Pertemuan Kembali

1029 Kata
"Akhirnya mereka bisa bertemu bersama lagi." ****   Hari sudah pagi. Harry membangunkan mereka semua. Semalaman dia terjaga bukan karena ingin menjaga perlengkapannya takut dicuri lagi. Masalah perlengkapannya itu dia sudah menyerahkan kepada Tuhan. Kalau memang alat itu diamanahkan kepadanya  pasti Tuhan akan tetap mengembalikannya Dan membuat rencana agar masalah ini kembali seperti semula. Dan kehidupan normal mereka bisa kembali lagi tanpa ada rasa takut.   "Ayo bangun saya sudah siapkan sarapan untuk kalian," ucap Harry kepada mereka semua.  Mereka Semua pun bangun dan melihat sudah ada makanan entah dari mana.   "Kamu dapat buah ini dari mana, Har?" tanya Tono melihat ada buah Apel Dan juga Cerry.   "Tadi saya menelusuri hutan dari fajar. Dan menemukan buah ini. Lantas saya mengambil saja untuk kita makan."   "Kenapa tidak membangunkan saya jadi bisa mencari bersama?" tanya Tono. Padahal, dalam hati Tono seandainya dia tidak tertidur tadi dia bisa mengambil  semua perlengkapan Harry dari peluit Dan juga pistol itu dari tangan Harry.    Sialnya dia harus tertidur dari semalam Dan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengambil alat itu. Sedangkan, Lili memandang datar Kakek bangkotan itu pasti dia lagi memikirkan cara licik selanjutnya untuk mencuri barang Tuan Harry.    "Tidak apa. Kalian terlihat sangat lelah jadi saya sendiri saja sekalian cari udara segar pagi-pagi. Yaudah yuk makan dulu walaupun adanya ini setelah ini kita jalan lagi sambil cari makanan yang buat kenyang." Mereka mengangguk mendekat ke arah Harry. Untungnya Apel itu cukup untuk mereka satu-satu.   Beberapa saat setelah mereka makan, mereka melanjutkan lagi perjalanan mereka. Lili mengikuti mereka dari belakang bersama dengan Okta. Lili hanya memandang wanita itu dengan tidak suka.  Jelas tidak suka. Wanita itu datang begitu saja tidak tahu apa-apa main membela Kakek itu. Sedangkan Okta diam santai dengan smirk meremehkannnya.    Tono masih memikirkan cara untuk dia bisa mengambil itu, tapi entahlah bisa atau tidak. Sedangkan Harry fokus saja berjalan bersama Estel di gandengannya.   "Pi itu ... Pi itu Mami...." ucap Estel menunjuk ke arah tidak jauh dari mereka. Estel sudah hendak berlari buru-buru ke Maminya Dan hendak meneriaki Maminya. Tapi, suara monster itu terdengar. Estel langsung mundur Dan memeluk Papinya. Mereka Semua berhenti berjalan.   Mengamati sekeliling. Harry sudah bersiap dengan alatnya di tangan berjaga kalau monster itu datang dia akan memusnahkannya lagi.     "Pi, takut."   "Shut ... tenang." Tidak ada tanda-tanda monster itu akan muncul memang tadi ada suaranya tapi suaranya sudah tidak muncul lagi berarti mosnter itu tidak akan muncul.   "Sepertinya monster itu sudah pergi. Ayo kita jalan lagi," ucap Harry. Mereka mengangguk dan berjalan lagi.     Akhirnya dia menemukan istri Dan anak-anaknya kembali. Dia lantas berjongkok Dan pelan-pelan membangunkan mereka.   "Mami...." panggil Estel.   "Steven bangun, Stev," ucap Harry. Mereka pun menggeliat Dan terkejut.    "Siapa kalian?" reflek Steven.   "Shut ... Ini Papi sayang."   "Papi...." Setelah sadar sepenuhnya dia langsung memeluk Papinya.   "Estel...." Angelina pun langsung memeluk anaknya. Dia tidak menyangka kalau mereka akan bertemu di sini.   "Ini kamu 'kan nak. Pi ini kalian 'kan aku enggak mimpi 'kan." Angelina menyentuh mereka, dia masih takut kalau ini cuma mimpi karena rasa rindunya yang besar kepada mereka.   "Enggak, Mi ini beneran, Estel. Estel kangen banget sama Mami."   "Mami juga, nak."   "Sayang aku kepikiran terus sama kamu," ucap Harry gantian memeluk Angelina.   "Sama, Pi aku juga kepikiran sama kamu Dan Estel aku takut kalau kalian kenapa-kenapa." Harry memeluk istrinya erat. Steven memeluk Estel juga.    "Kamu baik-baik aja 'kan, Dek?"    "Iya, Kakk aku baik-baik aja sama Papi."   "Awh...." Angelina meringis kala kakinya tidak sengaja tersenggol Estel yang hendak duduk.   "Kenapa, Mi?" tanya Harry.   "Enggak, papa kaki aku agak sakit aja."   "Kenapa?" Harry langsung mengecek kaki istrinya. Dia terkejut kala melihat Kaki istrinya dililit kain dengan masih ada darah yang tersisa.   "Enggak papa kok cuma Luka kecil aja."   "Kayak gini kok kamu bilang Luka kecil aja." "Kaki, Mami kemarin ketusuk Paku yang ada di jalanan, Pi," saut Steven.   "Astaga sayang. Kok bisa."   "Hehe ... enggak lihat tapi udah enggak apa-apa kok cuma agak nyeri. Udah aku kasih obat alami juga. Kalian sendiri enggak papa 'kan?" tanya Angelina mengalihkan perhatian Harry. Dia tidak mau suami Dan anaknya jadi cemas karena kakinya yang tertusuk paku itu.   "Iya aku enggak papa kok. Manusia kanibal itu semua juga sudah musnah. Aku sama Kakek Tono bakar semuanya, saat mereka teriak monster itu datang Dan langsung menghabisi mereka tanpa takut api yang berkobar."   "Berarti semua manusia kanibal itu sudah tidak ada 'kan, Har? Artinya musuh kita tinggal monster itu. Kita harus lenyapkan monster itu."   "Iya, Angel. Kita hanya tinggal melenyapkan monster itu semoga kita bisa ya." Angelina mengangguk. Angelina melihat ke belakang Dan melihat ada dua orang yang ikut. Tapi, satu orang dia kenal.    "Kamu. Kamu wanita yang di Pipa waktu kita ketemu 'kan yang enggak bolehin kita tinggal bersama walaupun cuma sebentar," ucap Angelina. Steven pun melihat ke mereka.     Lili yang merasa ditunjuk Angelina pun menundukkan kepalanya. Dia tidak tahu kalau wanita itu ternyata keluarga Harry. Rasa bersalahnya makin besar.   "Kamu kenal sama dia?" tanya Harry lagi.   "Ya aku kenal. Dia wanita yang tidak berperasaan yang tidak mau membantu kita waktu itu."   "Maaf, nyonya." Lili hanya bisa mengatakan maaf kalaupun dia tidak boleh ikut lagi perjalan mereka Lili akan pergi tapi tetap akan mengikuti mereka dari belakang.   "Ngapain, Papi bawa dia. Steven tidak suka dengan dia.". Tono langsung mengambil kesempatan untuk memanasi Harry juga agar wanita itu pergi Dan tidak ikut dengan mereka. Jadi, rencana Tono akan berhasil sendiri tanpa adanya wanita itu.   "Bener, Harry apa yang diucapkan istri Dan anak kamu wanita ini memang jahat. Lebih baik dia tidak usah ikut kita."   Harry tidak mau langsung terhasut oleh mereka. Dia hanya ingin bijak dan adil saja, "Gini. Waktu itu Papi bertemu dia terjebak di sebuah Pipa lalu Papi membantunya keluar dengan Kakek Tono. Dia memang tidak berterimakasih Dan langsung kabur saja. Setelah itu monster muncul di depannya. Papi, tidak mungkin diam saja jadi Papi bantu. Kalian tahu tidak alat kita berguna. Papi arahkan peluit ke telingannya. Lalu, menembakam ke titik sensitif monster itu yaitu mata, telinga Dan Hidung. Monster itu langsung mati."   "Bener, Pi? Jadi kita udah tahu cara membunuh monster itu? Yasudah kita lakukan itu saja sekarang." Steven langsung antusias tanpa mempedulikan wanita itu lagi.   "Iya monster itu mati. Tapi, hanya satu. Papi belum tahu cara memusnahkan semua monster itu." Seketika harapak Steven pupus lagi.  ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN