Leave the little lady

1057 Kata
“Ratu udah berangkat kerja Aunty Sarah?” Tanya Aleta, ia bangun lebih lambat dari biasanya, sementara Raja sudah berangkat begitu juga dengan Ratu. Sarah mengangguk, ia fokus pada make up di wajahnya yang sudah dua jam tak kunjung selesai, demi Ratu ia harus menghadiri acara pernikahan sepupu wanita itu yang tak ingin Ratu hadiri, maka dari itu ia bangun sejak subuh hanya untuk mempercantik dirinya. “Aunty Sarah mau antar Aleta ke sekolah kan?” Tanya Aleta, lagi. Sarah menggeleng “Nggak, kamu sama sopir atau mbak aja ya, hari ini Aunty Sarah sibuk. Ratu bikin Aunty sibuk sejak subuh. Nanti kalau berangkat sama mbak, kamu di tungguin kok sampai selesai.” Jelas Sarah. Aleta menghela napas malas, ia tidak suka berangkat bersama orang lain kecuali Raja, Ratu dan Sarah. “Mbak yang mana? Gak mau ah Aunty…” “Looh, kan emang harus mbak yang anter, sekali aja yaa, nurut yaa cantik?” Sarah mengusap pipi Aleta hingga akhirnya gadis kecil itu mengangguk. “Tapi Aleta mau pilih sendiri mbak mana yang ikut, boleh kan Aunty?” Sarah mengangguk “Boleh, panggil gih kesini biar sekalian Aunty kasih uang jajan.” Aleta tersenyum senang, ia kemudian berlari menjauh dari Sarah, entah kemana perginya hingga akhirnya ia muncul lagi namun ada Raina yang mengekor di belakangnya. “Aunty Sarah, aku mau dia yang nemenin aku ke sekolah.” Aleta menunjuk Raina, sementara Raina sudah kepalang senang karena merasa Aleta sudah mengibarkan bendera perdamaian di antara mereka. “Serius?” Tanya Sarah. Aleta mengangguk “Iya.” “Yaudah kalau gitu, belajar yang bener ya? Ini Aunty kasih kartu punya Aunty, tahu kan pinnya apa? Kalau ada apa-apa telfon Aunty ya?” Aleta mengangguk senang sembari menerima kartu dari Sarah. “Dadah Aunty!” “Ya hati-hati yaa…” ***** Aleta berlari menuju mobil yang akan ia tumpangi menuju sekolahnya, kemudian segera menutup pintu untuk kelas tengah sementara Raina bingung sendiri melihat tingkah anak kecil itu “Kamu di depan aja duduknya.” Ucap Aleta. “Kenapa? Aku mau duduk bareng kamu di belakang.” “Ih gak mau! Biasanya mbak emang duduk di depan sama mang ujang, iya kan mang ujang?” Jawabnya dengan berusaha meminta validasi dari sopir yang selama ini mengantarnya kemana-mana. “Loh tapi kan aku bukan mbak kamu, aku tante kamu.” Ucap Raina. “Nggak, kamu bukan tante aku, buktinya kamu jelek. Kamu mau ikut ndak? Kalau ndak aku laporin ke oma nih!” Entah darimana Aleta belajar seperti itu, Ratu sendiri juga tidak pernah menunjukan sisi buruknya yang seperti itu kepada Aleta, jadi kalau setelah ini Ratu tertuduh lagi, Ratu mungkin akan mengamuk karena bukan salahnya. Mau tidak mau Raina mengikuti Aleta, ia juga tidak mau di amuk oleh calon mertuanya, kalau bisa, Raina akan berusaha semaksimal mungkin untuk menarik perhatian orang tua Raja, ia juga ingin membuktikan bahwa se rendah-rendahnya ia di mata orang tua Raja, ia juga bisa menjadi menantu yang baik. Jadilah Raina ikut ke sekolah Aleta, sebenarnya kalau sejak awal, tidak di tunggu pun Aleta bisa saja, tapi setelah oma nya pulang Aleta jadi terbiasa ke sekolah di tunggu oleh orang-orang suruhan oma nya, jadi mau tidak mau permintaannya itu harus di turuti. Di sekolah, Aleta bergalak tidak kenal dengan Raina, atau kalau ada yang bertanya siapa yang menemaninya hari ini, Aleta dengan lantang akan menjawab pembantu baru uncle ku . tidak ada alasan lain bagi Aleta kenapa ia membenci Raina selain karena doktrin dari Ratu dan juga oma nya, doktrin dari Ratu yang mengatakan wanita jahat adalah wanita yang genit dengan pasangan orang lain, sementara Rika mendoktrin cucunya itu dengan kalimat Raina adalah orang jahat yang tidak pantas untuk merasakan kebaikan sampailah Aleta di titik ia sangat membenci Raina. “Aku pulang aja ya Aleta?” Ucap Raina, ia sudah lelah menemani Aleta bahkan hingga siang seperti ini, ia juga belum makan sejak tadi. “Nggak. Kamu kan harusnya nunggu aku sampai pulang.” Jelasnya dengan raut wajah yang pasti membuat Raina kesal sendiri. “Ya masa aku nungguin kamu sampai malam? Aku capek banget, mau istirahat Aletaa.” “Terserah kamu, tante jahat!” Raina kesal sendiri melihat perlakuan Aleta kepadanya yang semakin hari semakin tak terkontrol, hingga ia mengambil keputusan untuk pergi saja dari sana, ia sudah berada di sana sejak pagi, bergabung bersama para babysitter yang menemani anak majikannya berlarian kesana kemari, panas-panasan, bahkan ia sama sekali tidak minum karena terlalu sibuk mengikuti kemana Aleta berjalan. Aleta tidak peduli jika Raina pergi, ia hanya menatap sinis wanita itu sebelum benar-benar kembali bergabung bersama teman-temannya. Sesampainya di rumah, Raina langsung beristirahat, ia benar-benar kelelahan dengan segala aktivitas Aleta yang membuat seluruh tenaganya terkuras habis. Dengan santai ia membuat jus nya sendiri lalu bersantai di halaman belakang sembari menikmati jus buatannya. Dewi, salah seorang pelayan yang bekerja di rumah itu seketika berlari menghampiri Raina begitu melihat Raina duduk di kursi kesayangan Ratu. “Raina, kamu tidak boleh duduk di sana.” Ucap Dewi, dengan napas yang memburu. Raina hanya menoleh sebentar “Apaan sih.” “Kamu gak boleh duduk di sana, nanti Nyonya tahu kamu bisa di marahi habis-habisan.” Ucap Dewi, lagi. “Saya juga nyonya kamu! Kenapa kamu gak manggil saya dengan panggilan yang sama dengan Ratu? Mulai sekarang, kalau bicara dengan saya, saya mau kamu manggil saya dengan sebutan nyonya juga, saya bakal laporin ke mas Raja kalau kamu nggak manggil saya nyonya, kasih tau teman kamu yang lain juga. Udah deh, sana-sana, gak usah kesini aku gak suka di ganggu.” Dewi menatap jengkel Raina yang berlaku semena-mena, tentu saja Dewi tidak akan menurut, ia lebih baik di marahi oleh Raja daripada di marahi oleh Ratu, mengingat wanita itu terlalu seram jika sudah mengeluarkan tanduknya. Raina menatap kepergian Dewi dengan tatapan sinis, ia benar-benar tidak habis pikir kenapa semua orang takut kepada Ratu, kenapa semua orang harus tunduk kepada Ratu, menurut Raina ia juga sebentar lagi akan menjadi istri dari Raja, akan menjadi nyonya di rumah itu, seharusnya para pekerja di sana juga tunduk dengan apa yang ia katakan, bukan hanya kepada Ratu saja, andai saja orang tua Raja sudah setuju dengan hubungannya dengan Raja, pasti sekarang Raina dan Raja sudah sibuk mempersiapkan hari bahagia mereka. “Cih, menang cantik dan lahir di keluarga kaya aja belagunya minta ampun, ada apa sih? Aku juga cantik kok.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN