Berantem

1212 Kata
               “I don’t deserve to be happy Ja, kamu sadar gak sih kalau semua orang tuh ninggalin aku, semua orang benci sama aku. Ibu, papa, pacar, bahkan sahabat yang paling aku percaya ninggalin aku gitu aja. Aku ngerasa aku worthless tau gak. Aku udah berusaha semaksimal mungkin itu bisa bikin mereka bertahan sama aku, aku kasih semua yang mereka mau, aku turuti semua permintaan mereka, tapi enggak, enggak satupun yang bisa bertahan sama aku sampai akhir. Aku ngerasa aku emang gak pantas buat siapa-siapa. Kamu tahu kenapa aku selalu keras sama diri aku sendiri? I’m scared of everyone, I got the trust issue, aku gak bisa percaya sama siapa-siapa karena semua orang nyakitin aku.” Ratu terus meracau di sepanjang jalan, Raja sengaja memelankan laju mobilnya agar Ratu bisa lebih lama mencurahkan isi hatinya. Memang benar kata Kaisar, bahwa se keras-kerasnya Ratu selama ini, ia tetap saja manusia, se jahat-jahatnya Ratu selama ini ternyata ia hanya memakai topeng untuk melindungi dirinya sendiri.                “They don’t deserve you, kamu udah hebat karena berhasil bikin tameng untuk diri kamu sendiri. Gak usah terlalu keras sama diri kamu, menangis aja seperlunya, sometimes manusia emang butuh menangis buat ngehilangin bebannya. Kamu juga manusia, menangis bukan pertanda lemah, menangis itu manusiawi kok. And no matter what, I’ll still be here, beside of you to take care of you, I’m your husband. [AA1] ” Ratu mengangguk mengerti, mendengar ucapan dari suaminya. Entah berapa lama ia diam hingga akhirnya ia kembali bersuara.                “Hufftt, aku udah nangisnya. Thanks ya McD nya.” Ucap Ratu di beberapa menit sebelum mereka benar-benar tiba di rumah. Sesampainya mereka di rumah, Raja melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda, sementara Ratu memilih untuk langsung beristirahat, tubuhnya terasa lebih gampang lelah mungkin hal itu merupakan efek karena beberapa bulan belakangan ia jarang melakukan aktivitas seperti biasanya.                “Mau aku pijetin?” Tawar Raja. Mereka berdua sudah berada di atas kasur, tentu saja Raja masih duduk bersandar di kepala Ranjang dengan ipad di tangannya. Sementara Ratu hanya membalasnya dengan sebuah anggukan. Raja kemudian menepuk paha nya, meminta Ratu untuk menaruh kepalanya di sana agar Raja bisa lebih mudah memijat kepala wanita itu, dengan sigap Ratu merubah posisi tidurnya, ia menjatuhkan kepalanya di paha pria itu, kemudian memejamkan matanya, menikmati setiap pijatan yang terasa sangat nyaman untuknya. Tidak berselang lama, Ratu sudah tenggelam ke dalam mimpinya sendiri, tidurnya terlalu lelap bahkan ia tidak sadar begitu Raja memindahkan badannya agar mendapat posisi tidur yang lebih nyaman. *****                Pagi-pagi buta, Ratu sudha menghilang dari samping Raja. Wanita itu tidak sengaja bangun lebih awal sebab ia baru membaca pesan dari guru Aleta bahwa gadis kecil itu di minta untuk membawa bibit tanaman hias serta hewan peliharaan yang akan di rawat sendiri oleh Aleta di sekolahnya. Ratu mendesis kesal, ia jadi merasakan bagaimana kesalnya seorang ibu di saat anak nya lupa memberitahu ibunya jika ia di minta untuk membawa sesuatu ke sekolah.                “Terus gimana? Gampang kalau masalah tanaman, ini kamu mau bawa hewan peliharaan apa ke sekolah kalau baru bilang sekarang?! Ayolah yang bener aja it’s 4 am Aletaa! Semalam kamu malah sibuk senang-senang sama Sarah tanpa ingat tugas kamu. Kamu gak di siplin kayak gini, emang mau jadi apa sih nanti?” Rasa kesalnya naik ke ubun-ubun begitu ia juga mendapati Aleta tengah duduk termenung, mungkin gadis kecil itu juga merasa bersalah sebab ia lupa memberitahu Ratu akan tugas yang seharusnya ia bawa hari ini.                “Maaf ya Ratu…” Ucapnya penuh rasa bersalah, ia tertunduk lesu, tangisnya nyaris pecah. Andai saja waktu itu ia tidak terdoktrin oleh kata-kata Ratu yang mengatakan kalau mau cantik ya jangan cengeng, pantang air mata jatuh kalau mau cantik. Mungkin sekarang Aleta sudah menangis sejadi-jadinya.                “Minta maaf juga gak akan bikin kamu tiba-tiba punya hewan peliharaan sekarang, coba bayangin deh dimana ada penjual ayam atau kelinci kecil peliharaan subuh-subuh gini? Gak usah nunduk-nunduk! Gak guna tau gak!” Aleta sudah tidak bisa menahannya lagi, tangisnya pecah memenuhi seisi rumah, yang tadinya hening tiba-tiba berisik akan suara tangis gadis kecil itu, Raja yang masih tertidur lelap di kamar Ratu bahkan sampai mendengarnya, takut sesuatu yang buruk terjadi kepada keponakannya, ia langsung berlari keluar, menghampiri Aleta yang tidur di kamarnya.                “What the hell are you doing!?” Suara Raja terdengar membentak, Ratu hanya menghela napas dan memutar bola matanya kesal.                “Nyenyenye, belain aja terus. Kamu kan gak tahu siapa yang salah.” Ucapnya tanpa rasa iba sedikitpun, Aleta yang berada di gendongan Raja sampai terisak karena di bentak terus oleh Ratu.                “Kamu ini ada masalah apa sih? Ini masih subuh-subuh dan kamu udah bikin anak orang nangis?! I really can’t understand what happened on you but ini udah keterlaluan.” Ucap Raja, ia menenangkan Aleta hingga akhirnya gadis itu berhenti terisak, sementara Ratu masih bertanya-tanya dalam dirinya, dimana letak kesalahannya. Ia hanya mendidik Aleta untuk di siplin, di umur yang sama seperti Aleta dulu, ia bahkan tak pernah sekalipun lupa akan tugasnya, bahkan tanpa pengingat sekalipun. Ia hanya tak terima jika masih ada orang yang melakukan kesalahan kecil seperti itu padahal seharusnya ia bisa saja memasang pengingat di ipad nya untuk menghindari lupa.                “Dia gak bakal bisa di siplin kalau kamu aja gak bisa tegas sama dia!” Ratu meninggalkan ruangan itu dengan perasaan kesal dan juga marah yang bercampur aduk menjadi satu, seharusnya ia masih bisa tidur di beberapa jam terakhir ini namun ia harus keluar mencari hewan peliharaan untuk Aleta, ia kesal namun biar bagaimanapun juga Aleta adalah tanggung jawabnya, setidaknya sampai mertuanya pulang ke Indonesia. Dengan bersusah payah dan menghubungi beberapa kenalannya yang kiranya bisa membantunya menemukan anak kelinci di subuh-subuh buta seperti itu, akhirnya Ratu berhasil mendapatkannya sebelum matahari benar-benar terbit. Wanita itu pulang ke rumah dengan seekor anak kelinci kecil beserta kandangnya, dengan wajah penuh lelah ia menaruh kelinci itu di hadapan Aleta dan juga Raja yang berada di ruang televisi. Tangis gadis kecil itu sudah berhenti sejak lama, Aleta bahkan merasa bersalah karena dirinya Raja dan Ratu harus bertengkar.                “Ratu…” Aleta bangkit dari duduknya, ia memeluk kaki Ratu begitu wanita itu berdiri di hadapannya.                “I hate you.” Desis Ratu kesal.                “Iya tapi maaf ya, aku udah bikin kamu marah-marah. Maaf ya Ratu.” Ucapnya penuh penyesalan.                “Udah tuh di rawat yang bener kelincinya.” Jawabnya dengan nada bicara yang masih terdengar kesal.                “Tapi kamu masih marah sama aku?” Bagi Aleta, mendapatkan maaf dari Ratu adalah hal yang paling utama sekarang, baginya maaf dari Ratu adalah sesuatu yang paling berharga, lebih berharga daripada tugas yang di berikan oleh gurunya.                “Aku marah kalau kamu gak guna, aku marah kalau kamu gak pergunain otak kamu dengan baik, kamu pikir tuhan ngasih kamu akal sehat biar apa? Biar di pake, tuhan bikin kamu lahir di keluarga yang berada supaya kamu bisa pergunakan dengan baik semua fasilitas yang ada, gak semua anak kecil punya barang yang kamu punya, ipad misalnya, kamu bisa pakai ipad kamu buat pasang pengingat untuk tugas-tugas kamu, bukan cuma di pakai main game.” Aleta mengangguk lesu, namun ia masih berada pada posisinya, yaitu memeluk kaki Ratu.                “Iya, aku minta maaf ya, kamu jangan musuhin aku ya?”  Ucapnya lagi.                “Yaudah sekarang mandi gih, sejam lagi aku antar ke sekolah.”  [AA1]Ingkari nanti ini nah
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN