Ke Tempat Rahasia

2033 Kata
"Ketika rasanya hampir  putus asa dengan keadaan yang semakin berbahaya." *****       Angelina sedang mengobati luka Harry. Harry hanya terdiam mengamati luka yang diobati oleh istirinya. "Besok-besok kamu enggak usah bawa anak-anak pergi lagi, Har. Kamu enggak lihat anak kita tadi hampir mati juga."    "Kan kamu liat, Angel. Estel yang maksa untuk ikut aku udah suruh enggak usah tapi dia tetep ikut."   "Ya kamu ajak Steven gimana enggak adiknya ikut pasti dia minta ikut lah."    "Ya udah biarin orang enggak papa juga kan sekarang."   "Enggak papa itu karena aku muncul kamu enggak lihat tadi gimana anak kita jadi korban lagi, Har."   "Iya-iya maafin aku. Aku enggak bisa lindungin mereka. Tapi, kamu 'kan ya pasti paham kondisi kita lagi kayak gini," ucap Harry lagi.    "Ya aku paham makanya kamu itu buruan cari Cara biar kita bisa kayak dulu lagi, Har."   "Mana bisa segampang itu. Pemerintah kita aja juga entah ke mana enggak ada kabar belum lagi banyak orang-orang yang enggak tahu masih ada yang hidup atau enggak semua menyelamatkan diri masing-masing Dan aku juga belum nemuin di mana mereka berada," jelas Harry lagi. Angelina hanya terdiam dia masih berfikir juga bagaimana menyelesaikan ini semua dia tidak mau kehilangan anak-anak Dan suaminya.   "Kamu kenapa diem?" tanya Harry.   "Ya aku khawatir lah. Aku ngerasa kayak ini mimpi hidup di jaman monster gini."   "Udah takdirnya, Mi. Udah enggak perlu kamu ambil pusing. Kita jalanin aja aku bakal sekuat tenaga menjaga keluarga kita."   "Walaupun kamu bilang gitu enggak buat aku jadi tenang juga karena nyatanya kita dalam bahaya berkali-kali."   Harry terdiam dia apa yang dikatakan istrinya benar juga. Tapi, seketika dia ingat sesuatu. Tono. Ya laki-laki tua yang membantunya waktu itu.   Dia seketika bangun berdiri, membuat Angelina terkejut. "Kenapa, Mas?" ....     Steven menggeret adiknya. Setelah melihat perdebatan itu dia segera menarik adiknya ke atas. "Kakak ih kenapa sih adek di tarik-tarik."   "Kamu sih ngeyel. Udah dibilangin jangan ikut ya jangan ikut. Jadi, gini kan Papi berantem sama Mami gara-gara kamu."   "Kok aku, aku 'kan enggak ngapa-ngapa in."   "Ya kalau kamu enggak aneh-aneh minta ikut kamu enggak bakal dalam bahaya kemarin terus juga Ibu enggak bakal nyusul kita."   "Ya tapi 'kan aku cuma mau bantuin kalian aja."   "Bantuin apa? Kamu enggak lihat kemarin malah bikin susah. Eveline dibawa Mami coba kalau malah kenapa-kenapa gimana?"   "Iya, maafin Estel kak. Estel kan niatnya kemarin bantuin aja enggak tahu kalau bakal dalam bahaya kayak kemarin," jawab Estel menunduk merasa bersalah dengan yang lainnya. Kenapa dia selalu saja membuat masalah padahal niatnya hanya ingin membantu.   "Pokoknya kakak enggak mau tahu apapun sekarang yang dibilang Papi atau Mami kamu harus ikutin. Kalau kamu enggak ikutin Dan kamu dalam bahaya Kakak bakal suruh tinggalin kamu sendiri aja. Paham?!" Estel mengangguk dengan raut wajah merasa bersalahnya. Niatnya untuk membantu selalu saja berakhir dengan rasa bersalah.    Steven melangkah masuk ke dalam, kesal dengan adiknya yang selalu bandel itu. Papi Dan Maminya tidak mungkin memarahinya makanya Steven yang akan mengomelinya. ......    Angelina masih tidak mengerti dengan suaminya yang masih terdiam. "Harry, kamu kenapa sih? Jangan buat aku khawatir deh," kata Angelina lagi.   "Angel. Aku ingat waktu aku pingsan aku bertemu dengan Kakek Tono Dan cucunya mereka yang bantu aku kemarin Dan aku diajak ke rumahnya." Angelina mengerutkan keningnya dia baru tahu, kenapa suaminya tidak menceritakan semuanya kepadanya.   "Kok kamu baru cerita? Padahal itu udah lama banget."    "Aku baru inget, Angel. Dan mungkin dia bisa membantu kita."   "Emangnya dia siapa?" tanya Harry lagi.   "Katanya dia korban dari manusia kanibal itu. Manusia Kanibal itu ada sebelum monster itu datang. Itu artinya manusia kanibal yang lebih dulu ada bukan monster itu. Awalnya aku kira karena monster itu datang, Dan membuat kita sulit mencari makan. Makanya dia memakan semua manusia," jelas Harry.   "Lah kok kakek Tono itu bisa tahu? Apa jangan-jangan dia juga bagian dari manusia kanibal itu lagi. Kamu jangan gampang percaya, Har."    "Tidak. Kalau dia bagian dari manusia kanibal itu kenapa dia malah menolong aku Dan Steven? Kenapa Dia enggak bunuh aku Dan malah memberiku minum di sana." Angelina memikirkan Hal itu. Jarinya mengetuk dagu, sambil berfikir.   "Jadi, maksud Papi kita mau minta bantuan dia gitu?" tanya Angelina.   "Ya begitulah. Aku mau ke sana lagi. Siapa tahu mereka tahu cara melemahkan manusia kanibal itu."   "Tapi, jangan ajak anak-anak biarin anak-anak sama aku aja. Aku enggak mau nanti malah terjadi sesuatu lagi," ucap Angelina mewanti-wanti suaminya untuk tidak membawa anak-anak.   "Aku juga enggak berfikiran untuk membawa anak-anak kali ini. Tapi, kamu yakin enggak bakal kerepotan kan kalau anak-anak di rumah sama kamu?"   "Enggak papa aku lebih was-was kalau anak-anak dibawa pergi. Tapi, kamu sendiri enggak papa?" tanya Angelina lagi.   "Aku enggak papa asalkan kalian baik-baik aja." Harry mengangguk.    "Yaudah kalau kayak gitu besok aku ke tempat kakek Tono itu lagi mencari cara agar bisa terbebas dari manusia kanibal itu. Baru setelah itu kita berfikiran cara untuk menghancurkan monster mengerikan itu. Bagaimana?" tanya Harry. Angelina mengangguk setuju. Harry pun tersenyum dan mengelus kepala Istrinya. Tapi, sedetik kemudian dia ingat lagi. Jam tangan layar sentuh yang tadi dia temukan entah punya siapa.   "Mau ke mana lagi, Harry? Kamu may berangkat sekarang?" tanya Angel yang melihat suaminya buru-buru berjalan entah ke mana.   "Enggak aku Inget sesuatu lagi. Aku nemuin jam tangan tapi bisa disentuh pake tangan. Kamu lihat enggak?"    "Yang warnanya biru langit?"   "Iya. Di mana? Kamu lihat kan?"    "Bentar tadi aku ambil aku taruh di lemari."    "Yaudah ambilin ya." Angeline mengangguk dia lantas mengambil jam tadi yang dia temukan di celana Harry dan menaruhnya di lemari.   Beberapa saat kemudian Angelina datang lagi membawa jam itu. "Ini, Har jam yang kamu maksud?" tanya Angelina.   "Iya benar. Ini tadi aku temuin di hutan sepertinya milik seseorang yang sudah di lahap monster itu karena ada noda darah di jamnya."    "Kayaknya sih iya, Angel. Sini coba aku Cek semoga aja ada petunjuk lagi." Harry mengambil jam itu dari tangan Angelina untuk dia Cek. Tadi, belum sempat dia Cek semua. Lalu, kedua anaknya pun datang menghampiri mereka.   "Pi, itukan jam yang tadi. Isinya apa, Pi?" tanya Estel melihat lebih dekat. Steven pun juga sama ikut mendekat.   "Iya. Ini jam yang tadi kita temuin. Semoga aja kita bisa dapat petunjuk dari sini." Mereka Semua mengangguk setelah itu Harry mulai menyentuh jam itu.    Masih belum bisa menggunakan jam itu setiap dipencet keluarnya lain-lain. Sampai akhirnya Steven yang mengambil alih jam itu. Dia mengecek jam itu. Dan akhirnya bisa menemukan sebuah foto-foto Dan video.   "Pi ini seperti HP. Tapi kenapa bentuknya jam ya?"    "Papi, enggak tahu, mungkin emang itu hp?"   "Tapi, kok HP kayak jam tangan ya?" tanya Angelina lagi. Mereka saling memikirkan benda apa itu sebenarnya. Atau mungkin benda ini bisa menolong mereka agar terbebas dari bahaya di sekitar mereka.   "Pi, ada Paman Werd. Dia yang waktu itu mengorbankan dirinya," ucap Steven melihat Paman Werd bertarung dengan monster. Mereka mengamatinya. Monster itu mati di tangan Paman Werd.   "Papi, alat suara yang dipegang Paman itu mampu membuat Monster itu melepaskan Paman Werd lalu perempuan itu langsung menembak Tepat di mata Dan telinga. Itu artinya kelemahan monster itu ada di mata Dan telinga," jelas Estel yang lebih cerdasnya.   "Tapi, tunggu lihat lagi hidungnya monster itu di tusuk oleh kayu. Itu artinya ada tiga kelemahan. Mata, Telinga Dan Hidung. Kita bisa membunuh monster itu dengan melemahkan tiga fungsi indra milik monster itu," ucap Steven lagi. Estel mengangguk.   "Pi, itu artinya alat yang ada di ruangan Papi di atas masih bisa untuk menghancurkan monster itu."   "Alat? Alat apa? Diatas mana?" tanya Angelina lagi. Bahkan dia tidak tahu Harry memiliki alat entah apa yang dimaksudkan Estel.    "Stel...." ucap Papinya. Istrinya malah tahu tentang alat itu.   "Jawab, Pi. Kamu sengaja merahasiakan itu sama aku? Dan malah Estel yang tahu. Jawab alat apa?" tanya Angelina berturut-turut.    Dia tidak mengerti harus menjawab apa. Steven pun memandang tajam Estel untuk meminta jawaban lebih lanjut apa yang dimaksud.   "Harry jawab!" pekik istrinya memaksa.   "Iya, memang ada. Bukan aku enggak mau kasih tahu ke kamu tapi bahaya. Angel. Aku enggak mau kasih tahu itu."   "Kebiasaan kamu itu enggak kurang-kurang ayo buruan di mana alat-alat itu di simpan aku mau lihat." Angelina bangkit meminta untuk melihat alat-alat yang dimaksudkan suaminya.   "Tunggu dulu. Kalian harus lihat ini," ucap Steven lagi.    Mereka melihat ke arah jam itu lagi. Terlihat semua manusia kanibal itu tinggal Dan ada Tono serta Jeromy. Ngapain dia di sana. Ada Paman Werd juga.   "Itu kakek Tono kan, Stev?"    "Iya, Pi. Ini juga Paman Werd itu artinya mereka saling mengenal." Mereka serius melihat video itu. Di sana mereka sedang saling berbicara tapi sama sekali tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.     Ucapan kakek Tono mungkin benar, manusia-manusia kanibal itu awalnya manusia tapi karena mereka percaya dengan membunuh orang akan selamat itu yang membuat mereka menjadi manusia kanibal Dan membunuh manusia lainnya untuk di makan. Karena banyaknya orang yang takut menjadi musuh manusia kanibal itu dengan terpaksa mereka juga masuk menjadi bagian manusia kanibal itu. Sungguh benar-benar mengerikan kehidupan yang sedang mereka jalani.      "Udah habis videonya."    "Terus selanjutnya kita harus ngapain, Pi? Mi?" tanya Steven melihat ke arah mereka berdua. Sudah tidak ada lagi video yang harus mereka Stel. Jadi, sekarang lebih baik memikirkan rencana Selanjutnya bagaimana kita bisa segera ke luar dari zona berbahaya ini.   "Pi, kamu harus nunjukin dulu apa alat yang kamu maksud."   "Udahlah kamu enggak usah dengerin apa kata Estel."      "Kalau kamu rahasiain itu yaudah aku yang bakal cari tahu sendiri." Angelina kekeh ingin tahu alat itu. Padahal, itu sangat beresiko. Harry melihat ke arah Estel anaknya itu malah menunduk seakan tidak ada masalah sedikitpun. Padahal, niatnya ingin merahasiakan kenapa malah jadi terbongkar.   "Ayo enggak usah lihatin Estel aja mau kamu marahin kan anak kita karena udha kasih tahu aku," ucap Angelina sewot.    "Enggak," jawab Harry singkat. Kemudian dia bangkit dan menuju ke rumah tempat dia menyimpan seluruh barangnya. ...      Mereka sudah sampai didepan rumah mewah yang sebenarnya masih menjadi bagian rumah bawah tanahnya. Angelina termenung. "Kok ke sini?"    "Iya, Mi. Emang Papi naruh semua alatnya di dalam sini."   Angelina merengut bahkan dia sama sekali tidak tahu kalau Harry sering masuk ke dalam. "Pantas kamu enggak pernah bolehin aku masuk ke sini pasti karena kamu takut kan alat-alat kamu ketahuan, Mas."   "Enggak gitu, Angel. Udah ayo masuk." Harry menyuruh mereka masuk ke dalam. Mengamati kanan Kiri setelah memastikan tidak ada apapun mereka masuk ke dalam.   "Har, ini semua barang-barang kamu?" tanya istrinya lagi.  Harry mengangguk, "Kenapa kamu enggak pernah bilang sama aku?" tanya Angelina lagi.   "Angel jangan pegang itu," ucap Harry saat melihat Angelina memegang sebuah keyboard.    "Kenapa? Cuma keyboard aja."   "Salah Pencet bisa menghasilkan suara yang besar dan mengundang monster itu untuk datang. Semua alat ini tidak bisa sembarangan untuk disentuh. Seperti ini lihat hanya sebuah peluit. Pegang bawahnya."    "Ahhh...." Angelina meringis saat peluit itu tiba-tiba menembak tangannya. Kecil Dan tidak terlalu sakit tapi bisa menimbulkan kejut.   "Jadi, ini semua aku riset sendiri. Papi udah tahu kelemahan mereka ada di Telinga. Tapi, Papi tidak tahu kalau Mata Dan Hidung juga jadi kelemahan Monster itu," jelas Harry.   "Ini aku tunjukkan ke kalian. Semua caranya sekalian. Jadi, selama aku tinggal kalian bisa disini menggunakan ini semua. Jangan sampai salah Pencet satupun akan berakibat fatal." Harry mewanti-wanti mereka untuk hati-hati lebih dulu. Setelah itu dia segera menjelaskan Hal itu satu-satu.   "Kenapa kita tidak tinggal di sini aja. Semua alat ini ada, pasti dapat membantu kita dari sini." Harry menggeleng tidak setuju. Tidak semudah itu. Tadinya, Harry juga berfikiran seperti itu. Tapi, saat monster itu muncul karena kesalahan dia dalam memencet membuat Harry malah panik sendiri.   "Enggak bisa. Aku udah mikir kayak gitu tadinya. Tapi, enggak jadi karena menurut aku tinggal di sini lebih bahaya. Kamu lihat enggak tadi sebelum naik tangga di kanan tempatnya hancur. Nah, itu karena ulah monster itu Dan alat-alat ini tidak bisa menyelamatkannya." Angelina mengangguk mengerti. Walaupun suaminya sudah mencari tahu tentang keamaann tetap saja, masih dalam bahaya. Itu artinya suaminya lebih paham Hal itu dibanding dirinya jadi dia harus nurut saja apa kata suaminya.     "Berarti kamu udah lebih dulu coba di sini dan akhirnya gagal. Makanya kamu taruh kami di ruang bawah tanah agar lebih aman, Har?"     "Iya, lagian ruang bawah tanah itu lebih aman dari manusia kanibal yang tidak mungkin tahu keberadaan kita di sana. Jadi, kita harus tetap di sana untuk aman." Mereka semua mengangguk mengikuti arahan suami serta Papinya agar keamanan terjamin. .....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN