..." gumam Wenny. Agung tersenyum mendengar gumamannya.
"Kamu mau?" tanyanya.
Mata Wenny terbelalak.
"Beneran, Pa?"
Agung mengangguk.
"Papaaa..., I love youuuu..."
________
Agung terlihat ogah-ogahan bertemu Mala ketika harus berpisah dari anak-anaknya. Akan tetapi dia harus bertemu dengan mantan istrinya itu. Sebaliknya, Mala senang Agung akhirnya mau juga bertemu dengannya.
"Uang sudah aku berikan ke Wenny. Kamu jangan mengganggunya. Uang itu hanya untuk mereka berdua..." tegas Agung saat berjumpa dengan Mala.
"Iya, Mas. Aku janji nggak ganggu uang itu..."
"Kamu keterlaluan. Masalah uang saja kamu ungkapkan ke anak-anak yang masih belia..."
"Wenny yang bertanya, Mas..., aku hanya jawab seadanya. Itupun aku berusaha terus agar mereka nggak bertanya lagi..."
"Cobalah bijak bersikap. Kamu kekanak-kanakan. Masa baru saja bertemu, uang saja yang malah mereka bahas. Mereka bahkan tidak menanyakan kabarku. Kamu didik seperti apa mereka selama ini?"
Mala terdiam. Dia tidak menyangka sikap Agung yang ketus. Padahal di depan anak-anak sikapnya manis luar biasa. Kenapa dia yang disalahkan? Toh ini memang janji mantan suaminya yang sudah disepakati di pengadilan perceraian.
"Iya, Mas. Aku akan ajari mereka sebaik-baiknya..." ucap Mala yang mengalah.
Agung menghela kesal. Bagaimana tidak kesal, selama makan di café, Wenny dan Jeanny malah sibuk menghitung-hitung jumlah uang yang mereka seharusnya dapatkan darinya. Padahal Agung ingin sekali lebih lama menghabiskan waktu bersama mereka tanpa membahas masalah jatah bulanan mereka. Agung langsung berkesimpulan bahwa ini pasti ulah Mala yang telah menyuruh mereka untuk menagih janjinya.
_____
Ternyata pertemuannya dengan mantan suaminya sangat tidak menyenangkan bagi Mala. Malah meninggalkan jejak sedih dan kecewa yang mendalam. Tidak ada sama sekali kehangatan dari sorot mantan suaminya itu. Sorot mata serta gestur tubuh Agung menunjukkan bahwa dia benar-benar sudah tidak mau lagi memperdulikan kehidupan Mala.
Satu hal yang agak menenangkan Mala, Agung akhirnya mau juga membuat jadwal pertemuan dengan kedua anaknya di tiap-tiap bulannya. Entah apa yang membuat Agung tiba-tiba muncul dan ingin bertemu dengan anak-anaknya. Mala tidak berani menebak-nebak. Tapi akhirnya dia pahami, bahwa ada kabar yang menyebutkan bahwa pernikahan Agung dan Andita belum menghasilkan keturunan. Mungkin ini alasan Agung yang akhirnya muncul lagi dan mau bertemu dengan anak-anaknya.
Dan hal ini sangat menenangkan perasaan Mala. Sejak bertemu Papa mereka, Wenny dan Jeanny terlihat sangat bahagia dan senang. Karena mereka bisa membeli apa saja yang mereka inginkan tanpa harus menunggu lebih lama. Uang mereka pun sama sekali tidak diganggu Mala. Mereka bebas menggunakannya.
Mala hanya mengalah saja. Kedua anaknya memang sudah terbiasa hidup bergantung dengan materi sejak kecil. Sebenarnya ingin sekali dia didik mereka untuk hidup hemat dan seadanya. Tapi ternyata kurang berhasil. Keduanya tetap bersikap sama, tidak sabaran dalam masalah uang dan materi.
______