Bab 46

2171 Kata
“Kudengar kemarin pada preman mendatangi rumahmu dan membuat keributan. Apakah itu benar?” Zeline menarik napasnya dengan pelan. Bukannya Zeline tidak suka dengan Rera, tapi sekarang Zeline merasa jika ia tidak ingin diganggu. Ada banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan. Pagi ini dia sibuk menata ulang persediaan pakaian di toko. Kemarin ibunya bekerja keras untuk menjahit berbagai model pakaian untuk dijual di toko, oleh sebab itu Zeline datang lebih pagi agar bisa mengatur pakaian koleksi terbaru mereka. “Iya, itu benar.” Zeline berjalan dari satu sisi ke sisi yang lain untuk membersihkan lantai yang tergenang air. Selama satu pekan belakangan ini Zeline cukup kesulitan ketika mengatasi genangan air hujang masuk lewat sela-sela atap, tapi perlahan Zeline mulai mempelajari cara terbaik untuk membersihkan semua kekacauan tersebut. “Ada apa? Keluargamua tidak membayar cicilan hutang?” Rera bertanya sambil mengikuti setiap pergerakan Zeline. “Mereka datang tiba-tiba. Lagipula, jatuh tempo p********n hutang masih minggu depan.” Sekalipun sibuk mengurus banyak hal, Zeline merasa tidak tega jika mengabaikan pertanyaan Rera. “Benarkah?” Rera bertanya dengan raut tidak percaya. “Aku sendiri pernah mengalami sulitnya menagih hutang darimu.” Wanita itu terkikik pelan. Zeline tidak berhak berkomentar tentang kehidupan Kinara karena ia tidak tahu kesulitan apa yang dihadapi oleh perempuan itu hingga ia memutuskan untuk meminjam uang dari Rera. Lagipula, jika melihat sifat Rera, sepertinya tidak mungkin Kinara meminjam uang pada wanita itu jika bukan untuk keperluan yang serius. “Apakah aku sudah membayar hutang itu?” Tanya Zeline dengan tenang. “Kamu lupa jika kamu akhirnya membayar hutang itu setelah aku menagihmu setiap hari?” Zeline menganggukkan kepalanya. “ Jadi aku sudah membayarnya, bukan?” “Tentu saja sudah.” “Jika demikian, seharusnya Kakak tidak perlu lagi mengungkit hal tersebut.” Zeline tersenyum samar. “Aku tidak bermaksud untuk mengungkitnya, aku hanya ingin mengingatkanmu tentang hutangmu di masa lalu.” Zeline meninggalkan Rera untuk merapikan beberapa kain yang masih ditumpuk di sudut toko. Karena rumah mereka tidak terlalu besar, ibunya Kinara meletakkan persediaan kain di toko agar tidak memenuhi rumah. Tumpukan kain tersebut akan membuat pemandangan jadi terlihat tidak selaras. Oleh sebab itu Zeline memutuskan untuk membereskan tumpukan kain tersebut. Sayangnya kain-kain itu sangat berat. Jangankan untuk mengangkat, menggesernya saja Zeline tidak sanggup. “Kamu sangat lemah!” Komentar Rera. “Bisakah kakak membantuku?” Zeline bertanya sambil menangkupkan kedua tangannya di depan d**a, seolah ia sedang menampilklan gerakan permohonan. “Apakah aku pembantumu?” Rera memutar bola matanya. Sekalipun tampak keberatan, akhirnya Rera ikut membantu Zeline untuk mengangkat gulungan kain tersebut menuju ke sudut ruangannya. Entahlah, sepertinya Rera memang terlahir dengan mulut pedas, tapi ia tetap memiliki hati yang baik. “Terima kasih karena sudah membantuku, kak. Apakah Kakak akan tetap di sini?” “Kamu ingin meminta bantuanku lagi?” Rera menatapnya dengan kesal. “Tentu saja tidak. Aku hanya sedang bertanya.” “Baiklah, aku akan kembali ke tokoku!” Rera berjalan dengan dongkol. Melihat Rera keluar dari tokonya dengan langkah kesal membuat Zeline terkikik geli. Ia menyadari jika selama ini Rera memperhatikan kehidupannya. Ah, maksudnya kehidupan Kinara. Rera selalu mengetahui semua berita tentang keluarga Kinara, bahkan ia tahu siapa saja teman-teman baru Kinara. Dan yang lebih parah, wanita itu sudah menyelidiki latar belakang keluarga teman-teman Kinara. Di balik kata-katanya yang terkadang menyakiti hati lawan bicaranya, Rera adalah sosok yang begitu perhatian. Ia memperhatikan setiap detail kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya. Mungkin tanpa sadar Zeline telah memberikan penilaian yang salah terhadap Rera. Sama seperti Alina yang selalu dinilai negatif oleh orang lain, Zeline juga memikirkan hal yang sama tentang Rera. Namun akhirnya Zeline menemukan fakta jika baik Rera maupun Alina selalu memiliki niat baik di balik semua kata-kata kasarnya. Berbicara dengan Rera membuat Zeline jadi merindukan Alina. Di saat semua orang tidak menyadari apa yang sedang dirasakan oleh Zeline, Alina menjadi sosok yang paling peka. Dia memperhatikan Zeline seperti seorang kakak yang peduli pada adiknya. Namun kadang orang-orang lupa jika tidak semua kakak mengekspresikan kepeduliannya lewat ucapan sayang yang manis. Kadang seorang kakak lebih suka mengkritik adiknya dengan kalimat kasar yang menyakitkan untuk menguatkan mental saudaranya ketika menghadapi dunia yang kejam. *** Peluh Zeline berjatuhan karena ia benar-benar sibuk sejak pagi. Setelah selesai menata tokonya, Zeline mulai membuka pintu toko lebar-lebar untuk memperlihatkan koleksi pakaian baru yang ia miliki. Sesuai dengan prediksi Zeline sebelumnya, toko akan kembali ramai jika mereka memasang baju-baju baru dengan warna yang menarik. Cara Zeline menata setiap pakaian juga sudah berubah karena ia ingin fokus menampilkan pakaian-pakaian baru yang sebelumnya belum pernah ia perlihatkan pada pelanggan. “Duduklah, Kinara. Jangan terlalu sibuk mengurus pelanggan. Biarkan ibu yang melayani mereka.” Ibunya Kinara menarik tangan Zeline dengan lembut. Wanita itu tersenyum dan memintanya untuk duduk di balik meja p********n. Sekalipun hari ini Zeline merasa sangat lelah, ia tetap bersemangat untuk menjual lebih banyak pakaian. Janji yang telah ia buat kepada ibunya harus ia tepati saat ini juga. Ah, Zeline mulai lupa. Bukan kepada ibunya, tapi kepada ibunya Kinara. “Apakah aku bisa mendapatkan potongan harga untuk gaun ini? Aku baru saja membeli pakain dari toko ini sekitar tiga hari yang lalu.” Zeline mengangkat kepalanya dan tersenyum cemerlang ketika ia melihat seorang gadis muda yang beberapa hari lalu datang ke tokonya untuk membeli gaun pesta. Zeline masih ingat dengan jelas jika gadis itu sempat merasa kebingungan untuk memilih warna gaun karena ia tidak percaya diri dengan kulit eksotisnya. Dengan sedikit diskusi, akhirnya gadis muda tersebut menentukan pilihannya pada sebuah gaun indah berwarna hujau olive. “Oh, hai! Bagaimana pestamu?” Tanya Zeline dengan antusias. “Kamu masih mengingatku?” Gadis tersebut tampak tidak percaya. Zeline tertawa pelan lalu menganggukkan kepalanya. “Tentu saja aku masih mengingatmu. Aku senang karena kamu kembali datang ke tokoku.” “Wow, kamu penjual yang sangat ramah. Aku merasa sangat terkesan sejak pertama kali aku datang ke toko ini.” “Kamu terlalu berlebihan, semua penjual akan bersikap ramah untuk menarik pembeli.” “Tapi aku sangat sering mendapatkan penjual yang bersikap tidak ramah, bahkan mereka cenderung sangat sinis dan galak.” Zeline hampir menyemburkan tawanya. “Jika begitu, kamu harus mulai mempertimbangkan untuk menjadikan pelanggan setia toko ini.” “Baiklah, sekarang saatnya untuk mendapatkan harga terbaik untuk gaun ini.” Gadis itu menunjukkan berwarna hijau gelap. “Kamu menyukai warna hijau?” Tanya Zeline. “Kurasa gaun ini memiliki warna yang sangat menarik. Aku sangat menyukainya.” Zeline kembali menganggukkan kepalanya. “Well, harganya sudah tertera di dalam gantungan baju itu. Kamu mendapatkan harga terbaik untuk gaun yang indah.” “Tidak bisakah aku mendapatkan potongan harga? Ini sudah kali kedua aku datang ke sini?” Zeline mencerutkan bibirnya lalu menggeleng dengan pelan. “Maafkan aku, tapi aku hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari penjualan tersebut.” Zeline menatap dengan menyesal. Harga gaun tersebut sudah terlalu murah untuk ukuran sebuah pakaian indah yang digambar dan dijahit sendiri. “Kamu sungguh tidak ingin memberikan potongan harga? Aku tidak akan keberatan untuk mempromosikan tokomu kepada teman-temanku.” Zeline menggelengkan kepalanya dengan pelan. Jujur saja ia sempat tergiur dengan penawaran tersebut, tapi tidak ada jaminan apakah gadis itu benar-benar akan mempromosikan tokonya. Belakangan ini Zeline berusaha membiasakan diri untuk mengambil keputusan secara rasional menggunakan otaknya, bukan hatinya, “Baiklah, aku akan membayar sesuai dengan harga yang sudah kamu tentukan. Tapi.. bisakah aku mendapatkan potongan harga jika berhasil mengajak temanku datang ke tokomu?” Zeline tersenyum dan mengulurkan tangannya. “Jika kamu berhasil membawa lima pelanggan, makan aku akan memberikan diskon sebesar 30 ribu rupiah.” Katanya dengan antusias. *** “Kamu lelah karena bekerja seharian penuh?” Zeline duduk di atas tempat ranjang tidurnya sambil meluruskan kakinya yang mulai terasa pegal karena ia harus berdiri sepanjang hari. Rasanya sangat senang karena ia berhasil mendapatkan banyak pelanggan, tapi Zeline tidak sanggup menatap pegal di sekujur tubuhnya. Zeline sangat sering merasa lelah ketika ia bekerja untuk peragaan busana maupun pemotretan biasa, tapi ketika ia lelah ia memiliki puluhan pelayan yang siap memijat tubuhnya. Bahkan jika sedang ada waktu, maka Zeline akan datang ke salon untuk melakukan rileksasi. “Aku lelah, tapi aku merasa senang.” Zeline masih mencoba untuk terlihat antusias sekalipun sekarang matanya sudah sangat berat. Ia mengantuk dan tidak bisa lagi menahan ekspresinya, tapi Zeline juga masih ingin mengobrol dengan ibunya Kinara. “Biarkan ibu mmeijit kakimu.” Zeline menarik kakinya dengan cepat. Ia merasa terkejut ketika melihat ibunya Kinara duduk di hadapannya yang meraih ujung kakinya. Rasanya sangat tidak pantas jika orang tua menyentuh kakinya. Zeline memang lelah, tapi ibunya Kinara juga pasti merasa lelah karena seharian ini mereka bekerja keras di toko. “Aku baik-baik saja, bu.” Katanya dengan sedikit ragu. “Hei, kenapa kamu terkejut? Wajar jika kamu lelah. Sudahlah, biarkan ibu memijit kakimu.” Ibunya Kinara kembali menyentuh kaki Zeline. “Bu, tidak sepantasnya jika ibu memeijit kakiku.” “Memangnya apa yang salah?” Ibunya Kinara menatap dengan kebingungan. Zeline juga ikut kebingungan. Apa yang salah? Tidak ada. Hanya saja, Zeline merasa tidak pantas jika ada orang tua yang menyentuh kakinya. “Bu, dari pada memijit kakiku, bagaimana jika kita mengobrol saja?” Zeline menekuk kakinya dengan perlahan. “Seharian ini kita sangat sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk mengobrol.” “Entah sudah berapa kali ibu mengatakan jika kamu sangat berbeda.” Ibunya Kinara menatap dengan takjub. “Sejak kapan kamu suka mengobrol, Kinara?” Zeline mengerjapkan matanya. Memangnya apa yang seharusnya Zeline lakukan? Apa yang disukai oleh Kinara? Memiliki orang tua yang perhatian dan selalu meluangkan waktu untuk mengobrol bersama adalah satu-satunya hal yang sangat Zeline inginkan seumur hidupnya. Ia ingin memiliki banyak kenangan indah dengan orang tuanya agar suatu saat ketika Zeline mulai tumbuh dewasa, bahkan mungkin saat ia sudah menikah dan memiliki anak, kenangan indah saat ia hidup bersama dengan orang tuanya akan selalu ia ingat. Namun, Zeline juga tidak merasa keberatan dengan kesibukan orang tuanya. Sekalipun ia tidak memiliki orang tua seperti yang ia inginkan, setidaknya Zeline memiliki kehidupan yang nyaman berkat kerja keras kedua orang tuanya. “Bu.. apakah ibu pernah berpikir untuk membenciku?” Tanya Zeline tiba-tiba. Jujur saja ia sedang membayangkan ibu Kinara sebagai ibu kandungnya. Seumur hidup, Zeline tidak pernah memiliki kesempatan untuk memahami perasaan ibunya. Wanita itu terlalu sibuk, ia menutup diri bahkan kepada putrinya sendiri. “Kenapa ibu harus membencimu?” Ibunya Kinara mengusap puncak kepala Zeline. “Entahlah, mungkin aku pernah membuat kesalahan?” “Semua orang pernah membuat kesalahan. Bukankah ibu juga sering melakukan kesalahan yang membuatmu marah?” Zeline tertegun. Ia menatap ibunya Kinara sambil tersenyum samar. Apakah semua ibu memiliki pemikiran seperti ibunya Kinara? Yang tidak pernah merasa selalu benar, justru selalu berusaha memahami anaknya. “Bu, ibu tahu Zeline, bukan?” Zeline bertanya dengan sedikit ragu. “Tentu saja ibu tahu. Dia sempat memeluk ibu ketika kita menangis kemarin pagi.” Wajah Zeline memanas secara perlahan. Ia masih ingat dengan jelas jika saat itu ia memeluk Dareen sambil menangis karena ketakutan. Zeline berada di alam bawah sadarnya, jadi ketika ia melihat Dareen, satu-satunya hal yang terlintas di pikirannya adalah memeluk pria itu seperti yang selama ini selalu ia lakukan ketika sedang merasa tidak baik-baik saja. “Ada apa dengan Zeline?” Tanya ibunya Kinara dengan lembut. “Dia sangat cantik, membuat aku jadi merasa iri.” “Kenapa kamu harus iri kepadanya? Kamu tidak kalah cantik.” Ibunya Kinara tersenyum sebelum melanjutkan kalimatnya. “Tapi jika kamu membicarakan kecantikan fisik, bisa saja dia memang lebih cantik darimu. Standar kecantikan tidak bisa disamakan, setiap orang memiliki penilaian yang berbeda.” “Bagaimana jika kita membicarakan sikap dan sifatnya?” Pembicaraan malam ini berjalan terlalu jauh. Zeline sadar jika ia telah melampaui batas-batas yang ia buat sendiri. Namun ia sudah terlanjur kepalang, rasanya akan sia-sia jika Zeline mengakhiri pembicaraan tersebut. “Dia gadis yang sangat sopan. Sejak pertama kali melihatnya, ibu tahu jika dia perempuan yang sangat baik. Sekalipun lahir di keluarga kaya, ia tidak keberatan untuk menerima teh yang ibu buat. Dia juga mengapresiasi kue kering yang dibeli oleh ayahmu di warung depan rumah.” Ibunya Kinara tersenyum ketika mengingat pertemuan pertama mereka. Tanpa sadar Zeline juga tersenyum. Akhirnya Zeline mendapatkan pujian atas namanya sendiri, bukan atas nama Kinara seperti biasanya. “Bu.. jika ibu memiliki kekuatan untuk memutar waktu, apakah ibu mau kembali ke masa lalu dan menukar aku dengan Zeline?” Tanya Zeline. Ibunya Kinara terdiam untuk sesaat, lalu seakan menyadari apa maksud dari pertanyaan putrinya, wanita itu mendekat dan memeluknya dengan perlahan. “Untuk apa ibu harus menukar kalian?” “Ibu tidak suka memiliki anak yang cantik dan baik?” Zeline hampir menggigit bibirnya sendiri ketika mengatakan kalimat tersebut. “Ibu suka memiliki anak yang baik, tapi ibu tidak suka jika anak itu bukan kamu. Jangan menjadi orang lain, apalagi berusaha menjadi Zeline. Tetaplah menjadi Kinara yang ibu kenal.” Zeline menundukkan kepalanya. Entah untuk yang keberapa kalinya, Zeline kembali menyadari bahwa sekeras apapun ia mencoba, selama ini orang tua Kinara hanya menyayangi putri mereka. Terlepas dari bagaimana penampilannya dan bagaimana tingkah lakunya. Pada akhirnya, orang tua Kinara hanya akan memilih putri mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN