Raja mengaku bahwa keluarga Hartawan memang jago dalam menipu seseorang, untungnya kali ini mereka bermain bersih, mereka mengembalikan seluruh uang yang mereka terima dari Raja atas pembelian aset area villa milik mendiang ibu Ratu. Pihak Raja sudah menghubungi pihak Hartawan atas hal tersebut, namun pihak dari Hartawan seakan tidak mau lagi berurusan dengan Raja dan juga Ratu, mereka menutup diri atas hal tersebut. Raja tidak tahu lagi apa yang di rasakan oleh Ratu sekarang, bahkan ayah kandungnya pun membencinya, Raja tidak tahu jelas mengapa Hartawan tiba-tiba menutup dirinya kepada Ratu, padahal selama ini ia masih berusaha untuk mencari tahu informasi tentang anaknya itu, Raja jadi berpikir mungkin Hartawan marah kepada Ratu karena Ratu membiarkannya berselingkuh atau mungkin Hartawan marah karena seluruh orang tahu bagaimana kelakuannya selama ini kepada Raja, mungkin Hartawan marah karena selama ini Ratu masih sempat berhubungan dengan Rio bertahun-tahun lamanya. Raja tentu jadi merasa bersalah akan istrinya itu, apalagi sejak semalam Ratu tidak banyak berbicara padahal Raja sudah memancing kemarahan wanita itu, namun tak seperti biasanya Ratu malah memilih untuk diam, daripada membuang tenaganya untuk marah.
“Ratu sudah bisa di hubungi?” Tanya nya kepada Pinka.
“Belum pak, saya sudah hubungi ke kantornya tapi katanya beliau ada meeting dengan client, mungkin sampai sore.” Jelas Pinka. Raja cukup terkejut mendengar kata kantor yang baru saja di sebut oleh Pinka.
“Oh saya lupa memberitahu kalau istri bapak sudah mulai bekerja di salah satu KAP yang juga bekerja dengan kita pak, baru kemarin.” Raja mengangguk mendengar hal itu, di saat yang sama ia jadi sedikit merasa lega, setidaknya pelan-pelan sudah ada yang bisa menerima Ratu tanpa memandang apa yang terjadi di kehidupan pribadi wanita itu.
“Yasudah.” Balas Raja.
Sore itu, Raja sengaja pulang lebih awal dari biasanya, berharap ia akan bertemu dengan Ratu cepat-cepat. Namun sayang seribu sayang, wanita itu malah lembur dan baru tiba di rumah pukul setengah delapan malam. Sebenarnya, untuk ukuran seseorang yang bekerja di KAP pulang pukul setengah delapan malam sudah termasuk cepat, namun entah kenapa Raja malah merasa Ratu sudah pulang terlalu malam. Dengan langkah gontai, wanita itu masuk ke dalam rumah dengan setumpuk berkas di tangan kanannya beserta tas jinjing yang ia peluk, sementara tangan kirinya menenteng sepatu, dari cara jalannya, Raja tahu bahwa Ratu benar-benar kelelahan.
“Congratulations.” Ucap Raja begitu jarak mereka sudah tak terlalu jauh lagi.
“Untuk apa?”
“Karena udah balik ngambis lagi.” Jawab Raja.
Ratu terkekeh pelan “Biasa aja sih, aku cuma mau memastikan kalau diam di rumah berbulan-bulan gak bikin ilmu aku hilang gitu aja, aneh gak sih kalau orang hebat kayak aku gak make ilmu yang aku punya buat kerja? Tahu kan, pasti orang-orang di tempat kerja aku sekarang ngerasa beruntung banget aku yang hebat ini mau bergabung sama mereka.” Ucapnya percaya diri.
Raja mengangguk “Iya, mereka bersyukur.”
“Aku mau istirahat.” Ucapnya sembari berlalu meninggalkan Raja di tempatnya. Raja tidak mengucapkan apa-apa lagi setelah itu, ia merasa bersyukur, setidaknya hal-hal buruk yang ia pikirkan tentang wanita itu tidak terjadi. Memang benar adanya, tidak ada yang bisa menyakiti Ratu kecuali tuhan. Ratu benar-benar kuat, seharusnya jika sudah menyangkut tentang ibunya ia sudah menangis seperti biasanya, namun sekarang ia biasa saja bahkan tak menunjukan kekecewaan sama sekali, tidak seperti dulu yang di recoki sedikit saja stik golf pasti akan melayang menghancurkan apa saja yang ada di hadapannya.
Setelah mandi, Ratu kembali menyambar dompet dan juga kunci mobilnya, belum terlalu malam untuk segera mencari makan malam di luar, sejak siang tadi ia lupa untuk mengisi perutnya, ya Ratu memang seringkali lupa untuk makan apabila ia sudah kepalang sibuk sekarang saja andai Sarah tidak memotret apa yang ia makan bersama dengan Aleta di luar Ratu tidak akan mengingat bahwa ia belum makan dari siang. Dengan langkah gontai ia berjalan menuruni satu per satu anak tangga, melewati Raja yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
“Mau kemana?” Tanya Raja saat Ratu melewatinya.
“McD, mau ikut?” Raja langsung mengangguk, ia mematikan televisi lalu berjalan menyusul Ratu. Ia mengambil alih kunci mobil milik wanita itu, ya tentu saja sebagai suami yang baik ia tidak akan membiarkan istrinya itu menyetir dalam keadaan lelah.
Jakarta malam itu di guyur hujan yang cukup deras, Ratu berkali-kali mengeluh kesal sebab ia tidak bisa melihat kerlap kerlip lampu malam kota itu dengan jelas, namun di satu sisi ia juga sibuk menurunkan kaca mobilnya setiap kali melihat anak kecil yang hujan-hujanan di tengah lampu merah hanya untuk mendapat sedikit uang dari para pengguna jalan yang mengasihaninya. Ya, Ratu memang sangat keras pada dirinya sendiri tetapi di satu sisi ia juga masih punya sisi manusiawinya, ia masih punya hati mengasihani anak-anak kurang beruntung yang ia lihat.
“Aku mau spicy chicken burger 2 ya, terus minumnya yang biasa aja, udah itu doang.” Ucapnya saat mereka sudah memasuki area drive thru.
“Gitu doang? Kok tumben dikit?” Tanya Raja. Ratu memang bukan tipikal orang yang makan banyak, namun jika sudah menyangkut fastfood biasanya Ratu akan makan lebih banyak dari biasanya, bagi Ratu setiap lambung punya tempat fastfood nya sendiri.
“Gak ah, lagi males ngunyah.” Jawabnya. Ia menyandarkan tubuhnya di jok mobil, mencari posisi ternyaman, sesekali ia memejamkan matanya sampai akhirnya ia mendapatkan pesanannya. Mereka berdua memutuskan untuk makan di mobil, tepatnya di parkiran restaurant fastfood itu sendiri, lebatnya hujan, dan lantunan lagu in my arms karya Will Killen yang menemani mereka di tengah kesunyian, tidak ada percakapan yang tercipta bahkan hingga makanan mereka berdua habis begitu saja. Keduanya tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, keduanya sama-sama menatap lurus ke depan, menatap setiap rintik hujan yang jatuh membasahi jalanan.
“Queen… I’m so sorry for-”
“It’s not your fault. Kamu udah berusaha untuk dapat Villa itu, tapi papa emang gak mau aku senang. It’s okay.” Jawabnya, terdengar penuh kesedihan dari setiap penekanan kata yang ia ucapkan.
“Aku bakal dapetin villa itu lagi, aku jani.” Ucap Raja bersungguh-sungguh. Namun Ratu menggeleng dan tersenyum, kali ini Raja bisa melihat siluet kekecewaan dari mata wanita itu, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun Raja melihat Ratu seperti ini.
“Gak usah, gak apa-apa. Aku udah gak mau merepotkan diri aku dan orang lain untuk sesuatu yang gak berhak aku dapatkan. Villa itu mungkin hanya sekedar obsesi aku aja, aku cuma masih ngerasa ibu ada setiap kali aku datang kesana, di tangan mereka villa itu gak akan sama lagi, dan itu udah pasti. It’s okay Jaa, I don’t deserve it, everyone hate me more than I hate my self, even my dad… he hate me most, he know so well how to hurt me.” Tanpa terasa Ratu menjatuhkan air matanya sendiri, pertahanannya runtuh, sesuatu yang tak pernah ia tunjukan kepada siapapun kini ia tunjukan di depan suaminya, ia menangis sejadi-jadinya di depan Raja, kali ini ia benar-benar merasa di hancurkan begitu saja.