"Ketika manusia serakah dan ingin melakukannya sendiri. Maka cara licik menjadi andalan agar rencananya berhasil."
*****
Kini waktunya mereka berjalan ke rumah lama mereka. Harry merasa tidak tega dengan istrinya. Perjuangan ini seakan tidak ada jalan ke luar untuk selesai.
"Kamu bisa jalan, Ngel?" tanya Harry sambil membantu Angelina berdiri.
"Sini biar saya bantu gendong anaknya," ucap Lili membuat mereka yang tidak suka dengan Lili langsung memandang Lili sinis. Apalagi Tono sudah pasti dia mengira kalau Lili ini sengaja cari perhatian keluarga Harry.
"Enggak usah biar saya aja. Kamu cuma nyari kesempatan kan kemarin waktu saya sama Mami saya mau tinggal sebentar di sana aja kamu nolak kami mentah-mentah," ucap Steven masih merasa tidak suka dengan Lili.
"Maaf kemarin saya merasa egois. Saya sudah bilang kalau saya—"
"Udahlah, Lili kamu itu lagi caper 'kan?! Biar kamu itu ngerasa aman aja," ucap Tono memotong ucapan Lili.
"Eng—"
"Udah enggak usah ngelak. Orang kalau udah salah enggak usah cari pembelaan deh," ucap Octa ikut menyulut emosi Lili. Lili langsung maju Dan menjambak Octa. Octa merintih kesakitan dengan cepat Harry langsung melerai mereka berdua.
"Kalian ini apa-apaan sih. Inget ya kita belum dalam kondisi aman. Kalau kalian saling ribut Dan enggak ada saling akur mending enggak usah ikut saya. Saya biar sama keluarga saya aja," ucap Harry membuat mereka berdua pun terdiam.
Harry berjalan lagi ke keluarganya. Dia mengingatkan Steven untuk lebih sopan kepada orang yang lebih tua darinya, "Stev. Papi enggak ngajarin kamu untuk bersikap seperti itu. Kamu tahu 'kan sikap kayak gitu malah buat orang lain enggak nyaman. Seandainya kamu melakukan kesalahan lalu kamu tidak akan mengulanginya lagi. Tapi, kamu disindir orang lain, terus dicurigai kamu mau seperti itu? Apakah nyaman?" tanya Harry lagi. Steven menunduk.
"Minta maaf sama Lili. Papi enggak pernah ngajarin kayak gitu." Steven mengangguk patuh. Dia berjalan ke arah Lili.
"Maafkan aku. Aku salah sudah menyindirmu," ucap Steven menyodorkan tangannya. Lili tersenyum, "Aku yang minta maaf ya. Mungkin perkenalan awal kita memang tidak baik makanya kamu lihat saya jadi seperti itu. Saya maklum." Lili menjabat tangan Steven dan mengelus kepalanya. Tono Dan Okta saling pandang tidak suka. Kalau begini caranya malah susah menyingkirkan Lili.
"Yaudah yuk jalan lagi." Harry mengajak mereka untuk jalan lagi lebih dulu sambil memapah Angelina. Estel berjalan di samping Steven. Mereka rasanya sudah sangat lelah masing-masing hanya saja belum juga sampai.
Kini akhirnya mereka sampai di toko lama keluarga Harry. Mereka memperhatikan sekeliling, rumah-rumah hancur berantakan. Toko Harry pun juga. Kemudian mereka masuk ke dalam, mencari barang yang memang dibutuhkan.
"Har, sepertinya monster itu sudah masuk sampai sini. Semua barang sudah berantakan."
"Iya, entah masih ada yang bisa digunakan atau tidak." Melihat keadaan tokonya yang memang berantakan ini membuat Harry mungkin tidak bisa lagi mengambil alat-alat yang biasanya seperti alat-alat p3k yang masih sisa. Kini semua sudah tidak ada lagi.
"Jadi, apa yang mau kita ambil?" Harry menurunkan Angelina sementara.
"Kamu tunggu sini aja dulu ya. Aku mau cari barang-barang yang mungkin masih ada yang bisa dipake." Angelina mengangguk. Anak-anaknya pun ikut duduk di samping Angel.
Di sisi lain Toni malah merasa kesal, sejak Harry bertemu dengan keluarganya malah seenaknya laki-laki itu. Dia hanya memikirkan keluarganya. Tono akan segera saja memulai rencannya. Untuk apa bersama tapi malah penting sama keluarganya sendiri.
.....
Hari sudah malam lagi, mereka beristirahat sejenak dengan minuman yang untungnya masih ada. Mereka tidak bisa makan lagi malan Inu karena tidak ada makanan sama sekali yang bisa dimakan.
"Maaf ya kita hari ini belum bisa makan lagi. Besok kita akan berjalan lagi berkumpul dengan orang-orang yang masih hidup. Ya, mungkin semoga saja beneran masih hidup jadi kita akan bersatu dengan mereka." Harry pun tidak yakin apakah benar mereka masih hidup.
"Di mana itu Harry? Apakah dekat atau jauh dari sini?" tanya Tono.
"Jauh, Kek. Karena ada disebuah pendalaman kalau kita berjalan mungkin membutuhkan waktu sampai seminggu." Tono membulatkan Matanya. Lebih baik dia Bergerak sendiri dari pada seminggu hanya untuk berjalan ke tempat tidak jelas.
"Yasudah ayo kita istirahat. Perjalanan kita pasti melelahkan jadi lebih baik kita istirahat dulu," ucap Kakek Tono. Mereka pun menganggukan kepalanya. Lagian, memang mereka sangat lelah.
Sampai malam harinya, karena semua terlihat sangat lelah ini menjadi kesempatan Tono. Tapi, sebelumnya dia memastikan semuanya benar-benar tidur lebih dulu. Terutama, Lili ataupun Estel kalau dia ketahuan lagi yang ada habis riwayatnya.
"Jer ... Jer bangun...." Kakeknya membangunkan Jeromy buru-buru. Jeromy dengan mata mengantuknya pun bingung.
"Ap—" Tono langsung menutup mulut Jeromy. Lalu, dia menutup telunjuknya di mulut. Jeromy pun mengangguk. Tono mulai berjalan memastikan semuanya tidur. Untung saja semua terlihat sangat pulas malam ini. Mungkin, karena jalan mereka yang jauh.
Setelah itu dia langsung mencari peluit, pistol Dan semua alat-alat yang benar dia tahu Dan bisa membunuh monster itu. Jeromy sudah mengkode untuk tidak melakukan itu tapi karena Tono yang egois pun dia tidak peduli. Dia tetap mengambil semua barang itu. Dia memindahkan isi di tas Harry dan memasukkannya ke tasnya.
Keadaan masih tenang, setelah semuanya terambil dia langsung saja menggandeng Jeromy pergi dari sana. Tidak ada yang tahu Jeromy kabur dengan membawa peralatan Harry. Dia akhirnya bisa lolos tanpa harus dicegat lagi.
Setelah mereka sudah agak jauh dari tempat Harry dan yang lain. Toni diam sejenak menyesuaikan napasnya. Maklum dia sudah tua jadi napasnya cukup terengah-engah karena kabur.
"Kakek kenapa ngelakuin itu? Itu sama saja mencuri."
"Di saat seperti ini memang harus pintar, Jeromy kalau kamu enggak mengambil ini semua belum tentu ke depannya nanti kita yang jadi tumbal."
"Tapi Paman Harry sudah baik dengan kita kenapa Kakek malah tega mencuri barang mereka. Padahal, niat—"
"Jeromy kalau kamu terus bawa-bawa Harry mending kamu sama mereka saja. Enggak usah ikut Kakek. Ini Kakek lakuin untuk kebaikan kita. Mereka terlalu bertele-tele. Mending kita cari sendiri kamu ngerti kan. Kalau lama-lama yang ada kita bisa mati di tangan mereka, Jer." Jeromy terdiam dia ingin menolak sebenernya tapi kenapa rasanya susah sekali. Ingin membuat Kakeknya tersadar kalau ini salah.
"Yaudah, Kek aku ikut Kakek aja."
"Nah gitu dong. Baru namanya cucu yang nurut. Dikasih selamat Dan jaya lebih dulu malah belain orang lain," ucap Tono lagi. Walaupun itu dengan berat hati dia lakukan.
.....