Ratu menyimpan rapat-rapat semua hal yang terjadi pada keluarganya, termasuk kepada Raja sekalipun. Sudah satu minggu lamanya, Ratu tidak pernah menjawab satu pun panggilan dari papa nya, bagi Ratu dengan semua yang sudah terjadi kemarin, seharusnya papa nya tidak usah berani lagi menghubungi Ratu dengan alasan apapun, toh biar bagaimanapun juga Ratu tidak akan kembali sama seperti dulu lagi. sementara itu pagi ini, Ratu kembali mendengar percakapan papa nya dengan Raja via telepon, tentu Ratu sudah tahu isi dari percakapan mereka, maka dari itu Ratu hanya berjalan acuh melewati Raja yang baru saja mengakhiri teleponnya.
“Papa kamu minta batalin surat perjanjian kami, kamu maksa?” Tanya Raja.
Ratu menghela napas dan menatap Raja dengan tatapan sinis “Gak, buat apa?”
“Biar kamu gak terikat sama aku.”
“Aku gak pernah ngerasa terikat sama kamu.”
“Terus kenapa papa kamu tiba-tiba minta batalin perjanjiannya? Aku mampu, bahkan lebih dari kata mampu kalau hanya urusan uang sekian trilyun, kamu ngeraguin aku?” Kini Raja malah bertanya sama persis dengan bagaimana cara Ratu mengintimidasi lawannya, sementara itu Ratu tersenyum sinis.
“Lucu, kamu yang ngomong sama dia, kenapa malah nanya ke aku? orang yang bikin perjanjian itu kan kalian berdua.” Raja diam begitu mendengar kalimat terakhir Ratu, wanita itu benar adanya, mengenai permasalahan itu, Raja benar-benar tidak punya hak untuk melibatkan Ratu sekalipun dengan batalnya perjanjian tersebut.
Ratu meninggalkan Raja, ia harus bersiap menuju kantor, sudah seminggu lamanya ia menghilang dan kabur dari seluruh pekerjaannya, sebenarnya bukan karena ia suka kabur atau sedang butuh liburan, ia hanya perlu menenangkan dirinya, menjauhkan semua beban dan masalah yang ada di kepala. Tidak lama setelahnya, Ratu kembali keluar dari kamarnya, kali ini ia mengganti kain satin tipisnya dengan sebuah dress berwarna putih selutut, ditemani dengan sepatu berwarna senada, serta tas Hermes berwarna hitam, tidak lupa kacamata hitamnya yang juga turut melengkapi penampilannya hari itu, walau sedang terpuruk, Ratu sama sekali tidak mau terlihat menyedihkan di mata orang-orang.
“Gimana bisnis kamu?” Raja yang masih duduk di meja makan, menikmati sarapan paginya membuat Ratu harus menengok ke belakang, sebenarnya tentu saja ia sudah malas basa-basi, namun di saat yang sama, waktu juga masih terlalu pagi bagi Ratu untuk berangkat bekerja.
“Gak kenapa-kenapa.” Jawabnya bohong. Bagaimana mungkin bisnis yang ia rintis dari nol itu baik-baik saja? Keuangan mereka kacau balau dan ancaman paling menyedihkannya, mereka bisa saja gulung tikar atau di ambil alih oleh investor lawan kalau saja mereka tidak untung dalam beberapa bulan kedepan.
“Kalau butuh bantuan, bilang aja, aku bisa bantu kamu.” Raja bersungguh-sungguh, ia tidak pernah berbohong mengenai kesungguhan hatinya membantu Ratu dalam keadaan apapun, namun sayangnya Raja salah orang, ia malah menawarkan bantuan kepada manusia berhati batu seperti Ratu, mana mungkin Ratu mau di bantu apa lagi secara Cuma-Cuma.
“Apaan sih, gak jelas banget. orang bisnis aku aja gak kenapa-kenapa kok, lagi pula kalau pun bisnis aku kenapa-kenapa, I’m sure, aku gak bakal mau minta bantuan dari kamu apa lagi secara Cuma-Cuma, ya kamu pikir aja emang aku perempuan apaan? Enggak usah.” Balasnya sengit. Mendengar ocehan Ratu selama satu minggu terakhir yang sempat berkurang entah kenapa membuat Raja sedikit bersyukur setidaknya Ratu yang pulang ke rumah mereka masih Ratu yang sama.
“Kamu kenapa sih?!” Tanya nya dengan tatapan tak suka kepada Raja. Dalam diri Ratu ia memang benar-benar muak dengan pria yang berstatus sebagai suami nya itu.
“Loh?”
“Iya kamu kenapa terus-terusan mau bantu aku? tahu gak kalau kamu kayak gitu aku ngerasa kalau kamu mau nunjukin power kamu di depan aku, biar apa sih? kan emang gak kelihatan power kamu, gak usah di tunjukin segala, ya percuma gak bakal kelihatan juga. Aku risih banget sama kamu.” Mulut Ratu memang lebih tajam dari sekedar pisau yang baru saja di asah, Raja yang tadinya begitu lahap menikmati makanannya kini harus berhenti, entah bagaimana caranya agar Ratu bisa berubah.
“Okay, sorry.” Jawab pria itu, pasrah.
“Loh kok Cuma sorry? Kamu gak ngehargain aku ya? Kok Cuma sorry doang, kayak wah percuma banget aku ngomong panjang lebar kalau kamu aja ujung-ujung nya just say sorry. Itu bukan penyesalan, kamu gak ikhlas kan ngomong sorry di depan aku? ya ampun, bahkan aku bisa aja tahu kalau kamu sama sekali enggak tulus.” Ratu menatap tajam Raja dengan tatapan yang mengintimidasi sekaligus merendahkannya, bukannya tidak tulus, namun Raja mengucapkan kata itu karena ia merasa lelah menghadapi semua sikap Ratu yang sulit di tebak.
“Aku capek sama kamu.” Ucap Raja, dari nada bicaranya saja ia memang terdengar begitu lelah. Ia berjalan meninggalkan Ratu tanpa sepatah kata lagi, di tinggalkan seperti itu membuat Ratu naik pitam, ia merasa tidak di hargai, Raja pergi begitu saja tanpa menyelesaikan perdebatannya dengan Ratu. Ratu yang saat itu sudah berniat untuk berangkat ke kantor tiba-tiba mengurungkan niatnya, ia berlari ke kamar Raja, berharap pria itu belum mengganti pin pintu nya agar Ratu bisa masuk, ya Ratu sangat kesal, dan satu-satu nya yang Ratu bisa lakukan untuk membalas rasa kesalnya kepada Raja adalah dengan membuat Raja juga ikut kesal.
“Aduh anj.” Ratu mendesis pelan begitu salah memasukan pin pada kunci pintu Raja, sedetik, dua detik ia diam, ia kemudian mencoba percobaan keduanya, berharap bahwa ia bisa saja benar, namun di kali kedua ia mencoba, ia masih saja salah, dan ini adalah kali terakhir kesempatannya, kalau saja masih salah, notifikasi akan secara otomatis muncul di ponsel Raja beserta dengan wajah Ratu yang terpampang nyata di dalamnya.
“Dua tiga, dua belas, Dua, Satu” Ratu menggigit jari nya cemas, hingga akhirnya pengunci pintu di hadapannya berhasil terbuka, Ratu tidak percaya, bahwa Raja mengganti pin pintu nya dari yang semula tanggal lahirnya menjadi tanggal pernikahan mereka berdua. tanpa pikir panjang, Ratu segera masuk ke dalam kamar itu, mencari barang-barang penting milik Raja. Ratu tahu persis di mana pria itu menyembunyikan barang-barang yang begitu ia jaga, maka dari itu ia begitu cepat menemukannya. Belum sempat Ratu melakukan sesuatu terhadap barang-barang serta benda kesayangan Raja, tiba-tiba sang pemilik kamar datang menarik kencang tangan Ratu hingga wanita itu terhempas di atas kasur.
“WHAT ARE YOU DOING HERE?!” Suara Raja menggema memenuhi seisi ruangan, sementara Ratu dengan santainya berusaha membersihkan pergelangan tangannya yang di sentuh oleh Raja barusan.
“Having fun.” Jawabnya santai. Satu hal yang paling tidak di senangi oleh Raja adalah, seseorang merusak sesuatu yang ia begitu jaga, barang-barang yang hampir saja di sentuh oleh Ratu adalah barang-barang peninggalan mendiang kakeknya yang di beli pakai uang berapapun pun tidak akan bisa. Raja memijat keningnya begitu menatap Ratu yang terlihat biasa saja tanpa perasaan bersalah.
“Minta maaf sekarang.” Jelas Raja dengan begitu dingin.
“Nggak.”
“Sekarang.”
“Kamu apa-apaan sih?! orang aku Cuma having fun doang! Kamu gak seneng banget kalau aku senang, egois ya kamu!” Bentak Ratu, tentu saja ia tak mau kalah, padahal sudah jelas ia kalah telak, masuk ke kamar satu sama lain tanpa seizin pemiliknya adalah pelanggaran, aturan tersebut juga di buat sendiri oleh Ratu.
“Oh Having fun? Having fun di kamar orang. Ok, Ratu. I’ll show you what having fun is.”