Harga diri

1110 Kata
                Ratu menatap Raja dengan tatapan aneh sejak tadi, ya hari ini Raju tidak berangkat bekerja pikirannya masih sangat kacau begitu ia di khianati oleh kedua orang yang sangat ia percaya, sejak pagi ia hanya menghabiskan waktunya dengan berenang, bermain bersama Molly si kucing dengan ras persia yang merupakan satu-satunya hadiah dari Raja yang ia senangi hingga saat ini, ia juga memasak berbagai macam makanan walau tak satu pun ia makan. Sudah lama Ratu tak berada di rumah seperti sekarang ini, padahal Ratu sangat benci berada di rumah, namun akibat perbuatan dua manusia bodoh itu, Ratu harus menenangkan dirinya di rumah.                 “You okay?” Tanya Raja. Ratu mengangkat kedua bahu nya dengan senyum sinis “Kamu tidur sama b***h yang mana kali ini?”                 “Maksud kamu?” Walau kaget, Raja tentu saja berpura-pura bodoh, ia tahu bahwa Ratu tidak akan mempermasalahkan dengan siapa ia tidur, namun ini adalah kali pertama Raja tidur dengan orang lain, dan ia sudah melanggar janjinya sendiri untuk tidak mengkhianati pernikahan mereka.                 “Halah, look at your self right now. Cermin gih, kissmark di leher kamu aja belum hilang, ewh disgusting.” Balas Ratu cekikikan. Demi apapun Ratu tidak merasa cemburu sama sekali, entah kenapa ia malah merasa lucu begitu melihat bukti kenakalan Raja barusan.                 “Ck”                 “Kamu bisa bawa dia kesini.” Ucap Ratu dengan santai.                 “Who?”                 “Dat bitch.”                 “Ck Enggak.” Raja berdecak kesal, ia meninggalkan Ratu lalu naik menuju kamarnya. Rasa malu nya sudah berganti menjadi rasa kesal, dan entah apa yang membuatnya kesal sekali seperti itu. Apa karena Ratu tidak cemburu? . Ah tidak juga.                 Sementara itu, Ratu kembali melanjutkan aktivitasnya, yaitu menonton acara televisi super membosankan dengan kentang goreng di tangannya. Sejak tadi, ponsel di tangannya terus berdering, bukannya menjawab panggilan itu, Ratu dengan santainya malah mengangguk-anggukan kepalanya sembari mendengar deringan telepon itu, rasanya menyenangkan, ia kembali ke versi terbaik dirinya sendiri. Ratu menatap ponselnya dengan tatapan acuh, papa nya dan juga Bennedict meneleponnya bergantian, ia sedang menenangkan pikirannya, tidak mau di libatkan oleh masalah apapun yang mampu mengacaukan moodnya.                 “Ssshhh.” Desis nya kesal, alih-alih menikmati dering telepon ponselnya, ia juga mulai terganggu, hingga mau tidak mau ia harus menjawab panggilan-panggilan itu. “Ya.” Ucap Ratu, cuek. “Papa harus bicara sama kamu, sekarang.” Suara Hartawan terdengar begitu tegas kali ini, dulu Ratu paling membenci bagaimana Hartawan jika suaranya sudah berubah menjadi tegas seperti itu, namun lambat laun, seiring dengan berjalannya waktu, Ratu mulai terbiasa, dulu ia takut namun sekarang ia sudah tidak takut akan apapun lagi. “It’s 9 pm sir. And I don’t want to go anywhere.” Balasnya yang masih terkesan cuek. Ratu mencelupkan satu kentang goreng di tangannya ke segelas kopi lalu memasukannya ke dalam mulut, telinganya fokus mendengarkan, dan matanya fokus menatap layar televisi. “Papa minta ketemu sekarang.” Kali ini Hartawan memaksa, Ratu menghela napas begitu malas, Hartawan mulai lagi. “How about tomorrow?” Tawar Ratu. “Sekarang!” Tegas Hartawan. “Kalau lusa aja gimana?” Ratu kembali menawar, ia sesekali cekikikan, ia merasa senang mempermainkan emosi papa nya. “Ratu!” “Okay… se penting itu kah? Papa ganggu istirahat aku loh.” “Iya sepenting itu.” “Ok.” Akhirnya Ratu setuju, walau dengan malas ia harus menyeret kakinya menuju kamarnya untuk mengambil cardholdernya, setelah itu ia berniat untuk langsung pergi namun entah ia kesurupan apa sehingga ia membelokan badannya menuju kamar suaminya terlebih dahulu, Ratu langsung membuka pintu kamar itu tanpa permisi, untung saja Raja sedang tidak telanjang, pria itu tengah berkutat dengan laptopnya bahkan tak sadar jika Ratu berdiri tak jauh dari dirinya. “Ja.” Panggil Ratu, wanita itu menyandarkan tubuhnya di pintu Raja, sembari menunggu pria itu menoleh. “What are you doing, here?” Tanya Raja, malas. Biasanya jika Ratu menghampirinya pasti wanita itu akan mencari gara-gara, Raja tidak punya waktu untuk itu. segudang pekerjaan tengah menunggunya, dan meladeni tingkah kekanak-kanakan Ratu adalah hal yang paling sia-sia menurut Raja. “Aku ke rumah papa.” Belum sempat di jawab oleh Raja, Ratu langsung membalikan badannya, beranjak dari sana dan berjalan menuju garasi rumah, sesekali ia menggerutu kesal, menyesali apa yang ia lakukan barusan, kenapa juga ia sampai harus memberitahu Raja ia mau kemana? Padahal biasanya ia juga langsung pergi saja, Ratu jadi yakin pasti setelah ini Raja menganggapnya melunak, padahal ia hanya asal saja, sembari menggerutu kesal Ratu meminta kunci mini cooper nya kepada salah satu driver yang dinas di rumah mereka malam itu. iya, kali ini Ratu enggan di antar, ia mau berangkat sendiri. Dengan penampilan seadanya, baju oversize yang menutupi celana super pendek nya, sendal jepit dan juga cardholder serta ponsel yang tak penah lepas dari tangannya ia berangkat menuju kediaman orang tua nya, dalam perjalanan itu Ratu semakin yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi sehingga ia di minta datang malam itu juga. “Hai bicth.” Ratu menyapa ibu tiri nya yang sedang duduk sendirian di ruang makan dengan senyum mengembang di wajah nya. Ia berjalan mendekati Melinda, tangannya gatal tak berbuat sesuatu, dengan santai ia mendorong sebuah keramik kecil di atas meja yang tak jauh dari mereka, hingga jatuh. Salah satu keramik kesayangan Melinda yang harganya bernilai ratusan juta itu kini sudah hancur bersamaan dengan wajah kaget yang di tunjukan oleh wanita itu. “Ups gak sengaja! Heheh.” Ratu tersenyum jahil, ia menunjukan deretan gigi nya yang rapih, ia menyeka rambutnya ke belakang telinga begitu ia berhasil duduk di hadapan Melinda. Ratu mencomot sedikit makanan yang tersaji di hadapannya dengan Melinda, tanpa sempat menelannya, Ratu langsung memuntahkan makanan itu ke atas piring tempat makanan itu ia ambil. “Ratu!” Gertak Melinda dengan geram. Ratu tersenyum puas, ia senang sekali membuat kegaduhan yang membuat ibu tirinya itu kesal. Melinda memandang jijik makanan di hadapannya yang telah bercampur dengan saliva milik Ratu. “Kamu harus mengganti enam ratus juta saya yang telah kamu pecahkan barusan.” Ucap Melinda, dingin. “Oh itu enam ratus jutaa, mahal juga ya. Kamu suka beli barang mahal ternyata, buat apa sih? buat menutupi harga diri kamu yang kurang ya? Atau buat memanipulasi orang-orang kalau kamu itu terhormat dan mahal ? ish, percumaaa semua orang juga tahu kalau kamu ini wanita simpanan, gak berharga, dan murah, harga diri kamu bisa di beli pakai uang. Tahu gak, itu menjijikan. Keramik tadi bahkan lebih mahal daripada kamu yang rela ngangkang buat dapat uang.” Mulut Ratu bagai pisau bermata tajam yang mampu melukai hati siapa saja, bertahun-tahun Ratu bertingkah seperti itu kepada Melinda, beratus-ratus kali Melinda berusaha melenyapkan Ratu, namun Ratu tetap lebih kuat, rasa dendamnya, jauh lebih kuat di banding dengan hati nuraninya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN