Khawatir

1052 Kata
“Raja, Ratu ada di rumah? Papa mau bicara sama Ratu.” Mata Raja membulat sempurna begitu mendengar ucapan dari papa mertuanya tersebut, sudah lebih dari dua puluh empat jam sejak Ratu meninggalkan rumah, Raja pikir wanita itu menginap di rumah papa nya, mendengar pertanyaan Hartawan barusan membuat Raja seketika berpikir keras. “Ratu gak ada di sana pa? Ratu udah dua puluh empat jam lebih gak pulang ke rumah, saya pikir Ratu menginap di sana, pesan terakhirnya dia mau ke rumah papa kemarin malam.” Sama seperti Raja, Hartawan juga sama kagetnya, pria itu sampai harus duduk, mengontrol napasnya yang seketika memburu, hubungan mereka memang sedang tidak baik-baik saja, namun sebagai orang tua tentu saja Hartawan merasa khawatir akan putrinya itu. “Ratu pulang, jam sepuluh malam, Raja cari Ratu papa takut terjadi sesuatu sama dia.” Raja kembali mengecek ponselnya, mengecek pesan terakhir yang tak juga di balas oleh Ratu, ponsel wanita itu juga mati total membuat Raja merasa frustasi sendiri, bagaimana mungkin Ratu tiba-tiba menghilang, apa yang terjadi dengan mereka sehingga Ratu menghilang bagai di telan bumi? Saat itu, Raja langsung pulang ke rumah berharap bahwa mungkin saja Ratu sudah kembali, begitu tidak dekatnya mereka sehingga Raja tidak mengecek keberadaan Ratu sebelum bekerja. Dengan kecepatan penuh Raja mengemudikan mobilnya seperti orang gila, beberapa kali ia hampir menabrak, beberapa kali ia di maki oleh pengguna jalan yang lain, namun Raja tetap tidak peduli, di kepalanya saat ini hanya ada Ratu. “Ratu sudah pulang?” Tanya nya kepada satpam yang berjaga di depan gerbang. “Belum tuan.” Jawab nya. Perasaannya campur aduk, terlebih setiap kali dirinya menatap ponselnya di mana sama sekali tidak ada jawaban dari Ratu di sana. Belum sempat masuk ke dalam rumah, Raja segera berangkat menuju kantor polisi, melapor atas kasus orang hilang. ***** Sudah empat hari lamanya Ratu tidak terlihat, Raja juga sudah melakukan berbagai macam cara agar bisa menemukan Ratu, di tengah-tengah kesulitan mereka mencari Ratu, di hari keempat wanita itu muncul tanpa rasa bersalah, pulang ke rumah menenteng sekantung ice cream yang ia beli di minimarket sebelum pulang ke rumah. Raja yang masih frustasi akan kehilangan Ratu seketika mematung begitu melihat wanita itu berjalan masuk ke dalam rumah mereka seperti tak punya rasa bersalah, padahal selama beberapa hari ini orang-orang sudah bersusah payah mencarinya. “Kamu dari mana aja?!” Tanya Raja, nada bicaranya tidak terdengar santai. Malah terdengar seperti pertanyaan mengintimidasi, tatapannya kepada Ratu sama sekali tak bersahabat, bisa-bisa nya wanita itu menghilang dan menyusahkan banyak orang. “Gak tau.” Balasnya acuh. “Ratu please, aku gak bercanda.” “Ya aku juga gak bercanda.” “Kamu dari mana?” “Aku gak dari mana-mana.” “Empat hari ini kamu kemana?” “Buat apa kamu nanya kayak gitu?” “Apa susahnya kalau kamu jawab?” “Sayangnya aku gak mau jawab!” “Oke, kalau begitu kenapa kamu gak ngabarin siapa-siapa? Kamu tahu, papa kamu khawatir dan aku sampai laporin kamu ke polisi atas kasus orang hilang, bisa gak kalau mau kemana-mana ya kabarin orang dulu, seenggaknya ngomong ke mbak atau siapapun, atau Anna kalau kamu gak mau ngomong ke orang lain.” Ucap Raja dengan deru napas yang memburu, ia emosi namun di samping itu ia juga lega, setidaknya Ratu pulang dengan keadaan selamat. “Ya hp aku lowbat, lagian salah sendiri kenapa harus lapor polisi? Childish banget sih kamu Ja, aku ini udah gede, kamu gak usah berlebihan kayak gitu. Kamu pikir kamu kayak gitu bakal bikin kamu jadi kayak pahlawan di mata aku? enggak.” Ucap Ratu. Wanita itu memang benar-benar istimewa, Ratu tidak suka urusannya di campuri oleh orang lain sekalipun Raja yang berstatus sebagai suaminya itu, dia hidup untuk dirinya sendiri, maka untuk apa Raja ikut campur? “Kamu kelewatan, kamu sadar gak sih kalau kamu itu udah kelewat egois? Mungkin kamu bisa aja gak mikirin orang lain tapi kamu gak tau kalau ada orang lain juga yang mikirin kamu, ada yang khawatir kalau kamu kenapa-kenapa. Seenggaknya hargai orang tua kamu, papa kamu itu sayang banget sama kamu, beliau bahkan sampai mohon-mohon ke aku buat nyari kamu.” Ucapan Raja barusan sukses membuat Ratu tertawa kencang, ucapan Raja barusan terdengar begitu menggelikan di telinganya. Hartawan khawatir kepadanya? Cih Cuma tipuan belaka. Hartawan pasti Cuma pasang muka biar Raja respect. Sudah lama Ratu tidak bisa mempercayai siapa-siapa, sudah lama ia kehilangan kepercayaannya kepada orang lain, satu-satunya yang bisa ia percaya adalah dirinya sendiri. Bagaimana mungkin Raja bisa berkata bahwa Hartawan begitu khawatir kepadanya, sementara pria tua itu sudah menghancurkan dirinya sejak dulu? Khawatir macam apa yang Raja maksud? Ratu mengambil ice cream di tangannya, menempelkan ice cream itu di pipi Raja sembari tertawa. Raja tidak bisa berbohong paras cantik dari wanita di hadapannya ini pasti bisa membuat lelaki manapun terpukau atau bahkan bertekuk lutut. Hidung mancung, bibir tipis, badan yang bagus, serta otak yang cerdas, bayangkan siapa yang tidak tertarik? “Kamu gila.” “Kamu juga gila.” Raja meninggalkan Ratu sendirian di tempat itu begitu mendapat telepon dari Raina, sudah dua hari ia tidak bertemu dengan gadis itu, sudah dua hari ia tidak mendengar suara dari gadis itu, selama proses pencarian Ratu, Raja benar-benar fokus dalam hal itu, ia bahkan sampai menunda pekerjaannya hanya untuk fokus mencari Ratu. Akhir-akhir ini Raja jadi lebih menyadari bagaimana ia masih menaruh penuh perhatiannya kepada wanita itu, sementara Ratu masih sama, masih tidak menganggapnya ada. ***** Ratu menatap langit-langit kamar yang ia rindukan, rasanya senang sekali bisa tidur di kasurnya, pikirannya jauh melayang-layang, rasanya senang setelah mengunjungi makan sang ibu, Ratu mencurahkan semua kekesalannya kepada ibunya berharap bahwa wanita itu bisa bangkit dan menemaninya, terhitung sejak papa nya lebih memilih Erika di banding dirinya, Ratu benar-benar mengaku bahwa kini ia hidup sendirian, hanya untuk dirinya saja, bahkan orang tua nya pun sama sekali tidak mau berada di pihaknya. Ratu tidak pernah menuntut soal harta, Ratu tidak pernah menuntut apapun, selama ini satu-satunya yang ia pertahankan adalah aset milik ibu nya, yang memiliki banyak kenangan manis dengan Ratu di sana, namun karena keserakahan Melinda dan putrinya, aset berharga itu juga harus Ratu ikhlaskan, padahal biar bagaimanapun juga Ratu berhak marah. Namun Ratu memilih untuk diam, setidaknya dengan hal itu Ratu di beritahu bahwa di dunia ini memang tidak ada yang bisa di percaya selain diri sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN