Ujung tanduk

1235 Kata
“Bukannya pernikahan mas dengan mbak Ratu sudah di ujung tanduk?” Tanya Raina. berat sekali rasanya ia menanyakan hal itu, lidahnya terasa kelu semenjak Raja mengakui bahwa masih ada tempat bagi Ratu di dalam hatinya. Raja mengangguk “Iya benar, sejak awal memang pernikahan kami berdua tidak pernah baik-baik saja. Kami selalu bertengkar, setiap hari. lucunya, kami tidak bisa bercerai begitu saja, kami punya banyak alasan untuk dengan terpaksa mempertahankan pernikahan konyol kami. Ya Ratu never fall in love with me, she was has a boyfriend, dan baru putus baru-baru ini, sementara saya sudah kalah telak sejak awal, saya jatuh cinta kepada Ratu bahkan jauh sebelum saya tahu bahwa saya akan di jodohkan dengan dia. Beberapa bulan terakhir ini, sikap Ratu memang semakin sulit untuk di tebak, saya mulai merasa muak dengan sikapnya yang semenamena, namun semakin saya berusaha untuk menjauh, semakin saya berusaha lepas dari Ratu, saya juga merasa tidak bisa. Semesta seakan melarang kami untuk berpisah.” “Tapi… mas untuk apa tetap mempertahankan orang yang tidak menghargai mas? Aku… aku janji, aku bakal jadi istri yang baik buat mas, aku cinta sama mas, aku bakal kasih semua yang mas mau.” Raina sudah gila, ia sudah kehilangan akal sehatnya, bisa-bisanya ia membujuk Raja seperti itu, seolah-olah harga dirinya sudah hilang. “Rain… kamu jangan berharap lebih sama saya.” Raja menarik tangannya yang sejak tadi di pegang oleh Raina, gerakan yang seolah-olah menjadi penolakan bagi Raina. “Mas, gak bisa ngelarang aku berharap lebih sama mas Raja. Sementara mas Raja sudah mengambil semua yang tidak seharusnya aku berikan kepada mas Raja.” Ucapan Raina berhasil membuat Raja diam cukup lama. Wajar jika Raina seakan-akan merasa memiliki Raja seutuhnya, sejak awal terjadi kesalahan diantara mereka dan membuatnya semakin runyam, Raina tidak tahu seluk beluk Raja, Raja juga tidak berusaha memberitahu Raina, Raja memperlakukan Raina secara istimewa, lantas bagaimana mungkin gadis itu tidak terbawa perasaan? “Mas?” Panggil Raina lagi. “Ya?” Balas Raja. “Kalau mas emang cinta sama mbak Ratu, kenapa mas gak nahan mbak Ratu buat tetap di sini selama mas sakit? Bukannya setiap orang butuh di dampingi oleh orang yang ia cintai di titik terlemahnya? Aku tahu mas, perasaan kamu sama mbak Ratu Cuma sekedar obsesi yang gak terbayarkan. Mas kamu bisa sama aku, aku bisa kasih yang mbak Ratu gak bisa kasih. Aku bahkan mau jadi yang kedua, kalau kamu gak bisa ceraiin mbak Ratu.” Ucap Raina yang terdengar begitu gila di telinga Raja. “Rain, maaf. Saya bukannya mau sengaja mematahkan perasaan kamu, tapi kamu mungkin tidak mengerti dengan apa yang saya rasakan. Setiap sakit, saya memang selalu pergi dari rumah saya dengan Ratu. Alasan saya sederhana, saya tidak mau Ratu ikut tertular dengan penyakit yang saya derita. Saya selalu ke tempat ini setiap kali saya merasa tidak sehat. Bukan saya tidak mau menahan Ratu, saya memang sengaja memintanya untuk pulang, saya tidak mau melihat dia lebih lama di sini, kembali lagi, karena saya tidak mau dia tertular dengan penyakit yang saya derita. Saya tidak terobsesi Rain, perasaan saya tulus, perasaan saya benar-benar nyata sama dia. Saya juga tidak tahu sampai kapan saya begini. Kalau kamu tanya, apa saya tertarik sama kamu, saya tentu tertarik, saya tidak akan tidur dengan orang yang tidak menarik di mata saya. Dan lagipula, mana mungkin saya tidak tertarik, kamu ini cantik, kamu baik, kamu hangat dan saya nyaman berada di dekat kamu. Tapi untuk lebih dari itu saya belum bisa kasih kamu jawaban Rain.” Balas Raja. Raina mau tidak mau berusaha mengerti apa yang Raja katakan, padahal dalam hatinya sendiri sedang berkecamuk, seperti kenapa mereka tidak berusaha saja saling mencintai? Kenapa Raja tidak menggunakan kesempatan ini untuk menceraikan Ratu? Kenapa Ratu yang tidak tulus kepada Raja justru mendapatkan hati Raja, sementara Raina yang tulus hanya mendapat sebagian kecil ruang di hati Raja?. Mungkin belum saatnya bagi mereka untuk bersatu, mungkin Raina perlu usaha lebih keras agar Raja menyadari bahwa sebenarnya yang benar-benar tulus berada di dekatnya, dan andaisaja Raja mau, mungkin mereka secepatnya bisa menjadi keluarga bahagia. “Aku mau nunggu kamu mas, gak peduli sampai kapan.” “Saya gak ngelarang kamu, dan saya juga gak minta kamu untuk menunggu. Tapi jika suatu saat kamu kecewa dengan pilihan kamu, kamu berhak marah.” “Iya mas. Dan mas kalau punya perasaan sama aku, kapanpun itu mas janji mas harus bilang.” “Iya Rain.” ***** Entah sudah kali keberapa, Kaisar terus menghubungi kakaknya hari ini, namun Raja terus menolak untuk berbicara dengan Kaisar. Ya mungkin Raina sudah menceritakan tentang percakapan mereka kepada Kaisar, dan Kaisar tentu akan marah kepada Raja. Tapi bukankah lebih baik bagi mereka jika Raja sudah jujur seperti ini? lagipula, sebagai seseorang yang telah lahir dari keluarga yang berstatus sebagai konglomerat Raja juga tidak bisa menikahi sembarang orang, bahka setelah ia menceraikan Ratu pun, Raja belum tentu bisa menikah dengan Raina sekalipun ia mencintai gadis itu, kecuali ia mendapat restu dari kedua orang tua nya. Baru saja Raja ingin beristirahat, tiba-tiba pintu apartementnya terbuka. Ratu datang, namun kali ini ia datang sendirian, wajahnya di tekuk, ia bahkan menatap Raja dengan tatapan sinis. Tanpa permisi, Ratu langsung duduk di ruang tamu, menyalakan televisi, kemudian mencari kanal youtube untuk memperbaiki mood nya, tadi ia sedang jalan-jalan bersama Sarah namun sialannya wartawan mengetahui keberadaannya dan membuat Ratu harus kabur kiri kanan demi menghindari mereka. “Kamu ngapain di sini? Mana gak bilang lagi mau kesini.” Protes Raja begitu melihat Ratu datang dengan keringat bercucuran dengan baju minimnya. “Aku mau nginep di sini.” Ucap Ratu. Raja cukup terkejut mendengar ucapan Ratu barusan, mana mungkin Ratu bisa menginap di sana sementara apartement itu hanya memiliki satu kamar. “Nggak, kamu harus pulang. Lagi pula kalau kamu menginap di sini, kamu mau tidur di mana? Kamu tahu sendiri di sini cuma ada satu kamar.” “I’m gonna sleep next to you.” Jelas Ratu. “Nggak.” Sebenarnya Raja senang bukan main mendengar ucapan Ratu barusan, hanya saja ia takut Ratu akan ikut sakit jika mereka berada di satu kasur yang sama. “Why?! Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok, just for tonight astagaa.” Ucap Ratu. Wanita itu kemudian berdiri, ia berjalan menuju kamar dimana Raja tidur lalu membaringkan tubuhnya seolah-olah tidak ada yang terjadi. “You okay?” Tanya Raja. Ratu menggeleng “Aku di kejar wartawan. And you know I don’t have anyplace to run from them.” Sekarang Raja mengerti, mengapa Ratu tiba-tiba datang, Raja sedikit kecewa karena Ratu datang bukan karena dirinya, melainkan karena menghindari para wartawan bodoh itu. “Sleep tight.” Raja mengambil sepasang bantal dan bantal guling, demi kesehatan Ratu mau tidak mau ia harus tidur di tempat yang berbeda dengan wanita itu. “Mau kemana kamu?” Tanya Ratu. “Aku tidur di luar.” “Di sini aja sih.” “Kamu takut?” “Nggak lah, aneh aja. Udah di situ aja.” “Nggak.” “Loh kenapa? Kamu nih sering banget nolak aku, udah kayak apaan aja. Cuma kamu loh yang nolak manusia se keren aku, bisa-bisanya!” Desis Ratu dengan nada yang begitu kesal. “I don’t want you to get sick like me, and that’s why aku gak di rumah everytime I get sick, aku gak mau kamu ikutan sakit.” Ucapan Raja, sukses membuat Ratu diam seribu bahasa. Kenapa Raja jadi tiba-tiba memberitahunya banyak hal?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN